Minggu ketiga
Pra-Paskah
3 Maret 2013
Lukas 13:1-9
“Tuan, biarkanlah dia tumbuh tahun ini
lagi, aku akan mencangkul tanah sekelilingnya dan memberi pupuk kepadanya,
mungkin tahun depan ia berbuah (Luk 13:8)”
Biasanya membutuhkan waktu sekitar tiga tahun bagi pohon ara untuk mencapai masa dewasa dan berbuah. Jika tidak menghasilkan buah
pada saat ini, kemungkinan
besar pohon ara tersebut tidak akan berbuah sama sekali. Tentunya,
Sang pemilik memiliki hak untuk menebang pohon tersebut dan menanam pohon baru. Tetapi, melalui upaya sang tukang kebun, pohon ara diberi kesempatan baru. Seperti pohon ara, melalui
upaya Sang
Tukang Kebun kita, Adam
yang baru di
taman Eden yang abadi, Yesus Kristus, kita diberi kesempatan baru untuk berubah dan berbuah.
Namun, hal ini tidaklah semudah membalikan telapak tangan. Dalam kenyataan sehari-hari, perubahan bukanlah sesuatu yang instan seperti halnya menghapus kesalahan pada papan tulis. Perubahan yang
sangat cepat dari orang jahat menjadi orang baik, dari penjahat menjadi pahlawan
sangatlah jarang. Beberapa dari kita terperangkap
dalam struktur atau sistem
kedosaan yang membuat kita terus melakukan dosa dan kita tidak tahu bagaimana untuk keluar dari struktur tersebut.
Beberapa sebenarnya adalah korban dari lingkaran setan kekerasan dalam keluarga kita atau masyarakat kita dan membuat kita cepat atau lambat menjadi pelaku, dan
kita berdaya untuk menemukan
jalan keluar
dari lingkaran setan tersebut. Sangat sulit bagi seorang anak yang dibesarkan
sebagai korban kekerasaan dalam ‘rumah tangga’ untuk tidak melakukan kekerasaan
terhadap saudara atau teman yang lebih lemah.
Lalu, apa artinya bertobat, apa artinya berubah? Apakah maknanya jika
kita merayakan masa Pra-Paskah setiap tahun, namun tidak ada perubahan
yang tampaknya terjadi? Kita kehilangan maknanya jika
kita hanya berpikir bahwa masa
Pra-Paskah hanya tentang perubahan yang instan.
Kisah kita adalah kisah tentang pohon ara yang berjuang untuk berbuah tetapi menemukan dirinya dalam
kenyataan pahit keputusaasaan. Ini adalah kisah tentang seorang
‘Tukang Kebun’ yang menolak untuk menyerah pada pohon aranya yang
tidak berbuah, cerita tentang Allah
yang tidak pernah kehilangan
harapan dalam kemanusiaan kita yang lemah. Musim Pra-Paskah berarti bahwa meskipun hidup kita tidak pernah sempurna dan bahkan penuh cacat, kita menolak untuk menyerah dan menjadi putus asa. Ini berarti kita mengambil keberanian untuk melawan keputusasaan bahkan
ketika buah perubahan tampaknya tidak terlihat dalam kehidupan kita. Masa Pra-Paskah berarti kita selalu berharap bahwa Tuhan tidak
pernah kehilangan harapan dalam diri kita.
Frater
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment