Minggu ke-4 Prapaskah
15 Maret 2015
Yohanes 3: 14-21
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,
sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yoh 3:16).
“Berpikir
Positif!”
Atau “Jadilah Positif!” Ini biasanya
menjadi seruan para motivator di berbagai belahan
dunia. Secara sederhana, berpikir positif berarti bahwa kehidupan yang baik dan bahagia dimulai
dengan memiliki pikiran
yang tepat. Berpikir positif adalah pilihan kita sehari-hari untuk fokus pada
sisi terang kehidupan
dan meninggal hal-hal buruk.
Kita pun menjadi semakin ceria karena hal-hal positif mendekat dan hal-hal negatif
pun menjauh. Tampaknya,
motivasi yang sederhana ini
efektif. Bahkan, Paus Fransiskus dalam pesannya kepada para pemuda di
University of Santo Tomas, Manila, Januari lalu, mengatakan kepada kami, “Berpikirlah yang baik, merasalah yang
baik dan bertindaklah
yang baik.”
Prinsip di
balik ‘berpikir
positif’ ini
telah lama ditemukan oleh para
psikolog dan mereka menyebutnya sebagai efek ideomotor. Secara sederhana,
efek ideomotor bekerja sebagai berikut: ide
atau konsep tertentu jika diterima baik secara sadar atau tidak sadar, akan
membuat kita berperilaku sesuai dengan gagasan itu. Dalam sebuah penelitian, sekelompok
mahasiswa yang membaca berkali-kali kata-kata yang berhubungan dengan usia tua,
dan setelah beberapa waktu, orang-orang muda ini secara tidak sadar mulai berjalan lebih lambat dari
biasanya. Mereka ‘menjadi’
tua dalam sekejap! Menerapkan efek ideomotor untuk membantu, kita menempatkan 'ide-ide positif'
dalam pikiran kita sehingga dapat mengerakkan
perasaan dan tindakan kita ke hasil yang positif juga.
Pemikiran
positif memang mengubah kehidupan begitu banyak orang, tetapi Yesus ingin kita
berjalan lebih dalam dengan-Nya. Dalam Injil hari ini, Yesus mengatakan bahwa
Bapa-Nya sedemikian mengasihi kita, dan sebagai bukti cinta-Nya, Dia
mengutus Putra-Nya untuk kita. Yesus mengajak kita untuk percaya kepada-Nya dan
kepercayaan di dalam Dia berarti untuk membiarkan Dia memerintah dalam pikiran
dan hati kita.
Jadi, apa
yang berbeda dengan berpikir positif dan percaya kepada Yesus? Berpikir positif
membantu kita untuk merasa bahagia, untuk berbuat baik dan akhirnya untuk
meningkatkan kehidupan kita. Namun, tampaknya berpikir positif masih berfokus
pada diri kita sendiri.
Kita dapat mempengaruhi orang-orang di sekitar kita, tapi tetap efek berpikir positif berputar
di sekitar diri kita. Ini adalah bagaimana untuk mencapai kebahagiaan pribadi,
kedamaian batin atau bahkan stabilitas keuangan. Tapi, hal ini berbeda dengan percaya
kepada Yesus. Untuk menjadikan-Nya sebagai pusat kehidupan, kita harus mengikuti
Yesus, bahkan sampai ke salib-Nya. Dalam kata-kata Santo Paulus, “Aku hidup untuk Allah. Aku telah
disalibkan dengan Kristus (Gal 2:19).”
Yesus
diangkat di kayu salib sehingga Ia bisa menyelamatkan kita dan menarik kita
pada diri-Nya. Kemudian, jika Yesus telah
berada dalam inti kehidupan,
hal ini membawa transformasi radikal dalam diri kita. Hidup kita
tidak lagi berorientasi pada diri kita sendiri. Kita tidak hanya mencari kebahagiaan
dan pemenuhan
individual. Seperti Yesus, kita sekarang mengulurkan tangan kita
kepada orang lain, bahkan
sampai mengorbankan
diri untuk mereka. Kebahagiaan sejati ada
saat kita berbagi diri kita sehingga orang yang kita cintai dapat
tumbuh, mencapai kebahagiaan mereka dan belajar juga untuk mencintai.
Hal ini
menjelaskan mengapa hidup dalam Kristus tidaklah mudah. Pernikahan Katolik menuntut istri dan suami untuk
menyerahkan diri secara total sampai maut memisahkan mereka. Orang tua dituntut membuat
banyak pengorbanan untuk anak-anak mereka. Para imam serta pria dan wanita
rohaniawan diharapkan untuk melayani Tuhan dan umat Allah seumur hidup mereka.
Seringkali, pekerjaan kita
tidak diakui, dihargai dan dilupakan, tapi kita tidak menyerah dan terus berbagi.
Ya, percaya pada Yesus adalah jalan sempit dan berliku, tetapi hanya melalui
itu, kita, bersama
dengan orang yang kita kasihi, dapat menemukan kebahagiaan sejati dan mendalam.
Br.
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment