Minggu Biasa ke-25
20 September 2015
Markus 9:30-37
“Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang
terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya (Mar 9:35).”
Kita dilahirkan sebagai
pesaing. Di pelajaran Biologi, kita mengetahui bahwa jutaan sel sperma berlomba
untuk mencapai sel telur, dan hanya satu yang akhirnya berhasil. Kompetisi
berlanjut di dalam keluarga, terutama saat kakak-adik berjuang untuk
mendapatkan perhatian orang tua. Sistem sekolah kita melatih kita untuk
bersaing dan menjadi nomor satu dalam berbagai aspek: matematika, olahraga,
bahasa, musik, bahkan kehadiran di kelas. Ketika kita memasuki dunia
profesional, kompetisi bergerak dalam intensitas yang tak terbayangkan. Semuanya dihalalkan untuk mencapai
posisi tertinggi, keuntungan terbesar, dan menjadi pribadi yang paling
berpengaruh.
Ketika murid-murid Yesus bertengkar
mengenai siapa yang terhebat, kita dapat menduga bahwa argumentasi ini bukan
pertama kalinya terjadi. Sama seperti kita,
mereka juga kompetitif, dan mungkin ambisius. Mungkin, Petrus mengaku
bahwa ia adalah pemimpin sejati karena ia baru saja menerima kunci Kerajaan
Allah. Andreas mengaku bahwa ia adalah yang pertama
di antara murid-murid yang dipanggil oleh Yesus. Yohanes pasti
menekankan identitasnya sebagai favorit Yesus. Yudas
bahkan bisa membanggakan dirinya sebagai seorang bendahara yang jeli.
Persaingan bisa terus berlarut, dan bisa saja korosif dan mematikan, Yesus pun
akhirnya campur tangan.
Yesus sungguh tahu karakter manusia. Kecenderungan kita untuk bersaing tidaklah buruk, dan
pada kenyataannya, telah mendorong kita menjadi makhluk keunggulan dan memberi
kita kemajuan yang tak terhitung dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita
mengorbit bumi, kita mendarat di Bulan, dan kita berkomunikasi seolah-olah ada
penghalang lagi di antara ruang dan waktu. Kita menghasilkan puisi-puisi indah
dan membahas gagasan-gagasan luhur. Tentunya, Yesus tidak berniat untuk
menghapus fitur dasar manusia yang baik ini. Namun, Dia mengakui bahwa afinitas
kita untuk bersaing tetap memiliki masalah fundamental.
Dengan kebijaksaan-Nya, Dia meminta para
murid untuk tidak benar-benar berhenti bersaing, tetapi untuk memurnikan niat
mereka dan mengganti tujuan duniawi mereka dengan nilai-nilai Injil. Yesus
berkata, “Jika seseorang ingin menjadi
yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan
dari semuanya.” Daripada berlomba-lomba untuk posisi pemimpin tertinggi,
mengapa kita tidak berlomba-lomba untuk melayani sesama? Daripada menjatuhkan orang
lain, mengapa kita tidak membantu sesama untuk tumbuh dan menjadi pribadi yang dewasa?
Tujuan dari daya saing kita tidak lagi mementingkan diri sendiri, tetapi untuk menjangkau
sesama dan memberdayakan mereka dan diri kita sendiri, baik untuk menciptakan
masyarakat dan dunia yang lebih baik. Kata Yesus
bergema dalam surat Santo Petrus, “Layanilah
seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap
orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia Allah. (1 Pet
4:10). "
Banyak ilmuwan yang bekerja untuk
kemajuan umat manusia, menyembuhkan penyakit mematikan, dan menemukan cara-cara
yang lebih aman untuk hidup. Banyak pengusaha bekerja untuk memberdayakan
karyawan mereka. Para Guru mengunakan jam tambahan untuk memungkinkan siswa
mereka untuk belajar lebih baik, meskipun kenyataannya gajih mereka rendah. Orang tua berkorban banyak hal agar anak-anak mereka bisa
memiliki pendidikan terbaik. Memang benar bahwa hanya satu dari jutaan sel
sperma dapat masuk ke dalam sel telur, tetapi kita dapat dilihat bahwa mereka
tidak benar-benar sedang berlomba, tetapi saling mendukung satu sama lain,
bahkan mengorbankan diri mereka sendiri, sehingga mereka mencapai tujuan
bersama mereka. Kita dilahirkan sebagai pesaing, tapi kita bersaing untuk
pertumbuhan kita, pemberdayaan sesama dan kemuliaan Allah.
Frater Valentinus
Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment