Hari Minggu
Biasa ke-23
7 September 2014
Matius 18:15-20
“Sebab di
mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di
tengah-tengah mereka
(Mat 18:20).”
Apa itu Gereja?
Kita mungkin
membayangkan sebuah bangunan di mana
kita bisa berdoa bersama-sama
atau mungkin
sekedar mencari inspirasi. Pemahaman kita tentang Gereja sebagai
sebuah tempat benar
adanya, tetapi belum lengkap. Mengapa? Mari kita lihat realitas konkret dalam kehidupan kita sehari-hari. Di Filipina dan
Indonesia, kebanyakan gereja disesaki oleh
umat setiap hari Minggu dan banyak kegiatan yang berlansung di sana. Namun, sayangnya, di beberapa negara Eropa,
gereja-gereja sudah ditinggalkan umatnya dan siap untuk dikonversi menjadi musium ataupun kedai kopi. Di sini, kita bisa menarik
kesimpulan bahwa kita yang
berkumpul dalam doa, adalah umat yang mengubah tempat tertentu menjadi Gereja. Apa yang membuat gereja sebuah Gereja bukanlah bangunan fisiknya tapi kita, umat yang bersatu. Dengan demikian, Gereja adalah kita!
Namun, orang-orang seperti apakah yang membentuk sebuah
Gereja? Apa yang membedakan kita dari perkumpulan atau organisasi-organisasi lain? Apa
yang membuat hubungan kita unik
dan berbeda dari jejaring raksasa seperti Facebook? Apa yang membedakan kita dari perusahaan-perusahaan multi-nasional seperti Google? Jawabannya benar-benar
sederhana, namun hal ini menjadikan pembeda yang krusial dan
mendasar.
Dalam Injil
hari ini, Yesus mengatakan bahwa
ketika kita berkumpul dalam nama-Nya,
Dia berada di tengah-tengah
kita (lih Mat 18:20). “Kita berkumpul dalam nama-Nya” dan ini mengubah segalanya. Kita
tidak datang bersama-sama untuk bersenang-senang dan bersantai, bukan untuk mendapatkan
keuntungan pribadi
dan pastinya bukan untuk mempromosikan agenda politik
kelompok kecil kita. Bahkan ketika kita bersatu untuk melakukan perbuatan baik,
tetapi tidak dalam nama-Nya, kita hanya menjadi seperti pekerja sosial yang baik,
tetapi tidak lebih dari itu. Ini
mengapa Paus Francis
di awal kepausannya,
mengingatkan kita bahwa tanpa Kristus,
kita hanyalah organisasi non-pemerintah, dan bukan
Gereja.
Namun Gereja
yang bersatu di dalam nama Yesus bukanlah
akhir dari segalanya. Yesus menyelesaikan
kata-katanya, “…Aku ada di tengah-tengah mereka.” Perkataan Yesus ini lebih mudah
dimengerti sebagai “kehadiran rohani” dan bukan fisik. Namun, kita
tidak boleh lupa bahwa Yesus tidak pernah berkata bahwa Ia akan bersama kita hanya secara ‘rohani’. Apakah mungkin bahwa Yesus benar-benar hadir di tengah-tengah kita setelah dua ribu tahun yang lalu Ia naik ke surga? Lalu bagaimana mungkin ini terjadi? Jawabannya cukup
sederhana: Dia memanifestasikan diri-Nya dalam
Ekaristi. Hosti suci dan anggur benar-benar menjadi Tubuh dan Darah Kristus dan Diapun hadir secara fisik di antara kita yang berkumpul dalam
nama-Nya dan bahkan Ia menjadi bagian dari tubuh dan hidup
kita saat kita menyantap hosti dan anggur suci ini. Untuk mengingatkan akan perjamuan suci ini, Romo Gerard Timoner, OP,
romo provincial OP dari
Filipina, selalu membuka
perayaan Ekaristi dengan, “Kita berkumpul di dalam Nama Bapa, Putra dan
Roh Kudus.” Kita diingatkan bahwa Ekaristi
adalah kumpulan orang,
atau tepatnya komunitas, di dalam nama Tuhan, dan Dia dengan umat-Nya. Melalui Ekaristi,
kita menjadi Gereja, dan kebenaran kata-kata
Yesus, “Ketika dua atau tiga berkumpul dalam nama-Ku, Aku
ada di tengah-tengah mereka.” menjadi sebuah kenyataan. Saat kita
berkumpul dalam Misa suci, kita menjadi sungguh umat yang disatukan oleh Yesus
sendiri, dan ini adalah identitas kita yang sejatinya.
Frater
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment