Hari Minggu Biasa ke-33
16 November 2014
Matius 25:14-30
“Sebab
hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang…mempercayakan hartanya kepada
hamba-hambanya (Mat 25:14).”
Perumpamaan
dalam Injil hari ini sangat
kita kenal sebagai perumpamaan tentang talenta. Banyak refleksi
dan renungan berputar di sekitar kata kunci ‘talenta’, tentang
bagaimana talenta-talenta ini digunakan, dikembangakan dan digandakan. Talenta menjadi sebuah alat pengukur
dari keberhasilan atau kegagalan seorang hamba dalam menjalankan tugas mereka. Lalu, kita pun merefleksikan
‘talenta-talenta’ yang telah kita terima dari Tuhan dan bagaimana kita telah
menggunakan talenta ini.
Namun, jika kita lihat lebih
mendalam perumpamaan ini, sebenarnya ada sesuatu yang lebih
mendasar daripada ‘talenta’.
Hal ini adalah
relasi antara sang
tuan dan para
hambanya. Perumpamaan kita hari ini
berbicara tentang relasi yang berlandaskan pada sebuah
kepercayaan. Tuan rumah berani memberi
talenta berharga kepada hamba-hamba-Nya karena ia tahu karakter
dan kemampuan mereka, dan memiliki kepercayaan kepada mereka. Di sisi lain, dua hamba bekerja
keras untuk melipatgandakan talenta karena mereka menaruh kepercayaan kepada
tuan mereka bahwa kerja
keras mereka akan dihargai dengan adil. Pelipatgandaan talenta sebenarnya adalah tanda
lahiriah relasi
manusia yang berdasarkan kepercayaan.
Kepercayaan membangun setiap relasi antar
manusia yang otentik. Dari persahabatan sederhana
antara dua teman
hingga demokrasi kompleks yang melibatkan jutaan warga,
semuanya dimulai dengan kepercayaan dan hanya
bisa bertahan karena kepercayaan yang sama. Sebuah pernikahan
yang sejati dimulai dengan cinta
kasih dan kepercayaan antara suami dan istri. Tanpa kepercayaan, tidak mungakin
seorang pria akan memberikan seluruh dirinya kepada istrinya dan begitu juga sang wanita terhadap suaminya.
Ini sebabnya Gereja hanya melihat pernikahan sebagai sah dan tak terceraikan
ketika kedua
mempelai memasuki
relasi pernikahan mereka dalam kebebasan, cinta kasih dan kepercayaan. Niat-niat lain yang
melandasi pernikahan seperti kepentingan pribadi, pencarian kesenangan atau
paksaan membuat pernikahan otomatis
tidak sah.
Agustus 2014 yang lalu, masyarakat
Indonesia secara langsung memilih
presidennya,
dan kita dengan
bangga miliki sekarang Joko Widodo sebagai presiden Republik Indonesia. Pemilu
adalah bagian penting dari setiap sistem demokrasi dalam memilih pejabat
pemerintahan,
dan demokrasi yang otentik hanya terjadi jika ada kepercayaan masyarakat
terhadap pemimpin mereka.
Sayangnya,
tidak semua hubungan yang dibangun di atas kepercayaan. Kepalsuan dan dusta bersumber pada kepentingan pribadi dan egosentrisme memotivasi beberapa
orang untuk masuk ke dalam relasi.
Lalu, setelah mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan,
mereka meninggalkan begitu
saja pihak lain dalam kehancuran. Hal ini terjadi ketika seorang
gadis membuka rahasia teman dekatnya; ketika seorang suami meninggalkan istrinya karena ia tidak
lagi cantik dan kaya; atau,
saat politisi berjanji
palsu hanya untuk memenangkan pemilu. Karena itu,
kepercayaan selalu melibatkan risiko. Kita tidak bisa membaca niat orang lain
dan meramalkan peristiwa yang
akan terjadi. Kita
menjadi tidak berdaya dan rentan.
Mengapa sang
tuan percaya kepada hamba-hambanya
meskipun ia
menghadapi ketidakpastian
akan masa depan?
Perumpamaan hari
ini sungguh mengajarkan kita bahwa selalu ada resiko, ketidakpastian
dan bahaya, namun intinya adalah bahwa tuan rumah tidak menyerah pada rasa
takutnya. Ia
mengerti bahwa hanya sebuah
kepercayaan yang
bisa melahirkan kepercayaan
dalam diri orang lain. The 'talenta' tidak
sekedar tentang ‘bakat’ tetapi berubah menjadi simbol dari kepercayaan. Mempercayai seseorang adalah hal yang
sangat beresiko, tetapi tanpa memberikan kepercayaan kita, 'talenta'
yang kita miliki tidak akan tumbuh dan mempengaruhi kehidupan orang lain.
Melalui perumpamaan ini, Yesus ingin mengajarkan kita cara untuk membangun sebuah komunitas manusia yang sejati. Ini
dimulai dengan ‘talenta’
kepercayaan yang
kecil dan kemudian
tumbuh dan
berlipatganda karena kita berani untuk memberikan ‘talenta’ kepada sesama.
Kita adalah tuan dari rumah
karena talenta yang kita miliki. Sekarang terserah kepada kita, apakah akan
menyembunyikan
‘talenta’ ini dan
kemudian perlahan-lahan menyusut dan lenyap, atau memilih untuk
membagikannya dengan sesama dan
juga memperkaya kehidupan orang lain. Pilihannya adalah milik
kita.
Frater Valentinus Bayuhadi
Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment