Minggu Pra-Paskah ke-5
22 Maret 2015
Yohanes 12:20-33
“Sekarang jiwa-Ku cemas… (Yoh 12:27)”
Ada kalanya kita merasa
bahwa kita sedang
memanggul beban
yang sangat berat. Hati kita terasa
letih dan tubuh sangat lelah. Permasalahan datang
dalam hidup kita dan kita tidak tahu apa yang harus kita lakukan. Ada saatnya anggota
keluarga kita sakit cukup
parah, dan
segala energi
kita terkuras dalam
menolongnya. Mungkin, kita terjerat dalam masalah keuangan yang pelik karena
beberapa orang yang
ingin mencuri apa
yang kita miliki.
Ada saat dimana kerja keras atau pelayanan kita tidak dihargai dan
dianggap tidak berarti bahkan oleh teman-teman kita sendiri. Kita merasa lelah,
dikhianati, dan sakit hati. Jiwa kitapun
yang terluka, dan tak kuat menahan
luapan emosi, kitapun
menangis.
Kita
kemudian berlutut dan
bertanya kepada Tuhan,
“Mengapa hidup ini begitu sulit? Mengapa Tuhan mengizinkan hal-hal
buruk ini
terjadi?” Kita tahu
bahwa kita telah
menjadi pengikut Kristus yang
baik dan juga
anggota Gereja yang aktif, namun Tuhan
tidak melepaskan kita dari ujian ini. Saya juga tidak
memiliki jawaban yang memuaskan untuk pertanyaan-pertanyaan ini.
Namun, sebagai
pribadi-pribadi beriman, kita tidak boleh
kehilangan harapan. Mengapa? Karena iman
kita menyadarkan
kita bahwa kita tidak pernah
sendirian.
Injil hari
ini memberikan kebenaran
indah tentang Tuhan kita. Yesus sendiri mengakui bahwa jiwa-Nya dalam kecemasan.
Dalam menghadapi bahaya kematian, Ia memperlihatkan
diri-Nya sebagai benar-benar pribadi manusia; seorang pria yang menghadapi kesulitan,
sedih dan bingung. Ia mengalami apa yang kita alami. Dia menderita apa yang
kita derita. Terbawa oleh kesedihan-Nya, Dia juga menangis. Dan Dia adalah
Allah kita.
Iman kita
mungkin tidak memberi kita penjelasan yang memuaskan tentang penderitaan yang
kita alami, atau membawa
solusi pasti untuk permasalahan
yang kita hadapi sekarang. Namun, satu hal yang pasti: iman kita mengatakan
bahwa Tuhan ada bersama-sama kita dalam saat-saat paling gelap kehidupan. Dia
berbagi rasa sakit, Dia memikul beban kita dan Dia menanggung kesedihan kita. Dan Dia adalah Allah Kita.
Salah satu
peristiwa yang paling mengharukan saat
Paus Fransiskus berkunjung ke Filipina adalah Misa kudus di Tacloban City.
Daerah ini praktis luluh
lantah oleh Topan Yolanda pada tahun 2013. Bapa Suci memutuskan
untuk melanjutkan Ekaristi
kudus meskipun angin kencang dan hujan cukup deras. Dalam jas
hujan kuning, Paus Fransiskus mengatakan kepada umatnya yang telah kehilangan
banyak hal termasuk orang yang mereka cintai, “Ketika saya melihat dari Roma bencana itu, saya harus berada di sini. Dan pada hari-hari itu juga, saya
memutuskan untuk datang ke sini. Saya di sini bersama kalian - sedikit terlambat,
tapi saya di sini. Saya datang untuk memberitahu kalian bahwa Yesus adalah Tuhan.” Bapak Paus datang tidak untuk memecahkan
masalah di sana, tapi kehadirannya memungkinkan masyarakat kota Tacloban merasa
bahwa mereka benar-benar memiliki Allah yang setia dan mengasih.
Mungkin,
mengapa masalah kita sangat berat adalah
karena kita hanya fokus pada diri kita sendiri. Kita tidak mau melihat
Tuhan yang sesungguhnya
begitu dekat, yang menyentuh kita melalui orang-orang baik di sekitar kita.
Seorang frater
yang bekerja membantu orang miskin, pernah mengatakan kepada saya bahwa dia
merasa putus asa bahwa ia tidak bisa berbuat banyak bagi orang-orang miskin ini.
Hal terbaik yang dapat dia
lakukan adalah mendengarkan cerita mereka. Saya mengingatkannya bahwa
mendengarkan adalah
sebuah tindakan kasih
dan Allah telah menyentuh mereka melaluinya.
Seorang penyair sufi
dari abad keempat belas,
bernam Hafiz pernah menulis, “Even after all
this time, the Sun never says, ‘You owe me.’ Look what happens with a love like
that. It lights the whole sky.”
Kadang-kadang, kita hanya
perlu melihat keluar dan mencari sinar matahari dan untuk
melihat orang-orang baik di sekitar kita. Mereka mungkin tidak memecahkan
masalah kita, tapi pasti, karena
mereka hidup kita menjadi
lebih terang.
Frater Valentinus
Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment