Minggu ketiga Adven
14 Desember 2014
Yohanes 1:6-8,19-28
“Saya bukan
sang Mesias (Yoh 1:20).”
Masyarakat kita memiliki sebuah sistem
dimana tidak semua orang bisa menjadi orang nomor satu. Dalam kompetisi renang Olimpiade,
tidak masuk akal jika semua perenang meraih medali emas. Atau, dalam dunia usaha, perusahaan akan
runtuh jika memiliki
lebih banyak
CEO daripada
karyawan biasa. Oleh karena ini, hanya sedikit dari kita yang bisa mencapai tampuk pimpinan
teratas, sementara sebagian
besar umat manusia harus menempati posisi yang lebih
rendah.
Kabar baiknya walaupun
menempati posisi yang lebih rendah, kita terus dipanggil untuk menjadi yang
terbaik.
Namun, untuk menjadi orang nomor dua sekaligus menjadi
yang terbaik adalah salah satu tugas yang paling sulit. Hal ini terjadi karena kita menghadapi dua godaan: yang pertama adalah hasrat kita untuk selalu lebih unggul dari orang
lain dan terkadang kita menghalal segala cara. “Mengapa kita harus puas
menjadi nomor dua jika kita bisa keluar sebagai nomor satu?” Pelari memang akan bersaing di dalam trak, tetapi
jika persaingan kemudian keluar dari arena, ini akan menjadi tidak sehat dan
bahkan berbahaya. Godaan kedua adalah tendensi bersikap hangat-hangat kuku. “Jika kita tidak bisa mencapai
puncak, mengapa kita
harus mencoba menjadi yang terbaik?”Sebuah bisnis tidak akan berhasil jika
hanya CEO yang
bekerja begitu keras namun seluruh perusahaan hanya duduk bermalas-malasan. Jelas,
kedua sikap ini tidak benar.
Injil
hari ini berbicara tentang Yohanes Pembaptis. Dia adalah personifikasi dari orang nomor dua yang tebaik.
Dia tahu bahwa dia memiliki karisma dan kekuatan untuk menarik banyak orang kepada dirinya sendiri. Dia bisa saja menjadi seorang
pengkhotbah terkenal
dan bahkan menjadi pemimpin politik, andai saja ia memproklamirkan dirinya sebagai Mesias. Namun, dia
tidak
melakukan itu. Dia tahu betul
bahwa Mesias adalah Yesus dan ‘untuk
membuka tali sepatu-Nya pun’ ia
bahkan menyatakan tidak layak. Itu
menerima bahwa dia adalah orang nomor dua bagi Yesus, sahabat
terbaik dari sang mempelai laki-laki. Namun, apa
yang membuat Yohanes ‘terbaik’ adalah hal lain. Sadar bahwa dia bukan
Mesiah, Yohanes bukannya mencari profesi lain atau sekedar
suam-suam, tetapi ia melakukan
apa yang terbaik untuk melayani Mesias dan untuk mempersiapkan jalan bagi kedatangan-Nya. Dia memiliki
kerendahan hati untuk menerima identitasnya sebagai orang
kedua, dan ia menunjukkan komitmen besar kepada panggilannya untuk menjadi yang terbaik.
Seperti Yohanes, kita bukanlah Mesiah. Dalam kehidupan kita sehari-hari, tidak semua dari kita memegang posisi
tertinggi di kantor, atau menjadi imam paroki, tetapi itu
tidak berarti bahwa kita menjadi sekedar penonton. Ribuan
umat datang ke Gereja Santo Domingo, Gereja
kami di Metro
Manila, untuk mengikuti
Misa hari Minggu. Bayangkan jika hanya seorang
imam melayani umat ini tanpa bantuan prodiakon, lektor dan putra altar, sang imam
bisa pingsan kapan saja. Tentunya, ada banyak cara
untuk yang menjadi yang terbaik meskipun tidak
berada di posisi teratas. Kita pun bisa belajar dari Edmund Halley,
astronom yang menemukan komet Halley.
Kita
sudah tidak asing dengan kisah
Isaac Newton yang menemukan hukum gravitasi karena sebuah apel yang jatuh. Namun, sebenarnya Halley lah yang bertanggung
jawab atas teori Newton menjadi terkenal. Halley menantang Newton untuk
menulis rumusan untuk menjelaskan jatuhnya apel tersebut dan bahkan
ia mengevaluasi karya matematika Newton tersebut. Tidak hanya itu, diapun mendorong Newton untuk menuangkan hasil
pemikirannya dalam sebuah buku, Mathematical
Principles of Natural Philosophy, bahkan ia meyunting buku tersebut, mengawasi publikasinya, dan membiayai percetakannya, meskipun Newton sebenarnya
lebih kaya dari Halley. Halley tidak
mendapat pengakuan karena hal ini, tetapi ini bukan
masalah buat dia.
Sebenarnya, Halley bisa mencuri ide Newton dan menjadi popular, atau dia bisa saja membiarkan Newton memecahkan masalah dengan sendiri, tapi Halley tahu betul bahwa
dia adalah orang kedua
terbaik bagi Newton
dan tentunya sebagai seorang sahabat, ia tidak akan jatuh
ke dalam godaan.
Sungguh tidak mudah untuk menjadi
orang kedua yang terbaik, tetapi belajar dari Edmund Halley dan Yohanes
Pembaptis, kita dapat berkembang
juga menjadi orang kedua terbaik versi kita sendiri.
Frater Valentinus Bayuhadi
Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment