Minggu
Biasa ke-24
13
September 2015
Markus
8:27-35
“Enyahlah Iblis,
sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang
dipikirkan manusia
(Mar 8:33).”
Ada dua pewahyuan dalam Injil hari ini. Pewahyuan pertama adalah identitas Yesus. Petrus yang terinspirasi oleh Roh Kudus, mengungkapkan bahwa Yesus adalah Sang
Mesias. Pewahyuan
yang kedua memang tidak terlalu jelas dan sering dilewatkan, namun sangat penting karena hal ini
diungkapkan oleh Yesus
sendiri. Ini adalah identitas sang Iblis. Tentang dirinya, Yesus juga memperingatkan kita bahwa
setidaknya, ia memiliki tiga karakteristik dasar.
Yang pertama adalah bahwa setan dapat mempengaruhi
siapapun juga, tanpa terkecuali. Ketika Yesus menegur dan menyebut Petrus, ‘Setan’, tentunya kita tahu bahwa Petrus bukanlah sang Setan itu
sendiri. Petrus adalah
pemimpin para rasul dan terpilih untuk menjaga Gereja Kristus di bumi ini. Tapi, dengan menyebut Petrus sebagai
sang Jahat, Yesus ingin
menunjukkan bahwa Setan bisa bekerja di hati setiap orang, dan sering
kali tanpa kita sadari.
Orang-orang kudus terus digoda olehnya, pemimpin-pemimpin besar Gereja pernah jatuh ke dalam tipu dayanya, dan
dengan demikian, kita tidak pernah bisa mengatakan bahwa kita kebal terhadap
pengaruhnya.
Karakteristik kedua adalah bahwa Setan ingin selalu
menjadi nomor satu
dalam hidup kita dan bukan Tuhan. Ketika Yesus berkata kepada Petrus, “Enyahlah
dari hadapanku, Iblis.” Tampaknya sang Iblis memiliki kecenderungan alami untuk menjadi
penghalang utama antara kita dan Tuhan. Dia ingin kita untuk tidak menyembah Allah tapi dia,
tidak lagi mendengarkan Allah, tapi dia, dan tidak memanggul salib Kristus, tapi untuk menikmati kesenangan duniawi.
Singkatnya, dia membuat kita menyembah berhala. Lalu, apa
berhala favorit kita? Beberapa
dari kita mungkin menyembah
uang dan menghalalkan segala cara, termasuk yang terlarang, hanya untuk mengumpulkan
kekayaan sebanyak-banyaknya. Beberapa mungkin haus akan kekuasaan dan posisi,
dan membenarkan segala cara, termasuk untuk menghasut, mengelabui dan menghancurkan orang
lain. Beberapa mungkin
memuja tubuh dan kenikmatan seksual, dan dengan demikian, tidak
lagi melihat pernihakan sebagai suci dan penting.
Karakteristik ketiga, sangat berhubungan dengan yang kedua,
adalah Setan ingin kita untuk membawa Tuhan ke tingkat manusia. Yesus memang Mesias, tetapi
identitas dan misi Mesianik-Nya tidak seperti yang ada dalam pikiran
Petrus. Sang Rasul
mengharapkan Yesus untuk menjadi pemimpin politik dan militer yang
akan membebaskan orang Israel dari cengkeraman Kekaisaran Romawi. Tapi, ini
bukan Yesus. Konflik bisa saja dihindari jika Petrus mau memahami dan menerima penjelasan Yesus tentang diri-Nya.
Namun, masalah sebenarnya adalah Petrus menolak untuk mendengarkan Yesus dan
‘memaksakan’ kemauannya sendiri pada Allah.
Sungguh, ini adalah
pekerjaan Iblis. Dia membuat kita percaya bahwa kita
dapat menciptakan Allah dalam gambar dan rupa kita, manusia, dan bukan kita diciptakan menurut gambar dan
rupa Allah.
Cara termudah untuk mendeteksi kecenderungan ini adalah
dengan meneliti doa-doa kita. Dalam doa-doa sehari-hari, siapa yang sebenarnya
menempati tempat utama? Apakah Dia Allah? Atau, doa kita masih penuh dengan
diri kita sendiri?
Doa adalah sangat penting, tapi ketika kita mengubahnya
menjadi semacam ATM untuk
permintaan-permintaan kita, tentunya ada sesuatu yang salah. Profesor kami di
University of Santo Tomas, Manila, sering mengingatkan kami bahwa Teologi bisa menjadi sangat berbahaya karena dalam upaya kami untuk memahami-Nya,
kami dapat tergoda untuk ‘memaksakan’ Allah masuk ke kepala kami yang kecil. Dengan demikian, sang profesor menyarankan bahwa setelah studi teologi, kita
perlu pergi ke kapel dan meminta pengampunan Allah karena
kami telah mencoba untuk
menempatkan Dia dalam pikiran kita terbatas.
Kita
berterima kasih
kepada Yesus karena telah mengungkapkan identitas dan misi
sang Musuh. Dia dapat
mempengaruhi semua orang, engkau dan aku. Dia ingin menjadi tuhan dalam hidup kita.
Dan, dia memperdayai kita untuk percaya bahwa kita dapat menciptakan Allah
dalam rupa kita. Mari kita ingat tiga hal ini dan dengan rahmat Allah, kita berani
berseru, “Engyahla, Iblis!”
Frater
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment