Hari Raya Semua
Orang Kudus
1 November 2015
Matius 5:1-12a
“Bahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran,
karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga
(Mat 5:10).”
Hari ini, Gereja merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus. Mereka adalah
orang-orang yang telah pergi dari dunia ini, dan oleh
rahmat Tuhan dan juga
kebaikan mereka, telah menerima hidup yang kekal di dalam Tuhan.
Sambil menikmati kebahagiaan abadi mereka, kita percaya bahwa mereka juga terus
berdoa untuk kita yang
masih ada di bumi ini dan juga jiwa-jiwa di api penyucian. Gereja telah mengakui
beberapa anak-anaknya sebagai orang kudus melalui proses kanonisasi, seperti
baru-baru ini dikanonisasi Santo Yohanes Paulus II dan Santo Pedro Calungsod
dari Filipina. Namun, kita percaya bahwa karena rahmat Allah yang tak terbatas, sangat banyak jiwa-jiwa hidup dalam kebahagiaan kekal, meskipun kita tidak tahu siapa
mereka.
Kata Santo dan Santa, pada kenyataannya, berasal dari kata Latin, ‘Sanctus’, yang berarti ‘kudus’. Dan,
Gereja mengingatkan kita bahwa kita semua dipanggil untuk menjadi orang-orang
kudus
seperti halnya mereka. Dengan demikian, dengan
merayakan Hari
Raya Semua Orang Kudus, kita mengarahkan mata kita kepada para
Santo-Santa yang menjadi model kita dalam
hidup kekudusan. Dalam arti tertentu, orang-orang kudus adalah seorang
pahlawan. Mereka diwujudkan semangat keberanian dan kesetiaan di tengah-tengah kesulitan dan bahaya yang ektrim. St. Stephanus, martir
pertama, menolak untuk menyangkal imannya meskipun dilempari batu sampai mati.
St. Maximillianus Kolbe berani menukar hidupnya dengan seorang
ayah muda yang hendak dieksekusi di kamp konsentrasi
Nazi.
Namun, menjadi pahlawan tidak sama dengan menjadi orang kudus. Seorang
pahlawan di setiap cerita, berfungsi sebagai karakter pertama, protagonis
utama. Tanpa pahlawan cerita atau film kehilangan wajahnya. Biasanya, agar cerita
menjadi hidup dan menarik, pahlawan akan
melawan penjahat atau antagonis. Untuk menjadikan sebuah film menjadi film
yang super, kemudian membuat pahlawan menjadi superhero, dan musuhnya menjadi super-villain. Superman memerlukan Lex Luthor yang brilian, Bizarro yang gila, dan Doomsday yang kuat untuk dikalahkan. Spiderman akan
melawan Green Goblin, Venom yang berbisa dan Dr. Octopus yang licik. Ide utamanya adalah bahwa pahlawan akan menghadapi kesulitan
yang sangat dasyat, namun mereka akan menang pada akhirnya. Pahlawan tidak boleh kalah, karena jika ia gagal, cerita berakhir dengan tragedi.
Tidak seperti pahlawan, orang-orang kudus bukanlah tokoh sentral dari cerita
mereka.
Para kudus tidak perlu melawan musuh dan menang. Beberapa orang
kudus, memang, memerangi iblis dan para pengikutnya, seperti St. Benediktus
dari Nursia dan St. Anthonius dari Mesir, tapi itu bukan misi utama mereka. Di mata dunia, banyak dari orang-orang
kudus sebenarnya
adalah pencundang. Mereka kalah, gagal dan terkena begitu banyak cobaan. Para martir adalah umat Kristiani yang malang yang tidak tahu untuk membela diri dan akhirnya dieksekusi. St. Dominikus de Guzman pastinya adalah seorang yang agak
membosankan karena
ia hanya berbicara kepada Allah dan tentang Tuhan. Pasti
sulit untuk berbaur dengan St. Thomas Aquinas
yang menghabiskan hampir hidupnya untuk mengajar dan menulis tentang Tuhan. St. Bernadette Soubirous, yang menerima penampakan Maria
Bunda yang tak Bernoda di Lourdes, menderita
banyak penyakit termasuk TBC tulang yang sangat
menyakitkan sampai
kematiannya. Namun, kekalahan dan kegagalan mereka tidak
menjadi sebuah tragedi, karena melalui kesulitan-kesulitan ini,
kehidupan mereka tidak lagi menunjuk ke diri mereka sendiri tetapi kepada
Allah. Mereka harus semakin kecil dan Allah harus semakin besar.
Tuhan adalah pusat dari cerita hidup mereka,
Seorang ibu yang bangun pagi-pagi buta, mempersiapkan sarapan untuk keluarganya, membawa anak-anak mereka ke sekolah, bekerja hingga sore hari, dan masih
memasak makan malam, adalah seorang pahlawan. Tapi,
seorang ibu yang melakukan pengorbanan yang sama dan juga mengajarkan anak-anak
mereka untuk berdoa dan bersyukur selalu kepada Allah untuk hal-hal kecil yang
mereka miliki, adalah
seorang kudus. Kita dipanggil untuk menjadi
orang-orang kudus, dan pada dasarnya, untuk menjadi orang kudus adalah untuk
memungkinkan hidup kita menjadi petunjuk kepada Allah, bukan untuk menunjuk ke
diri kita sendiri. Mari kita belajar dari teladan orang kudus kita di surga dan
terus
memohon doa-doa mereka.
Semua Para
Kudus di surga, doakanlah kami!
Frater
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment