Hari Raya Kristus Raja
23 November 2014
Matius
25,31-46
“Apabila Anak Manusia datang
dalam kemuliaan-Nya dan semua malaikat bersama-sama dengan Dia, maka Ia akan
bersemayam di atas takhta kemuliaan-Nya
(Mt 25:31).”
Segala
sesuatu di dunia ini akan
berakhir. Semua hal, mulai dari
batu kerikil hingga organisme yang paling kompleks, tidak
bisa menghindar dari
garis akhir eksistensi mereka. Ilmuwan bahkan sepakat bahwa alam semesta ini tidaklah abadi and pasti suatu saat akan kehabisan
energi dan menemukan kehancurannya. Jika ada satu
yang mengikat segala sesuatu di dunia ini, hal
ini adalah kita semua
berjalan menuju garis paling akhir.
Namun, siapa di antara kita yang mau berpikir secara serius tentang akhir hidup kita? Banyak
dari kita lebih suka menghindari topik ini dan
memilih bahan pembicaraan lain. Kita sadar bahwa kita sangat
takut jika akhir hidup kita sungguh datang, oleh karena
itu terkadang tema ini menjadi tabu untuk dikemukakan. Tetapi, kenapa kita takut dengan akhir kehidupan? Mungkin karena sungguh alamiah bagi kita untuk melestarikan kehidupan kita, semacam naluri untuk bertahan hidup. Tak seorang pun ingin mengakhiri hidupnya,
namun, jauh di dalam hati, kita menyadari bahwa hal ini
adalah kenyataan yang paling pasti dalam hidup kita.
Hari
ini, kita merayakan Hari Raya Kristus
Raja, dan
secara khusus, Gereja menandai akhir
dari kalender liturginya. Tapi, mengapa Gereja
memperingati suatu ‘akhir’? Biasanya, kita berpesta
untuk Tahun Baru, dan bukan akhir tahun,
tetapi Gereja memiliki nada yang berbeda dalam hal ini karena Gereja tidak mau tertipu dengan ilusi bahwa Gereja tidak memiliki titik akhir. Yesus, Sang
kepala Gereja,
tidak menjanjikan bahwa Gereja tidak akan pernah berakhir,
melainkan Dia berjanji
akan selalu bersama kita sampai akhir zaman (lih Mat 28:20). Ada akhir pada zaman ini, dan
ini juga akhir Gereja di bumi.
Ini
mungkin sebuah kebenaran yang
tidak nyaman didengar, tapi tetap ini adalah
sebuah kebenaran yang mempengaruhi kita semua.
Gereja memahami bahwa penolakan terhadap
realitas akhir kehidupan ini adalah sia-sia dan ilusi
belaka. Bahkan, kita
bisa
gagal untuk melihat tujuan hidup kita yang sesungguhnya dan tidak menghidupi hidup ini dengan sepenuh hati karena kita tidak
pernah berani merenungkan arti akhir hidup kita. Hanya
dengan merangkul akhir
hidup ini, kita dapat membuat
hidup kita berbuah dan bermakna.
Melalui perayaan hari ini, Gereja
mengajarkan kita kunci untuk merangkul akhir hidup kita. Kita keliru jika
kita berpikir tentang akhir hidup kita hanya sebagai sebuah kehancuran atau kematian. Akhir hidup
kita yang sebenarnya adalah Kristus
sendiri. Dia adalah Raja
karena hanya di dalam Dia, semuanya menemukan makna dan
kepenuhan. St. Thomas Aquinas, dalam bukunya Summa
Theologiae, mengingatkan kita pada
kebenaran mendasar bahwa kita semua berasal dari Allah dan
akan kembali kepada Allah. Ya, kematian dan dekomposisi
tubuh kita yang fana ini tidak
dapat dihindari, namun dengan
Kristus sebagai akhir hidup kita, kita hidup
bukan karena kita menghindari kematian,
tapi kita hidup sekarang
bagi Kristus. Saat kita merangkul akhir hidup kita, kita mulai melakukan hal yang benar.
Kita sekarang bisa fokus pada apa yang benar-benar penting
dalam hidup, yakni mencintai Yesus
dan mengasihi orang lain karena
Yesus.
Semua akan berakhir, tetapi saat kita menemukan Kristus Raja, sungguh hidup
kita menemukan kepenuhannya.
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno,
OP
No comments:
Post a Comment