Minggu Biasa ke-24
15 September 2013
Lukas 15:1-32
“Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali ( Luk 15:32) . "
15 September 2013
Lukas 15:1-32
“Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali ( Luk 15:32) . "
Dalam
Injil hari ini, Yesus mengingatkan kita akan kebenaran yang sering luput dari mata kita: Allah sungguh telah jatuh cinta dengan setiap insan manusia. Di antara semua
ciptaan-Nya, Manusia diciptakan di dalam rupa dan citra Allah,
dan Ia sungguh bergembira setiap kali Ia melihat kita karena Ia Dia melihat kembali refleksi diri-Nya sendiri, sebuah kesempurnaan
sejati. Pria mana yang
tidak jatuh hati kepada wanita yang super cantik and super baik!
Salah
satu lagu favorit saya adalah ‘Just the Way You Are’ oleh Bruno Mars, bukan hanya karena
melodinya yang indah, tetapi juga
karena liriknya memiliki kekayaan teologis yang mendalam! Dengan cara sederhana, lagu menangkap ekspresi
cinta-buta Allah pada diri kita, manusia. Setiap kali Allah melihat kita, seperti
Bruno Mars, Dia akan
mengatakan, “When
I see your face there's not a thing that I would change 'cause you're amazing
just the way you are.” Allah
menciptakan kita begitu menakjubkan dan berharga, dan itulah kita insan
manusia!
Sayangnya,
seringkali kita sendiri gagal untuk menemukan keindahan dan kebaikan
di dalam diri kita sendiri dan sesama. Beberapa orang bahkan sekedar memanfaatkan sesama mereka untuk kepentingan pribadi belaka. Sungguh, objektifikasi manusia dan pendangkalan hidup adalah salah satu penyakit
terburuk dari umat manusia. Manusia berharga sejauh mereka menawarkan sesuatu yang bermanfaat bagi
masyarakat. Manusia yang tidak lagi ‘produktif’ dan
memberatkan dan harus ‘dibuang’ dari masyarakat, seperti halnya barang-barang tua lainya yang tidak berguna lagi. Oleh karena itu, statistik dan angka berubah menjadi
alat yang ampuh untuk mengendalikan hidup individu manusia!
Dalam
novelnya, “Night”
, Elie Wiesel menceritakan pengalamannya di kamp
konsentrasi Jerman Nazi di Auschwitz, Polandia, di mana diduga sejuta orang Yahudi
telah dibunuh hanya karena mereka
Yahudi. Dia selamat dari hukuman mati,
dan ia masuk kamp kerja paksa.
Saat ia masuk kamp ini, penjaga mentato tangan kirinya dan menempatkan nomor permanen di mana semua orang bisa melihatnya. Wiesel kemudian menulis, “Saya menjadi A - 7713. Sejak saat itu, saya tidak punya nama lain.” Orang-orang menjadi nomor tanpa nama dan hanya seperti
nomor lain, mereka dapat dengan mudah dikurangi dari perhitungan. Bruno Mars
akan terus bernyanyi, “And it's so, it's so sad to think that she
don't see what I see.” Tuhan
sungguh
sedih ketika kita tidak lagi mampu melihat aspek yang paling indah
dari kemanusiaan kita.
Namun,
cerita kita tidak hanya serangkaian kegagalan tragis, tetapi juga kisah
perjuangan untuk mempertahankan keutamaan hidup dan melawan setiap bentuk ketidakadilan yang mendistorsi
visi kita tentang hidup. Pada Agustus 2013, badai tropis ‘Maring’
menghantam Metro Manila dan
beberapa provinsi lainnya di Pulau Luzon, Filipina. Hujan deras tidak berhenti selama
beberapa hari dan
sungai-sungaipun
meluap. Pagi 20 Agustus, penduduk sekitar mulai
mengungsi di Gereja Santo
Domingo, di mana saya tinggal. Kami kemudian membuka rumah Tuhan dan mengubahnya
menjadi sebuah pusat evakuasi sementara. Saya ditugaskan untuk menuliskan nama-nama
pengungsi dan membuat statistik sederhana. Kami menjadi tuan rumah untuk lebih dari 1.500 orang pengungsi
atau sekitar 350 keluarga. Ini adalah jumlah yang
mengejutkan dan kami tidak memiliki sumber daya yang cukup. Namun para
frater dan sesama relawan menolak
untuk memperlakukan para pengungsi sebagai angka belaka, tapi kami bertekad
untuk melayani mereka sebagai manusia dengan martabat,
meskipun mereka adalah anak-anak kecil, orang-orang sakit dan tua, dan mungkin di antara mereka adalah pecandu narkoba
dan
kriminal. Sangat
melelahkan, tapi kami percaya setiap orang sangat
berharga dan patut diperjuangkan.
Kabar
baiknya adalah bahwa kita tidak sendirian dalam upaya sederhana untuk membantu sesama dan dengan demikian, menunjukkan kepada dunia bahwa
sungguh hidup tak ternilai
harganya. Tuhan bersukacita dalam setiap pribadi. Dia tidak pernah kehilangan
harapan dalam mencari domba yang hilang atau berharap pada kedatangan anak yang
hilang, karena setiap orang dari kita sangat berharga dan menakjubkan,
karena itulah kita!
Frater Valentinus Bayuhadi
Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment