Minggu Biasa ke-32
8 November
2015
Markus 12:
38-44
“Janda ini memberi
dari kekurangannya, semua yang ada padanya, yaitu seluruh hidupnya (Mrk 12:44)."
Kisah
seorang janda miskin di Bait Allah Yerusalem adalah salah satu kisah paling indah dalam Alkitab. Melalui sang wanita miskin ini, Yesus mengajar kepada kita arti kemurahan hati yang sebenarnya. Sebagai seorang yang kurang mampu, apa yang janda miliki adalah hal-hal yang hanya esensial untuk menopang hidupnya. Dengan kata lain, satu-satunya hal yang ia
miliki adalah hidupnya. Namun, ini tidak berarti bahwa kemiskinan mencegah dia menjadi dermawan. Bahkan, dalam hal-hal kecil yang dia bagikan, dia membuat pengorbanan yang
sangat besar. Dengan demikian, kemurahan hati yang sesungguhnya bukan sekedar memberi barang-barang material yang dapat
dengan mudah kita
berikan, tetapi pada dasarnya adalah berbagi kehidupan kita.
Salah satu
pengalaman yang selalu menyentuh hati saya adalah ketika saya memberi makanan ke salah
satu personel keamanan di biara beberapa tahun yang lalu. Saya baru saja pulang
dari sebuah pertemuan orang-orang Indonesia di
Manila, dan saya membawa pulang beberapa makanan sisa yang
tentunya lezat. Awalnya saya berniat untuk memberikannya kepada para frater di komunitas, tetapi saya
berubah pikiran,
dan saya memutuskan untuk berbagi dengan karyawan di biara
terutama anggota
keamanan. Setelah menerima makanan, dia berkata kepada
saya, “Bolehkah saya berbagi
makanan ini dengan beberapa anak-anak miskin di luar Gereja?” Pertanyaannya mengejutkan
saya tetapi juga menyentuh hati. Menjadi
satuan pengamanan di Metro Manila, adalah pekerjaan yang berbahaya dengan
penghasilan
yang kecil, namun kemiskinannya tidak mencegah dia untuk berbagi
sedikit berkat
yang dia
terima.
Salah satu
kegiatan di paroki kita, Redemptor Mundi, di Surabaya, Indonesia adalah pemberian bingkisan bahan pokok seperti beras, gula, minyak goreng dan
lain-lain untuk keluarga
miskin pada masa
Natal dan Paskah. Romo Andre Kurniawan, OP, sang pastor paroki, mendorong setiap orang untuk menyumbang,
terlepas dari
situasi keuangan mereka. Sungguh mengejutkan, orang-orang
yang kurang mampu pun, yang seharusnya menjadi penerimaan,
berkontribusi juga hal-hal kecil yang mereka miliki untuk
program tersebut. Melihat ini, orang-orang yang memiliki lebih, terdorong untuk
berbagi lebih
banyak lagi. Hasilnya adalah luar biasa dan juga mendidik semua
orang untuk menjadi murah hati.
Tentunya,
kita juga
tidak buta terhadap kenyataan yang menyedihkan bahwa
beberapa yang miskin, didorong oleh keegoisan mereka, mengeksploitasi belas kasih orang lain
yang mau menolong mereka. Beberapa orang
kaya juga tidak luput dari keserakahan. Meskipun kekayaan
yang mereka miliki
sangat besar, mereka tetap saja mencuri
bahkan dari orang miskin melalui berbagai praktik korupsi dan penipuan. Hidup
di tengah-tengah masyarakat Yahudi dengan struktur yang tidak adil, Yesus mepahami dengan baik hal-hal ini dan ia mengajar murid-murid-Nya kemurahan hati yang sesungguhnya.
Kemurahan hati tidak terletak pada berapa banyak
atau apa
yang kita berikan, tapi ‘siapa’ kita bagikan. Janda miskin di dalam Injil tidak benar-benar
menyumbangkan uang ke Bait Allah, tapi mempersembahan hidupnya sendiri kepada Tuhan.
Saya sangat
kagum dengan mereka, entah
kaya atau miskin, yang berkomitmen dalam berbagai pelayanan di Gereja. Mereka tahu bahwa mereka tidak akan menerima
kompensasi material, dan juga mereka masih perlu bekerja untuk menghidupi keluarga mereka, namun mereka dengan murah
hati mendedikasikan bakat dan waktu mereka yang berharga untuk Tuhan dan Gereja. Saya juga mengagumi mereka yang mengabdikan diri sebagai orang tua yang setia. Saya menyaksikan sendiri bagaimana kehidupan dua
teman saya yang baru saja memiliki bayi kecil praktis berubah drastis. Malam tanpa tidur, jadwal yang berantakan, kelelahan, pengeluaran besar adalah hal-hal yang mereka
harus tanggung, namun mereka menanggung semua ini dengan penuh sukacita bagi sang bayi.
Sungguh, mereka memberikan hidup mereka agar sang bayi dapat memiliki hidup. Mengikuti ajaran Yesus dan juga telandan sang janda miskin, menjadi murah hati tidak hanya tentang apa atau berapa banyak yang kita berikan, tapi ‘siapa’ yang kita bagikan.
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment