Saturday, May 24, 2014

Love is Blind



6th Easter Sunday
May 25, 2014
John 14:15-21

Whoever loves me will be loved by my Father, and I will love him and reveal myself to him (John 14:21).”


A Classic adage proclaims “love is blind”. But, does it really hold water? Sometimes, when I go to the malls, I would see couples holding hands. Many are a perfect combination: both are good-looking and young. Yet, at times, I encounter an unlikely pair, a very pretty girl but with a substandard-looking guy. Noticing them, I raise my eyebrows and say to myself, “Really, love is blind.”
Looking into our social realities nowadays, love could really close our ‘eyes’ and drive us crazy. It is no longer a secret in big cities like Manila and Jakarta, a good number of youngsters already actively engage in pre-marital sex. Being young and adventurous, a pure love relationship may easily burst into lust. Yet, being immature, they are not ready to face the bigger-than-life consequences. Some girls get pregnant in early age. Some boys have the guts to take the responsibilities, though raising a family is enormously beyond their capacities. Some others, being immature, left the expectant young girls. These poor girls, the primary victims of this vicious cycle, are forced to rear the kid by herself. She is lucky if she has a family to support her, but if not, she looks for unimaginable options like dumping the baby in the orphanage or even killing the baby through abortion. Their futures and dreams shatter in an instant. This is love that blinds us.
However, is it the real and true love? We agree that it is not the true one. This emotional turbulence caused by intense attraction might be a part of love but it is not the real deal. It may just a lust hides itself in the name of love. Yet, does it mean the immortal saying ‘love is blind’ totally ridiculous? Let us look at some other subtle yet no-less-true realities among us. When we see an old couple remain faithful to each other in day in and day out, this poses a challenging ‘why’. The wife is no longer beautiful, and the man is no longer healthy and in shape. They definitely hurdle a lot of crisis in their marriage life. Perhaps they have very stubborn and rebellious children. All that they invest seems never go back to them. So, why do they stay together? I would say that really love is blind.
Love blinds their sight to see petty imperfections and quarrels. Love closes their eyes to deteriorating physical appearances of their partner and financial problems that rock the family. Love shuts their gaze to ‘counting-the-cost’ and ‘expecting-return’ mentalities. But, why does love need to blind us? Love blinds so that we may see even clearer. To see what? To see a deeper reality of love itself.
Reading closely into today’s Gospel, we discover that to love is actually to see. To love Jesus and to do His commandments leads us to see Him in us because we are always in Him. Yes, Jesus has ascended to the Father, yet the moment we love radically, we start seeing Him in the very person we love. Jesus is once again present in our midst. Remember that God is love, and when there is love, God is there.
 We can easily say ‘I love Jesus’ in prayer gatherings, but unless love becomes a concrete action, we never see Jesus. To love Jesus means to take care of our aging and sometimes irritating parents; to love Jesus means to listen to our demanding and sometimes egotistic friends or co-workers; to love Jesus means to attend to the need of our baby who cries at the midnight. Unless love blinds us to these imperfections, we never love fully. And unless we love totally, we never see Jesus again.     

Br. Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Cinta itu Buta



Hari Minggu Paskah ke-6
25 Mei 2014
Yohanes 14:15-21

Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya (Yoh 14:21).”

Cinta itu buta. Apakah pepatah ini benar adanya? Ketika berjalan-jalan di mall, saya melihat sepasang muda-mudi bergandengan tangan. Kombinasi sempurna: pemudanya tampan dan pemudinya cantik. Namun, ada kalanya, saya menemukan pasangan di luar dugaan, seorang gadis yang sangat cantik tapi dengan seorang pemuda yang wajahnya sulit digambarkan! Memperhatikan mereka, saya mengerutkan dahi dan berkata pada diri saya sendiri, “Sungguh, cinta itu buta.
Melihat realitas sosial kita saat ini, cinta benar-benar bisa menutup “mata” kita dan membuat kita gila. Bukan rahasia lagi jika di kota-kota besar seperti Manila dan Jakarta, banyak anak-anak muda yang sudah aktif berhubungan seks pra-nikah. Menjadi muda dan petualang, hubungan kasih yang murni dapat dengan mudah meledak menjadi hawa nafsu. Namun, kaum muda ini belum siap untuk menghadapi konsekuensi yang lebih besar dari kehidupan. Beberapa gadis hamil di usia dini. Beberapa remaja laki-laki memiliki keberanian untuk bertanggung jawab, namun karena masih labil, mereka akhirnya sangat kesulitan membangun keluarga. Beberapa pria yang lain meninggalkan kekasih mudanya yang hamil. Gadis-gadis miskin ini akhirnya menjadi korban utama dan dipaksa untuk menghidupi bayinya secara mandiri. Dia beruntung jika dia memiliki keluarga untuk mendukung, tapi jika tidak, dia akan memilih pilihan yang tak terbayangkan sebelumnya seperti pembuangan bayi di panti asuhan atau bahkan membunuh bayi melalui aborsi. Impian muda dan masa depan mereka hancur dalam sekejap. Ini adalah cinta yang membutakan kita.
Namun, apakah itu cinta sejati? Kita setuju bahwa ini bukanlah cinta sejati. Perasaan yang intens di antara pasangan muda mungkin menjadi bagian dari asmara, tapi itu bukanlah yang utama. Ini mungkin hanya nafsu yang menyembunyikan dirinya atas nama cinta. Namun, apakah ini berarti pepatah tua “cinta itu buta benar-benar konyol? Mari kita lihat realitas lain di kehidupan. Ketika kita melihat pasangan suami-istri yang telah lanjut usia dan tetap setia satu sama lain hari demi hari, kita pun bertanya kenapa. Sang istri tidak lagi cantik dan pasti penuh dengan kerutan, dan pria itu tidak lagi sehat dan besar perutnya. Mereka tentunya menhadapi banyak krisis dalam kehidupan pernikahan mereka. Mungkin mereka memiliki anak-anak yang sangat keras kepala dan suka memberontak. Semua yang mereka investasikan sepertinya tidak akan kembali kepada mereka. Jadi, mengapa mereka tetap setia? Jawabannya mudah, karena cinta itu buta.
Cinta membutakan mereka untuk melihat ketidaksempurnaan dan kekurangan. Cinta menutup mata mereka terhadap penampilan fisik yang terus menurun dan masalah keuangan yang tak kunjung berakhir. Cinta menutup pandangan mereka untuk sekedar melihat pernihakan sebagai untung-rugi. Tapi, mengapa cinta harus membutakan kita? Karena Cinta memampukan kita untuk melihat lebih jelas. Untuk melihat apa? Untuk melihat realitas yang lebih dalam dari cinta itu sendiri.
Membaca Injil hari ini, kita menemukan bahwa cinta sebenarnya adalah kemampuan untuk melihat. Untuk mengasihi Yesus dan menjalankan perintah-Nya membawa kita untuk melihat-Nya dalam diri kita karena kita selalu di dalam Dia. Ya, Yesus telah naik kepada Bapa, namun saat kita mencintai secara radikal, kita mulai melihat Dia dalam orang yang sangat kita cintai. Yesus sekali lagi hadir di tengah-tengah kita. Ingatlah bahwa Allah adalah kasih, dan ketika ada cinta, Tuhan ada di sana.
Kita dapat dengan mudah mengatakan I love Jesus dalam persekutuan doa-doa kita, tetapi jika cinta tidak menjadi aksi nyata, kita tidak pernah melihat Yesus. Mengasihi Yesus berarti mau merawat orang tua kita yang semakin tua;  mencintai Yesus berarti mau mendengarkan teman-teman kita yang terkadang banyak menuntut; untuk mencintai Yesus berarti mau bangun ditengah malam untuk menenangkan bayi kita yang terbangun dan menangis. Jika cinta tidak membutakan kita pada ketidaksempurnaan ini, kita tidak pernah mencintai sepenuhnya. Dan jika kita tidak cintai secara total, kita tidak pernah melihat Yesus lagi.

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP