Minggu Pra-Paskah kedua
16 Maret 2014
Matius 17:1-9
Yesus datang
kepada mereka dan menyentuh mereka sambil berkata: "Berdirilah, jangan
takut!"(Mat 17:7)
Kita,
manusia, memiliki panca indera, dan percaya
atau tidak yang paling mendasar di antara lima indra ini adalah indra peraba/kemampuan untuk merasakan, untuk
disentuh dan menyentuh. Bahkan, semua indera lainnya juga bergantung pada indra yang satu ini.
Mata harus bersentuhan
dengan spektrum cahaya untuk melihat. Gendang telinga kita menerima getaran
suara. Indra
pengecap kita diaktifkan ketika lidah kita mengalami kontak
dengan zat-zat kimia yang berasal
hal-hal yang kita kunyah. Dan tidak seperti indra lain yang menempati hanya
sebagian kecil dari tubuh kita
(mata, lidah, telinga dan hidung), indra
peraba hampir mencakup seluruh tubuh kita. Namun, sayangnya, karena indra ini yang paling
mendasar dan umum,
kita cenderung untuk
mengabaikannya.
Sekarang,
menyadari bahwa kita didominasi oleh
indra peraba, setiap kontak fisik yang kita alami adalah sangat
sederhana namun juga
sangat berpengaruh. Menjadi makhluk peraba, setiap gerakan
jasmani dapat membangun
atau menghancurkan seseorang. Suatu
hari, saya mengunjungi sebuah panti asuhan di tengah Quezon City. Saya
bertemu anak-anak kecil dari usia 4 sampai 6, banyak dari mereka yang
ditinggalkan orang
tua mereka. Saat
berinteraksi dengan mereka, satu hal yang mereka ingin selalu lakukan adalah memeluk saya dan meminta saya untuk
mengendon mereka. Ada kedekatan emosional yang anak-anak ini ingin dari saya, semua ini karena
mereka tidak memiliki hal yang paling penting pada usia mereka: kedekatan
dan sebuah cinta
kasih di dalam keluarga yang terekspresi melalui sentuhan, pelukan dan kecupan.
Ketika saya
masih novis, saya ditugaskan di rumah sakit khusus untuk penderita kusta di Tala,
Metro Manila. Di sana, saya membantu dalam
perawatan luka-luka beberapa pasien, dan lebih penting lagi, saya ada di sana untuk mendengarkan cerita mereka. Orang-orang
ini sebenarnya memiliki
kasus luar biasa karena meskipun kusta dapat disembuhkan, ada sesuatu dalam
sistem tubuh mereka yang menolak proses
pengobatan,
dan mereka harus tinggal di rumah sakit itu untuk waktu yang lama. Beberapa bahkan tidak tahu lagi harus
kemana. Apa mengerikan tentang Kusta adalah bahwa penyakit ini
perlahan-lahan memakan indra peraba kita! Pelan-pelan
penyakit ini menghancurkan saraf-saraf perasa mereka dan, secara bertahap,
anggota badan mereka
hancur akibat luka-luka
yang mereka tidak rasakan! Rasa dari
sentuhan sangatlah
penting dan kekurangan atau kelebihan
dari sebuah sentuhan bisa membunuh kita
secara emosional dan bahkan literal.
Yesus sangat
menyadari kekuatan dari sebuah
sentuhan. Dalam Injil hari ini, Yesus mengungkapkan keintiman kepada ketiga
murid pada waktu yang tepat dan cara yang benar. Dia tidak hanya berubah diri dalam rupa yang kuat
dan menakutkan, dan dipuja
bahkan oleh Musa dan Elia, tetapi Dia juga menyentuh tiga teman-Nya yang gemetar dan
meyakinkan mereka bahwa semua
akan baik-baik saja. Bahkan, membaca keempat Injil, kita
mungkin akan kagum pada
Yesus yang
menyentuh orang-orang dan mengubah hidup mereka. Dia
merangkul banyak orang, termasuk orang-orang berdosa dan orang-orang dengan
penyakit menular, Dia menikmati persahabatan
dengan murid-Nya, dan akhirnya, ia menyerahkan tubuh dan
darah-Nya sendiri sebagai korban suci untuk keselamatan kita. “Ambillah,
makanlah: Inilah Tubuh-Ku!”
Yesus tahu
bahwa setiap orang merindukan keintiman yang tulus dan persahabatan yang
berarti, dan Yesus memahami bahwa keinginan dasar ini dapat
dipenuhi oleh sebuah
sentuhan atau gerakan tubuh yang penuh kasih. Satu hal yang saya perhatikan ketika saya
memasuki Ordo Dominikan adalah bahwa saudara-saudara yang
lebih senior yang akan merangkul para yunior setiap kali, para yunior ini
melewati tahap-tahap penting dalam kehidupan membiara mereka, seperti penjubahan, mengucap kaup dan
pentahbisan.
Kita menyebutnya “abraso.” Ini
adalah tanda indah untuk penerimaan, tetapi lebih dari merupakan simbol yang lebih
kuat yang memberitahu mereka, “Jangan
khawatir, kamu sekarang aman karena kita bersamamu!”
Sebagai
pengikut Kristus , kita harus berani untuk menyentuh dan disentuh, dan
membiarkan gerakan
tubuh kita yang sederhana ini menjadi pertanda kasih sejati. Seperti Yesus menyentuh hidup
kita, kitapun
dimampukan untuk menyentuh hidup orang lain.
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno,
OP
No comments:
Post a Comment