Minggu Keempat Adven
21 Desember
2014
Lukas 1: 26-38
“Kata
malaikat itu kepadanya: "Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh
kasih karunia di hadapan Allah. (Lukas 1:30).”
Apakah
seseorang pernah memberikan
sebuah pertanyaan yang membutuhkan jawaban dari lubuk
hati kita terdalam? Apakah teman
dekat kita pernah
menyodorkan kata-kata yang mengubah
hidup
kita? Apakah orang
yang paling penting dalam hidup kita penah mengatakan sebuah kebenaran
yang menyakitkan tetapi juga membuka mata kita? Ini adalah momen kebenaran, sebuah persimpangan jalan kehidupan bagi kita karena jawaban yang kita sodorkan akan mengubah
kita selamanya.
Saya ingat 12 tahun yang
lalu, sahabat saya mengajak saya
untuk menemani dia mengambil ujian masuk ke seminari
menengah. Walaupun
menjadi imam adalah cita-cita masa kecil, saya
tidak punya rencana saat itu
untuk masuk seminari, tetapi
saya tetap mengatakan ‘ya’ karena dia adalah
teman terdekat saya. Tentunya kata
‘ya’
yang saya ucapkan bukanlah hasil pemikiran panjang, tapi inilah kata ‘ya’ yang mengubah hidup saya secara
radikal. Tentu saja, pertanyaan yang paling sulit
untuk dijawab bukan dari ajakan teman saya ini, melainkan
dari ibu saya setelah beliau tahu bahwa saya telah lulus
ujian
dan diterima, "Bayu, apakah kamu benar-benar ingin masuk seminari?" Ini menjadi titik balik hidup saya.
Injil
hari ini menceritakan
salah satu kisah terindah dalam Alkitab. Kita mendengar bahwa Malaikat Gabriel memberikan Kabar Suka Cita kepada Maria bahwa dia akan mengandung, dan anak ini akan menjadi Sang
Penebus dunia. Sungguh, kisah ini menjadi titik
nadir setiap manusia. Hal ini karena Gabriel berani bertanya kepada
Maria sebuah
pertanyaan yang sangat sulit, dan hampir mustahil. Pertanyaan ini tidak hanya sulit dijawab, tetapi juga membuat bingung, gelisah
dan takut Maria. "Bagaimana
hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" Syukurlah, Maria menerima
kabar ini, dan seluruh dunia bergembira. Oleh karena jawaban ‘Ya’ Maria ini, duniapun
berubah menjadi baru.
Sekarang, mari kita mengarahkan mata kita ke protagonis kedua dalam drama hari ini, malaikat Gabriel. Tentunya, sebagai malaikat yang
setia dan penuh
kuasa, ia tidak memiliki keraguan pada kekuatan Allah,
namun masalahnya adalah bagaimana
meyakinkan Maria untuk menerima
kehendak Allah. Kita ingat bahwa Gabriel juga menjalankan misi yang hampir sama untuk Zachariah
dan dia bisa dibilang ‘gagal’ untuk menyakinkan Zachariah. Dia kemudian harus menghukum
Zachariah dengan kebisuan sehingga ia bisa belajar dari kesalahannya. Syukurlah, Gabriel
tidak perlu membisukan
Maria seperti halnya Zachariah.
Melihat
dari sudut pandang ini,
misi malaikat Gabriel ini banyak menyebabkan sakit kepala baginya. Dia bisa saja meminta Tuhan untuk menjalankan rencana-Nya tanpa dia, atau mengirim malaikat lain seperti Mikael.
Namun, ia tahu betul
bahwa seseorang harus menghadapkan Maria dengan
pertanyaan yang sulit ini. Diapun mengambil resiko.
Karena keberanian Gabriel, Mariapun
harus berhadapan dengan pertanyaan yang tentunya
membawa kebingungan, mungkin ketakutan dan bahkan menyakitinya.
Ini adalah
pertanyaan yang membuat setiap manusia bergetar, menarik kita keluar dari comfort
zone, dan menghancurkan manusia lama dalam
diri kita. Pertanyaan
ini menyakitkan dan meresahkan, namun
tanpa pertanyaan ini, kita mungkin akan
kehilangan
kesempatan untuk melihat kehendak Allah dalam hidup kita. Kita mungkin menjadi manusia hangat-hangat kuku dan bahkan pecundang.
Ini adalah pertanyaan yang membuka kepenuhan hidup kita. Gabriel tahu ia akan memberi rasa
sakit bagi Maria, namun karena kasihnya bagi Allah dan Maria lebih besar dari
rasa takut ini, dia pun mengambil keputusan yang tepat. Di surge, Maria tentunya berterima kasih kepada Gabriel yang telah
berani menghadapinya dan kitapun harus berterima
kasih kepada orang-orang yang berani menyodorkan pertanyaan-pertanyaan sulit ini dalam hidup kita.
Masa Adven menjadi
waktu yang tepat bagi kita untuk berefleksi dan mengingat kembali pertanyaan-pertanyaan sulit dalam hidup kita dan
juga jawaban yang kita berikan.
Ketika saatnya tiba kitapun dipanggil untuk juga menghadapi
orang yang kita cintai dan mengajukan
pertanyaan yang membuka mata mereka, walaupun hal
ini terkadang menyakitkan mereka. Mark Twain, seorang penulis
dari Amerika, pernah berkata, “Dua hari yang paling penting dalam hidup Anda adalah hari yang Anda dilahirkan
dan hari Anda mengerti mengapa Anda dilahirkan.” Kita harus
berterima kasih orang-orang yang berani
untuk membantu kita menemukan ini ‘mengapa’ kita di sini sekarang, dan pada
gilirannya, kita juga harus membantu sahabat-sabahat kita untuk menemukan ‘mengapa’
dalam hidup mereka.
Frater Valentinus Bayuhadi
Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment