Minggu Biasa ke-18
2 Agustus 2015
Yohanes 6:24-35
“Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk
makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak
Manusia kepadamu (Yoh 6:27).”
Ketika Santo
Ignatius Loyola memulihkan cedera
lututnya yang ia
dapatkan di pertempuran Pamplona, ia luang waktu untuk membaca kehidupan Yesus, serta orang-orang kudus yang berani,
seperti Santo Fransiskus dan Dominikus. Saat ia merenungkan perbuatan dan
kata-kata mereka, ia menemukan tahap awal spiritualitasnya. Dari saat itu,
kasih karunia Allah mulai merevolusi hidupnya, dan dia secara radikal bergeser
dari usahanya untuk
mengapai kemuliaannya
sendiri, menjadi
bagi kemuliaan Allah. Tak lama kemudian, bersama-sama dengan
teman-temannya pertama, ia membentuk Serikat Yesus, dikenal sebagai Yesuit.
Kisah St.
Ignatius dan banyak orang kudus menjadi inspirasi bagi kita semua. Para pria
dan wanita kudus ini
menanggapi ajakan
Yesus untuk meninggalkan segalanya dan mengikuti-Nya di jalan yang radikal.
Banyak yang menjadi martir
karena kasih mereka
untuk Yesus. Yang lainnya benar-benar meninggalkan semua yang mereka
miliki, dan berkomitmen untuk melayani
sesama.
Namun,
mengapa mereka cukup
gila untuk mengindahkan panggilan yang sulit ini? Saya percaya Injil hari ini memberi kita sedikit penerangan.
Orang-orang mencari Yesus karena Yesus mampu melipatgandakan roti dan mereka ingin selalu terpenuhi karena
Yesus.
Namun, Yesus mengingatkan mereka bahwa Dia datang bukan untuk
hanya memenuhi kebutuhan fisiologis mereka, tetapi pada dasarnya untuk
memberikan jawaban yang mendalam untuk kebahagiaan kita. Dia menawarkan Roti
Hidup, yang sebenarnya
adalah diri-Nya sendiri. Dia adalah makanan yang tidak akan binasa dan
yang membahagiakan kita dengan sukacita abadi.
Ini kembali pada paradox pencarian
kita untuk kebahagiaan sejati.
Untuk mencapai kebahagiaan ini, kita perlu untuk meninggalkan pencarian
untuk kemuliaan kita sendiri, dan membuat perubahan hati yang mendalam kepada
Allah dan untuk kemuliaan-Nya. Di sinilah, kita dapat merasakan manisnya Roti
Hidup. Tentunya, hal ini tidak mudah. Dunia memberikan kenyamanan yang akan memenuhi
kebutuhan dasar manusia
dengan segera:
kenikmatan jasmaniah, kepuasan emosional dan kebanggaan diri. Tapi,
kebahagiaan sejati tidak tinggal di sini, dan kita dipanggil untuk melampaui hal-hal ini,
memilih Yesus dan mengikuti-Nya. Dalam kata-kata Joseph Ratzinger, yang
kemudian menjadi Paus Benediktus XVI, dunia memberikan kita banyak kenyamanan,
tapi kita tidak diciptakan
untuk kenyamanan ini,
kita diciptakan untuk
sebuah kemuliaan.
Kita gagal untuk
hidup saat kita hanya memilih hal-hal duniawi ini.
Paradoks
terus berlanjut,
bahwa kita perlu – dalam kata-kata
Meister Eckhart, seorang
mistik Dominikan dari Jerman – membiarkan Allah menjadi Allah di dalam kita, dan kita
menemukan bahwa kita menjadi benar-benar hidup. Saat kita memilih opsi heroik
di dalam hidup, kita pasti bertemu jalan berbatu, dan bahkan menemukan diri
kita hilang, gagal dan frustrasi. Namun, kita tidak boleh mudah menyerah,
karena saat-saat kegelapan ini adalah bagian dari perjalanan pulang kita. Father
Timothy Radcliffe, OP berpendapat bahwa kadang-kadang, kita harus tersesat dan hilang,
agar kita dapat ditemukan
lagi, penuh
kesegaran dan hidup. Saat kita berjalan di jalan salib, kita
secara bertahap menemukan makna hidup yang baru, menemukan kemungkinan segar
untuk mencintai, dan membuka kepenuhan hidup. Ketika kita sepenuhnya menjalani
hidup kita, kita benar-benar mampu untuk memuliakan Tuhan. Sebagai St. Irenaeus
dari Lyon menulis, “Kemuliaan Allah
adalah manusia yang benar-benar hidup!”
Setiap kali,
kita mengatakan Amin pada Roti Hidup dan menerima Ekaristi, kita diajak untuk
membuka diri untuk yang pilihan heroik dalam hidup kita. Seorang ibu yang
memutuskan untuk memberikan hidupnya untuk bayinya yang baru lahir. Seorang
ayah yang bekerja begitu keras untuk memberikan kehidupan yang terbaik bagi
keluarganya, namun masih meluangkan
waktu untuk membawa mereka ke Gereja dan berdoa bersama. Seorang umat yang miskin
tetapi menolak untuk meninggalkan imannya
meskipun berbagai penganiayaan serta penawaran menggiurkan. Apakah kamu siap
untuk membuat tekad heroik untuk sepenuhnya hidup dan memuliakan Tuhan?
Bagi rekan-rekan seperjuangan di Serikat Yesus
Frater Valentinus
Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment