Ketiga
Minggu Paskah
April 19,
2015
Lukas 24:
35-48
“Lihatlah
tangan-Ku dan kaki-Ku: Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, lihatlah
... (Luk 24:39)”
Tubuh kita
adalah bagian penting dan integral dari iman kita. Hal pertama yang Yesus
lakukan ketika Ia hadir di tengah
para murid-murid-Nya
adalah membuktikan bahwa Dia memiliki tubuh yang hidup. Dia bukan roh tanpa
tubuh yang mengambang,
atau hantu. Ia membiarkan para murid untuk menyentuh tubuh-Nya yang
hangat dan menunjukkan kepada mereka bahwa Ia bisa makan seperti
makhluk hidup lainnya lakukan. Dia ada di sana untuk membuktikan bahwa Ia telah
bangkit, tetapi juga untuk menunjukkan sentralitas tubuh kita dalam rencana
Allah.
Jika kita
kembali ke kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian, Allah sungguh sang
pencipta dari semua
hal, baik
dalam dunia jasmaniah maupun alam rohaniah. Lebih penting lagi, Allah melihat
kembali pada semua
citpaan-Nya dan menyatakan
bahwa mereka adalah
baik adanya. Oleh
karena itu, sangat tepat bagi Yesus untuk
bangkit dari
kematian dengan tubuh-Nya,
karena tubuh-Nya menjadi penegasan akan
karya kreatif Bapa-Nya
saat penciptaan.
St. Dominikus
de Guzman membela keutuhan ciptaan saat ia berani melawan ajaran sesat
Albigentian di Perancis Selatan.
Secara sederhana, doktrin
utama Albigentian adalah bahwa ada
dua jenis tuhan: tuhan yang baik sebagai
penguasa dunia roh dan tuhan
yang jahat sebagai bos dari dunia jasmani. Tubuh kita adalah jahat dan harus dimusnahkan. St. Dominikus
mengecam ajaran
sesat ini karena kita hanya memiliki satu Tuhan dan Dia
menciptakan alam baik spiritual dan jasmani sesuai dengan Penyelenggaraan-Nya yang baik. Tubuh kita adalah baik adanya.
Namun, kita juga mengakui bahwa
tubuh kita lemah, tunduk pada godaan, penderitaan dan kematian. Kita juga sering
berbuat dosa melalui tubuh kita. Dengan mulut kita, kita bisa bergosip.
Dengan tangan kita, kita terlibat dalam kekerasan dalam rumah tangga. Banyak dosa
terhadap seksualitas kita, juga
dilakukan melalui tubuh kita. Dalam ritus lama Sakramen Pengurapan Orang
Sakit, imam akan mengurapi
minyak suci pada semua panca indera: mata, hidung, telinga, mulut dan tangan,
karena kita telah berdosa menggunakan semua indra tersebut.
Tapi, jauh
lebih signifikan daripada
sebuah tempat dosa, tubuh kita adalah sangat baik karena tubuh
kita merupakan instrumen kasih karunia dan keselamatan kita. Kita
berbuat baik juga
melalui tubuh kita. Dalam sakramen pernikahan, inti dari sakramen ini adalah
pemberian tubuh secara
total terhadap
satu sama lain, antara suami dan istri. Itulah sebabnya ketika
sakramen ini adalah
‘ratum’
dan ‘consumatum’,
tidak ada kekuatan manusia dapat memisahkan
kesatuan antara suami dan istri
ini. Suami
dan istri bersama-sama mencapai keselamatan mereka melalui tubuh mereka, dalam tindakan persetubuhan yang
kudus, dalam menyediakan
kebutuhan
pasangannya, dalam melahirkan anak-anak mereka, dan membawa satu
sama lain lebih dekat kepada
Tuhan. Untuk para imam dan religius, kita memang
tidak mengemban tanggung jawab dalam
hidup berkeluarga dan rumah tangga, tapi kita juga
menyerahkan totalitas tubuh kita kepada Allah dan Gereja-Nya dalam doa dan
pelayanan. Dengan demikian, baik orang yang telah menikah maupun mereka yang hidup selibat
dipanggil untuk memberikan tubuh kita
sampai akhir,
sampai kita mecapai kematian,
karena hanya dalam kematian, tubuh kita berhenti menjadi organisme hidup, dan
menjadi lebih dari sekedar jenasah.
Kita
berterima kasih kepada Tuhan atas karunia tubuh kita ini. Mari kita juga meniru
tindakan-Nya kasih yang
agung sebagaimana Dia
memberikan tubuh-Nya yang mulia sebagai keselamatan kita dalam Ekaristi Kudus.
Frater Valentinus
Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment