Minggu Biasa ke-22
1 September 2013
Lukas 14:1,7-14
“Pada
suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang
Farisi untuk makan di situ... (Luk 14:1)”
Kapan terakhir
kali Anda pergi ke Gereja? Mungkin, beberapa menit yang lalu, atau
baru pagi ini,
atau hari Minggu yang
lalu, atau hampir sebulan yang lalu, atau kita
bahkan lupa kapan
terakhir kali kita ke Gereja. Lalu,
mengapa Anda pergi ke Gereja? Mungkin,
kita bertujuan untuk memperoleh santapan rohani dari Firman dan Tubuh Kristus, atau kita sudah dikondisikan untuk menjalankan tradisi keluarga kita, atau kita hanya ingin menenangkan
ibu kita
yang cerewet. Mengapa kita
memilih Gereja itu dan bukan yang lain? Mungkin itu adalah Gereja paroki kita, atau
karena Gereja ini lebih mudah diakses
dari rumah kita, atau
Gereja itu ber-AC dan
nyaman, atau di Gereja itu, kita dapat mendengarkan pengkhotbah-pengkhotbah terbaik di keuskupan.
Saya percaya
bahwa motivasi kita untuk pergi ke Gereja tidaklah homogen, melainkan perpaduan unik dari
berbagai alasan, baik yang
suci maupun
yang tidak terlalu suci.
Izinkan saya untuk membuat sebuah pengakuan: Saya mengikuti perayaan
ekaristi setiap pagi di
Gereja Santo Domingo, yang terletak hanya beberapa meter dari kamar saya. Saya menyadari
bahwa Ekaristi adalah puncak dan kepenuhan hidup saya
sebagai seorang biarawan.
Di sana saya menemukan kehadiran-Nya yang nyata dan menjadi bagian dalam sakramen-Nya yang paling suci. Namun, seringkali,
saya
merasa motivasi saya tidaklah murni. Misa harian adalah sesuatu yang
diharuskan oleh atasan
kami dan dengan demikian, untuk
menghindari masalah dengan mereka, saya lebih baik tidak absen. Kadang-kadang, saya merasa sangat senang mengetahui
imamnya
adalah seorang pengkhotbah energik, tapi saya kemudian
berharap misa
segera berakhir ketika saya tahu bahwa khotbahnya datar.
Saya menyadari
bahwa saya adalah manusia
biasa, dan seperti orang lain, saya membawa seluruh
kemanusiaan saya dalam Ekaristi. Dalam Injil, Yesus menunjukkan bahwa
baik tamu maupun tuan rumah menghadiri
perjamuan untuk berbagai macam alasan: untuk merayakan hidup dengan teman-temannya, untuk menandai peristiwa penting dalam kehidupan, untuk
mencari popularitas atau sekedar bersenang dan bergembira. Seperti orang-orang di sekitar Yesus, kita mungkin
memiliki niat yang
bervariasi: untuk tumbuh secara rohani, untuk menikmati waktu dengan Tuhan, atau
hanya untuk dihibur oleh homili yang lucu, dan semua bercampur menjadi satu. Tidak diragukan lagi, Yesus meminta kita untuk memurnikan motivasi kita, tapi lebih dari itu, Dia tetap
menerima undangan kita dan menjadi bagian dari perayaan
hidup kita meskipun tidak
semua intensi kita sungguh murni.
Yesus tidak
menolak undangan maupun mengecam perayaan kita yang tidak sempurna, tetapi dia hadir dan berpartisipasi aktif dalam perayaan kita. Kita kehilangan banyak jika kita hanya
mempertimbangkan Ekaristi sebagai santapan para malaikat! Ini adalah perayaan
manusia biasa, di mana kita
membawa semua cinta, kekuatan, pergulatan dan kelemahan kita. Namun, meskipun kita bergulat terus-menerus, kita yakin bahwa Yesus juga ada bersama
kita, dan bergulat bersama kita. Di dalam keheningan, Dia ada membalut luka kita, dengan perlahan menyembuhkan hati kita yang terluka, dan dengan lembut mengubah hidup kita.
Bersabarlah
ketika kita tidak mencapai standar para malaikat, tetapi bersukacitalah bahwa dalam kemanusiaan, kita memilih untuk tidak menyerah, tapi untuk mengundang
Kristus dalam perayaan hidup kita dan mengijinkan Dia untuk secara perlahan
membentuk kehidupan kita.
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment