Minggu Pra-Paskah kelima
6 April 2014
Yohanes 11:1-45
“Maka
menangislah Yesus (Yoh 11:35)”
Yesus
menangis bagi Lazarus. Hal
ini berarti Allah sendiri
yang meneteskan air mata untuk
manusia. Injil hari
ini menceritakan
kisah langka di mana Yesus mengungkapkan sisi manusia-Nya yang
lembut. Tidak diragukan lagi, Yesus adalah Tuhan dan ia memanifestasikan
kekuatan ilahi-Nya
dalam banyak peristiwa seperti penyembuhan
orang sakit, menguasai kekuatan alam, memberi makan ribuan orang dan
membangkitkan orang mati. Namun,
sering kali, alasan utama mengapa ia melakukan mujizat adalah belas kasih-Nya
bagi manusia.
Lazarus,
Maria dan Marta tidak
diragukan lagi merupakan sahabat dekat Yesus. Dan saat Ia mengetahui
bahwa seseorang yang dekat dengan hatinya telah tiada, Yesus menumpahkan emosi-Nya dan meneteskan air matanya. Peristiwa ini begitu
dramatis sehingga Yohanes Penginjilpun
mengabadikannya di dalam Injilnya. Ini adalah kemanusiaan Yesus pada
puncaknya: kepenuhan belas
kasih. Namun,
ekspresi-Nya ini bukanlah sesuatu yang aneh
karena hampir semua pria dan wanita juga
mengalami perasaan yang sama: kita juga menangis ketika kita kehilangan teman-teman
kita atau anggota keluarga. Sungguh, Yesus adalah Manusia dan juga Allah. Dan baru kemudian,
setelah Ia menjadi bagian dari penderitaan Martha dan Maria, Ia pun datang
membangkitkan Lazarus.
Di sini, kita
dapat melihat dinamika kasih Allah dan keterlibatan-Nya dalam
kehidupan manusia. Sebelum Tuhan campur tangan di dalam situasi sulit yang
kita alami,
Allah sudah berada di
tengah-tengah kita, berbagi rasa sakit dan penderitaan kita. Kita perlu ingat belas kasih (compassion)
berasal dari dua kata Latin “cum+passion”,
yang berarti “menderita bersama”. Karena itu,
ketika Allah kita adalah Allah yang berbelas kasih (compassion),
maka hal utama dan pertama yang Ia lakukan adalah merasakan apa yang kita rasakan dan
bahkan ia menderita bersama
kita. Kemudian, jika Tuhan melakukan mujizat dalam
sulitan hidup kita, itu adalah langkah kedua dan sering langkah kedua ini tidak
selalu terjadi karena
langkah pertama sudah lebih dari cukup.
Namun,
permasalahannya dengan kita adalah kita mengabaikan dinamika kasih Allah ini dan meminta
Tuhan untuk memecahkan masalah kita secara
instan. Dalam waktu-waktu
sulit, kita berdoa kepada Tuhan meminta-Nya untuk
menghapus semua masalah dan rasa sakit seketika.
Namun, ketika jawaban yang diharapkan tidak datang, kita mulai kehilangan
kesabaran dan menyalahkan Tuhan.
Sungguh keterlaluan kita ini!
Maka, melalui Injil
hari ini, kita diingatkan
secara lembut bahwa Tuhan tidak bekerja dengan cara kita. Untuk
memberikan mukjizat adalah seperti halnya
bonus, tetapi yang lebih penting
adalah cinta-Nya
diwujudkan dalam belas kasih-Nya. Bahkan sebelum kita berdoa kepada-Nya, dia
sudah bersama kita di saat-saat paling gelap dari kehidupan kita, karena kehadiran-Nya adalah
mujizat pertama dan yang paling penting di dalam hidup kita. Bahwa kita
ingat akan Dia
di hari-hari bermasalah dalam
hidup kita, ini berarti bahwa Ia tidak jauh. Bahwa ada orang-orang yang tiba-tiba
memberikan dukungan kepada kita adalah bukti lain dari bimbingan-Nya. Dan, bahwa kita
menjadi kuat untuk menanggung kesulitan
dan penderitaan adalah tanda bahwa Allah telah mengambil banyak
penderitaan kita sebagai miliknya
sendiri, and bersama kita memanggul salib kita.
Frater Valentinus Bayuhadi
Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment