Minggu
pertama Adven
29 November 2015
Lukas 21:
25-28, 34-36
“Jagalah
dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta
kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba
jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. (Luk 21:34).”
Kita
memasuki Minggu pertama dalam
masa Adven. Liturgi masa Adven selalu memancarkan nuansa harapan. Kita mengantisipasi kedatangan Juruselamat kita,
dan Gereja mengajarkan kita bahwa setidaknya ada tiga kedatangan Kristus. Kedatangan
pertama adalah kelahiran Yesus dua ribu tahun silam di Betlehem. Kedatangan kedua adalah Yesus datang sebagai Raja
dan Hakim pada akhir
zaman. Yang ketiga adalah kehadiran-Nya di antara kita
sekarang
dan saat ini. Ketiga kedatangan ini saling terkait dan jika kita melewatkan yang satu, kita juga
akan kehilangan yang lain.
Dalam Injil
hari ini, Yesus sendiri mengajarkan kita untuk berdiri tegak dihadapan Anak Manusia. Sama seperti Malam Natal pertama yang datang di saat yang tak terduga,
penghakiman terakhir pasti akan hadir seperti ‘jerat’. Bahayanya adalah bahwa kita mengharapkan kedatangan-Nya dengan
cara yang salah seperti Herodes yang mengantisipasi kelahiran Raja baru dengan membunuh semua bayi di Betlehem, atau
seperti para penatua Yahudi dan Pilatus yang menyalibkan ‘Raja orang Yahudi’. Berniat menyambut sang Mesias, kita malah
‘membunuh’ Dia karena
ekspetasi kita yang salah.
Kunci untuk
mengantisipasi
kedatangan Yesus adalah kemampuan kita untuk menyambut-Nya sekarang dan di sini. Namun, kita tampaknya memiliki masalah dalam melihat kehadiran-Nya sekarang dan disini. Pada tahun 1990, psikolog dari Harvard Daniel Simons
dan Christopher Chabris memfilmkan sebuah percobaan, terkenal berjudul
‘Monkey Business Illusion’ (tersedia di YouTube). Sekelompok orang diminta untuk
mengamati siswa bermain basket. Mereka bertugas untuk menghitung berapa kali
pemain dengan
T-shirt putih mengoper bola. Para pemain pindah dalam
gerakan yang teratur dan melempar
bola beberapa kali. Tiba-tiba, di tengah-tengah
video, sesuatu yang aneh terjadi: Seorang pria berkostum sebagai gorila berjalan ke tengah ruangan, memukul dadanya, dan segera pergi. Pada akhirnya, penonton diminta jika mereka
melihat sesuatu yang tidak biasa. Anehnya, setengah dari mereka menggelengkan
kepala. Gorila? Mana
Gorilanya?
‘Monkey business illusion’ membuktikan bahwa di satu sisi, kita memiliki kemampuan besar untuk memfokuskan energi mental kita pada satu kegiatan, ide atau harapan, sementara di sisi lain, bisa mengabaikan hal-hal lain, sebearapapun jelas keberadaan
mereka. Ini memberi ilusi bahwa kita yakin bahwa kita menyadari
segala sesuatu yang terjadi di depan mata kita, namun pada kenyataannya, kita
hanya melihat apa yang ingin kita lihat saja. Saya kira ini adalah apa yang
terjadi dengan orang-orang baik di zaman Yesus maupun di generasi kita. Kita memiliki gagasan tertentu tentang
Yesus, siapa Dia seharusnya, apa yang harus Ia lakukan,
dan kedatangan Kristus
pun luput dari mata kita.
Ini mungkin mengapa
Paus Fransiskus melakukan
aksi-aksi yang tidak biasa karena dia tidak ingin Kristus luput dari perhatian kita. Pada
Kamis Putih, ia membasuh kaki para narapidana remaja, beberapa dari mereka bahkan bukan Katolik. Dia membaptis bayi dari pasangan yang belum menikah. Dia memeluk dan mencium pria yang parasnya
tidak berbentuk. Dia adalah Paus pertama yang menyerukan agar
kita merawat bumi ini dalam Laudato Si’. Saat ini, ia
bertemu orang-orang yang tinggal di daerah kumuh di Kenya.
Jika Yesus
Kristus dapat hadir sebagai bayi yang lemah lembut
di palungan dan sebagai manusia yang dipaku
di kayu salib, Ia pun bisa datang kepada kita dengan cara-cara tak
terbayangkan. Jangan lewatkan Advent, jangan lewatkan Yesus!
Frater
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment