Hari Minggu Biasa ke-18
3 Agustus 2014
Matius 14: 13-21
“…menyingkirlah
Ia dari situ, dan hendak mengasingkan diri dengan perahu ke tempat yang sunyi
(Mat 14:13).”
Familiar dengan teori
‘Big Bang’? Ini adalah teori yang sangat populer tentang asal-usul alam semesta.
Teori ini
menyatakan bahwa alam semesta kita bermula
dari miliaran tahun
lalu ketika sebuah ‘titik’ yang tak terbayangkan kecilnya berexpansi dengan keceptan yang menakjubkan. Sampai sekarang, dunia kita masih terus berekspansi dan menciptakan bintang-bintang yang tak
terhitung jumlahnya di dalam
proses
ekspansi ini. Apa yang membuat teori ini sangat menarik adalah bahwa teori ini tidak hanya berbicara tentang alam semesta saja, tetapi
juga mencerminkan umat manusia.
Kita bermula dari “homo
sapiens” yang sederhana namun kita terus berekspansi meningkatkan diri kita, menciptakan inovasi yang tak terhitung
jumlahnya
dalam proses ekspansi ini.
Namun, teori Big Bang bukan hanya
tentang ekspansi dan perkembangan yang tak berkesudahan. Beberapa ilmuwan memprediksi bahwa alam semesta kita tidak akan bertahan selamanya. Alam ini akan
kehabisan ‘gas’, berhenti berekspansi dan akhirnya mati. Sepertinya dunia ini, kitapun akan kehabisan gas dan kehilangan
diri kita dalam berbagai kemajuan kita
telah buat. Siapa di antara kita menjadi budak dari gadget
elektronik dan selalu ingin membeli model terbaru? Siapa di
antara kita yang
panik ketika sinyal HP atau internet hilang? Siapa yang
tidak lumpuh dan tak tahu apa yang
harus dilakukan saat
mati lampu terjadi? Manusia sekarang terlalu banyak bekerja dan sibuk luar biasa justru karena kecepatan dan kemewahan yang kita nikmati di zaman digital ini. Kitapun menjadi gelisah seperti
halnya alam
semesta.
Beruntung,
dalam Injil hari ini, Yesus
memberi kita petunjuk untuk mengatasi masalah kronik ini. Setelah kematian sepupunya, Yohanes Pembaptis, Yesus pergi
ke tempat terpencil dan sendirian
di dalam doa. Matius mengkontraskan Yesus dengan
orang-orang yang gelisah dalam mencari
Yesus
untuk
mendapatkan apa yang mereka inginkan. Sementara banyak
orang yang berlari mengejar apa yang mereka
inginkan, entah itu kekayaan,
kejayaan ataupun kekuasaan,
Yesus mengambil istirahat-Nya, membuat perhentian-Nya
dan tenggelam dalam doa. Yesus menjadi
tanda kontradiksi terhadap lingkaran setan kegelisahan atas nama kemajuan dan
perkembangan.
Namun, ini bukan pertama kalinya Tuhan mengingatkan kita tentang nilai istirahat dan keheningan.
Kembali ke Kitab Kejadian, setelah Allah menciptakan dunia dalam 6 hari,
Dia beristirahat di hari yang ketujuh. Allah yang
Mahakuasa tentunya tidak membutuhkan liburan, namun Ia beristirahat
agar kita, manusia, juga dapat mengikuti teladan-Nya. Orang-orang Yahudi menjalankan
dengan ketat istirahat
Sabat. Kemudian, Yesus
mengingatkan kita tujuan sebenarnya dari
Sabat itu adalah untuk kepentingan kita, bahwa kitapun memerlukan
waktu untuk istirahat dalam keheningan. Akhirnya, setelah penderitaan dan kematian-Nya, Yesus beristirahat ‘untuk
sementara waktu di
dalam kematian’.
Sekali lagi, Tuhan mengetuk pintu kita
dan
mengingatkan untuk beristirahat di dalam doa. Benar bahwa kita diciptakan sebagai pekerja, namun bukan sebagai mesin yang
tidak kenal lelah. Ada saatnya kita berhenti sehingga kita memiliki waktu untuk bernapas, untuk merefleksikan hidup kita, dan menikmati
hal-hal terbaik dalam hidup (kesehatan,
keluarga, persahabatan, dll).
Kita perlu memahami bahwa kita adalah bagian dari alam semesta,
tetapi bukan budak dari alam ini.
Kita beristirahat karena kita ingin menjadi manusia yang utuh.
Br. Valentinus Bayuhadi Ruseno,
OP
No comments:
Post a Comment