Minggu Paskah ke-2
27 April 2014
Yohanes 20:19-31
"Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku,
ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak
percaya lagi, melainkan percayalah (Yoh 20:27)."
Yesus telah
bangkit dan Injil
hari ini menunjukkan bahwa
Dia bangkit dengan tubuh-Nya. Dalam teologi, kita belajar bahwa tubuh Yesus ini disebut
sebagai “tubuh
yang mulia.” Ini adalah
tubuh yang nyata
tetapi juga tubuh
ini bukanlah
sekedar tubuh biasa seperti yang kita miliki. Uskup Theodoro
Bacani, profesor Kristologi
di University of Santo Tomas, mengajarkan saya bahwa tubuh yang mulia ini tidak lagi
tunduk pada hukum-hukum alam, dan dengan demikian, Yesus mampu menembus dinding
dan memasuki ruang terkunci tempat para murid berkumpul. Jelas, tubuh ini tidak akan
lagi mengalami penderitaan dan kematian. Yesus hidup selamanya dengan tubuh-Nya
yang mulia.
Namun, jika
kita melihat secara seksama Injil hari ini, ada fitur unik dari tubuh Yesus
bangkit: tubuh-Nya masih
menyandang tanda-tanda luka dari penyaliban-Nya. Jika Thomas mampu meletakkan
tangannya di luka Yesus, maka tubuh ini tidaklah
sempurna karena ada
‘cacat’ bawaan. Tapi, mengapa Yesus mengambil tubuh yang penuh bekas
luka ini dan bukannya
tubuh yang lebih
mulus? Yesus bisa memilih badan yang lebih perkasa dengan
segala otot yang menonjol dan
bahkan membuat wajah-Nya
lebih tampan dari actor
Brad Pitt. Lalu,
mengapa Yesus tetap memilih
untuk membawa tanda-tanda penderitaan-Nya
ini dengan kebangkitan-Nya?
Fr. Enrico
Gonzales, OP, profesor dan mentor saya, berpendapat bahwa tubuh mulia Yesus
mencerminkan tubuh-Nya di bumi,
yakni Gereja. Gereja kita penuh dengan luka karena dosa-dosa
yang dilakukan oleh kita, tapi Gereja
tidak pernah kehilangan harapan untuk kekudusan karena Yesus adalah sang kepala.
Selama sang kepala
sepenuhnya hidup dan ilahi, tubuh, meskipun sangat terluka, tetap dapat berharap
untuk masa depan yang lebih baik. Penderitaan akan sirna dan tubuh kita akan
menjadi seperti Dia.
Selain dari
perspektif eklesiologis, kita juga bisa merenungkan tanda-tanda ini sebagai
tanda kemenangan sejati
dan sebagai
kenangan akan ketekunan dan ketahanan kita pada masa-masa pencobaan.
Ya, Yesus telah bangkit dan memenangkan bagi kita keselamatan, tetapi karunia
penebusan ini,
meskipun cuma-cuma, tidak berarti murahan. Yesus harus menjalani penderitaan
dan kematian-Nya sebelum kebangkitan. Ia dikhianati oleh murid-Nya sendiri,
ditinggalkan oleh teman-teman dekat-Nya, dan dihukum secara tidak adil. Dia
mengalami penyiksaan
keji dan akhirnya
mati sebagai seorang kriminal. Semua ini, ia tanggung dengan kesabaran dan ia peluk dalam pengampunan. Luka-luka di
tubuh-Nya adalah tanda dan kenangan
tentang kemenangan sebuah
perdamaian atas kekerasan, sebuah pengampunan atas dendam dan sebuah kehidupan
atas kematian.
Mari kita
melihat kembali kehidupan kita dan merenungkan luka-luka di dalam hati kita. Apakah
kita masih merasakan sakit? Apakah kenangan masa lalu masih membawa kemarahan
dan kebencian? Apakah kita mampu memaafkan dan mengobati luka lama? Sekarang,
di masa Paskah
ini, marilah kita
memohon kekuatan Tuhan untuk membaharui hidup kita. Dan melalui
kuasa Tuhan yang bangkit, mari kita mengubah luka-luka kita dari sebuah tanda-tanda
kekalahan menjadi tanda-tanda kemenangan.
Frater Valentinus Bayuhadi
Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment