Hari Minggu Biasa ke-20
Lukas 12:49-53
18 Agustus 2013
“Aku datang bukan membawa damai, melainkan pertentangan”
Mengikuti
Kristus adalah sebuah
pilihan yang radikal karena kita harus
merubah orientasi pribadi kita hanya kepada Tuhan,
dan pelayanan bagi hidup sesama kita.
Seringkali menjadi
murid Kristus menempatkan kita dalam posisi yang canggung dengan sesama kita, dan tidak jarang
memaku kita pada situasi yang berbahaya dan bahkan mengancam jiwa.
Sejarah telah memberikan kesaksian bahwa umat Kristiani dengan jumlah yang tak terhitung lagi lebih memilih untuk mati sebagai martir daripada mengkhianati cinta mereka bagi Yesus dan sesama. Tentunya,
tidak semua orang harus menjadi martir, tapi
mengikuti Kristus tetap
menjadi pilihan yang radikal di dalam kehidupan kita sehari-hari. Suatu kali, seorang teman berbagi cerita bahwa dia jatuh cinta dengan seorang pria, rekan kerjanya.
Tentunya, jatuh cinta dengan seorang pria seusianya sangatlah wajar
dan alamiah. Namun, imannya kemudian mulai diuji ketika dia tahu bahwa sang pria bukanlah
seorang Katolik. lebih jauh lagi, sang pria menuntut dia untuk
pindah agama jika dia ingin sang pria untuk menjadi suaminya.
Dalam situasi
sangat sulit ini, iman tidak lagi sekedar masalah ibadat atau katekese, tapi sebuah pilihan radikal
yang membutuhkan pengorbanan yang sangat besar.
Kata-kata
Yesus dalam Injil hari ini berubah menjadi kenyataan bagi setiap orang yang
berkomitmen kepada-Nya. “Aku membawa
pertentangan bukan perdamaian.” Pertentangan, pemisahan dan permusuhan adalah konsekuensi mengikut
Yesus. Sungguh
sangat sulit mengikuti Kristus. Namun, kabar
baiknya adalah bahwa Yesus tidak berniat untuk menghancurkan kita melalui ‘api’
yang Ia bawa, tapi memberi kita kesempatan untuk mencintai lebih besar.
Saat ini sedang berkecamuk perang
saudara di
negeri Suriah dan telah menelan lebih dari sembilan ratus ribu
jiwa. Diantaranya adalah seorang biarawan Fransiskan bernama Francois Mourad. Alasan ia dibunuh bukan karena ia
memihak
pada salah satu pihak yang bertikai, tetapi karena ia menolak untuk meninggalkan
komunitas pengungsi yang ia layani. Dalam menghadapi kekejaman yang tak terperi, ia dimampukan untuk mencintai dengan lebih mendalam dan akhirnya memberikan dirinya untuk sesamanya. Namun, Rm. Mourad tidaklah sendirian. Mengutip Radio Vatikan, “Mourad hanya salah satu dari banyak biarawan pria dan wanita menempatkan iman mereka di garis depan di Suriah, menolak untuk
meninggalkan
komunitas yang mereka layani, baik Kristiani maupun Muslim.”
Suatu kali,
saya menghadapi krisis mendalam dalam panggilan saya. Jujur, saya bingung: baik
menjadi awam atau imam adalah panggilan yang suci dan baik. Kemudian, seorang imam dating dan memberikan nasihat yang sangat berharga: “Bayu, pilihlah jalan yang menawarkan lebih banyak penderitaan, karena hanya di sana,
kamu dapat mengasihi lebih besar.” Menjadi umat Kristiani pasti keputusan yang sangat sulit, tapi Tuhan
akan memampukan kita untuk melampaui diri kita sendiri dan untuk menjadikan iman kita sebuah kenyataan. Jangan khawatir! Setialah sebagai pengikut-Nya dan kasihilah sesama kita dengan lebih mendalam!
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment