Saturday, November 22, 2014

Embracing Our End



Solemnity of Christ the King
November 23, 2014
Matthew 25:31-46

“When the Son of man comes in his glory, escorted by all the angels, then he will take his seat on his throne of glory (Mt 25:31).”


Everything in this world has an end. All things, from a small pebble to the most complex living organism, cannot run away from their finish line. All form of life and human-built structure, from families to the rich and multi-national companies, are going to meet their closure sooner or later. Even scientists are in agreement that our universe are gradually yet inevitably moving toward its end. If there is one common trait that binds all things in this world, it is a final destiny.
However, honestly speaking, who among us are thinking seriously about our ultimate end? Many of us rather avoid this kind of thought, let alone discussing it. “Come on, brother, I don’t want to die. Let’s talk about something else.”, “Brother, why are you so morbid?” or “OMG! I am still young, why should I think about that?” We are so afraid that even by mere talking it, the end seems come closer. Why do we fear it? Perhaps because it is natural for us to preserve our lives, a kind of instinct for survival. Nobody wants to end his life, yet, deep inside, we are aware that this is surest reality in our lives.
Today, as we are celebrating the solemnity of Christ the King, the Church marks the end of the liturgical calendar. But, why does Church has to commemorate an ‘end’? Normally, we feast for a New Year, and not really an end year, but the Church has a different tone in this matter because the Church does not pretend that she has no terminal point. Jesus, the head of the Church, did not promise that the Church will not end, but rather He will be us always until the end of time (cf. Mat 28:20).
This may be an inconvenient truth, but still the truth that affects all of us. However, the Church understands that denial of this sure end is fruitless and a mere illusion. In fact, we may fail to see the purpose of life and to live to the fullest just because we take it for granted. Then, only by embracing it, we may make it fruitful and meaningful.
Through today’s celebration, the Church teaches us the key to embrace our end. We are wholly mistaken if we think of our end only in terms of destruction or death. Our end is actually Christ Himself. He is the King because everything finds its rest in Him. St. Thomas Aquinas, in his book Summa Theologiae, mentioned the fundamental truth that we all came from God and shall return to God. Yes, death and decomposition of our bodies are inevitable, yet with Christ as our end, we live not because we avoid death, but we live now for Christ. As we embrace our end, we focus on what is truly important in life: to love Jesus and to love others for Jesus. We accept that everything must come to an end, yet it is no longer fearsome death, but a Christ-filled life.

Br. Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Merangkul Sebuah Akhir



Hari Raya Kristus Raja
23 November 2014
Matius 25,31-46

“Apabila Anak Manusia datang dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya (Mt 25:31).

Segala sesuatu di dunia ini akan berakhir. Semua hal, mulai dari batu kerikil hingga organisme yang paling kompleks, tidak bisa menghindar dari garis akhir eksistensi mereka. Ilmuwan bahkan sepakat bahwa alam semesta ini tidaklah abadi and pasti suatu saat akan kehabisan energi dan menemukan kehancurannya. Jika ada satu yang mengikat segala sesuatu di dunia ini, hal ini adalah kita semua berjalan menuju garis paling akhir.
Namun, siapa di antara kita yang mau berpikir secara serius tentang akhir hidup kita? Banyak dari kita lebih suka menghindari topik ini dan memilih bahan pembicaraan lain. Kita sadar bahwa kita sangat takut jika akhir hidup kita sungguh datang, oleh karena itu terkadang tema ini menjadi tabu untuk dikemukakan. Tetapi, kenapa kita takut dengan akhir kehidupan? Mungkin karena sungguh alamiah bagi kita untuk melestarikan kehidupan kita, semacam naluri untuk bertahan hidup. Tak seorang pun ingin mengakhiri hidupnya, namun, jauh di dalam hati, kita menyadari bahwa hal ini adalah kenyataan yang paling pasti dalam hidup kita.
Hari ini, kita merayakan Hari Raya Kristus Raja, dan secara khusus, Gereja menandai akhir dari kalender liturginya. Tapi, mengapa Gereja memperingati suatu akhir’? Biasanya, kita berpesta untuk Tahun Baru, dan bukan akhir tahun, tetapi Gereja memiliki nada yang berbeda dalam hal ini karena Gereja tidak mau tertipu dengan ilusi bahwa Gereja tidak memiliki titik akhir. Yesus, Sang kepala Gereja, tidak menjanjikan bahwa Gereja tidak akan pernah berakhir, melainkan Dia berjanji akan selalu bersama kita sampai akhir zaman (lih Mat 28:20). Ada akhir pada zaman ini, dan ini juga akhir Gereja di bumi.
Ini mungkin sebuah kebenaran yang tidak nyaman didengar, tapi tetap ini adalah sebuah kebenaran yang mempengaruhi kita semua. Gereja memahami bahwa penolakan terhadap realitas akhir kehidupan ini adalah sia-sia dan ilusi belaka. Bahkan, kita bisa gagal untuk melihat tujuan hidup kita yang sesungguhnya dan tidak menghidupi hidup ini dengan sepenuh hati karena kita tidak pernah berani merenungkan arti akhir hidup kita. Hanya dengan merangkul akhir hidup ini, kita dapat membuat hidup kita berbuah dan bermakna.
Melalui perayaan hari ini, Gereja mengajarkan kita kunci untuk merangkul akhir hidup kita. Kita keliru jika kita berpikir tentang akhir hidup kita hanya sebagai sebuah kehancuran atau kematian. Akhir hidup kita yang sebenarnya adalah Kristus sendiri. Dia adalah Raja karena hanya di dalam Dia, semuanya menemukan makna dan kepenuhan. St. Thomas Aquinas, dalam bukunya Summa Theologiae, mengingatkan kita pada kebenaran mendasar bahwa kita semua berasal dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Ya, kematian dan dekomposisi tubuh kita yang fana ini tidak dapat dihindari, namun dengan Kristus sebagai akhir hidup kita, kita hidup bukan karena kita menghindari kematian, tapi kita hidup sekarang bagi Kristus. Saat kita merangkul akhir hidup kita, kita mulai melakukan hal yang benar. Kita sekarang bisa fokus pada apa yang benar-benar penting dalam hidup, yakni mencintai Yesus dan mengasihi orang lain karena Yesus. Semua akan berakhir, tetapi saat kita menemukan Kristus Raja, sungguh hidup kita menemukan kepenuhannya.

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP