Minggu Biasa
Ketiga
25 Januari
2015
Markus 1: 14-20
“Mari,
ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia. (Mrk
1:17)”
St. Markus menulis dalam Injilnya bahwa hal pertama yang Yesus lakukan saat Ia memulai misi-Nya ialah memanggil para murid-Nya. Mereka adalah Simon
Petrus dan Andreas
saudaranya, dan Yakobus dan
Yohanes, anak-anak Zebedeus. Namun,
apakah kita pernah bertanya mengapa
Yesus perlu ‘merekrut’
murid-murid ini? Dia bisa menyembuhkan orang sakit, mengandakan roti bagi yang lapar, mengusir setan, menenangkan badai, dan
bahkan membangkitkan orang mati, tetapi mengapa Dia tetap memilih beberapa orang untuk menjadi rekan
kerja-Nya? Singkatnya, jika Dia adalah Tuhan yang mahakuasa, mengapa Dia masih meminta bantuan
manusia dalam menjalankan misi-Nya?
St. Agustinus menjelaskan
misteri iman kita
ketika ia berkata, “Tuhan menciptakan kita
tanpa kita: tetapi ia tidak berkehendak untuk menyelamatkan kita tanpa kita.” Dengan kata lain, Yesus ingin kita juga
berpartisipasi dalam misi menyelamatkan-Nya. Mengapa? Kita bisa melacak jawaban dari identitas Allah kita. St. Yohanes mengatakan
bahwa Allah adalah kasih. Hanya kasih
sejati yang
memberi kita kebebasan
yang otentik. Jadi, jika kamu
memiliki pacar yang
sangat posesif dan suka
mengatur, maka kamu dapat
mulai meragukan dan bertanya
cinta macam apa yang ia miliki untukmu. Kasih sejati memberdayakan
dan
memampukan kita untuk tumbuh dan akhirnya berdiri pada kaki kita sendiri. John Maxwell,
seorang guru kepemimpinan, berkata bahwa seorang pemimpin sejati akan ‘menambah nilai’ bagi rekan kerja sehingga mereka dapat mencapai potensi maksimal mereka.
Seandainya Yesus melakukan segala sesuatu sendiri, manusia akan
tetap dalam keadaan kekanak-kanakan
yang permanen. Kita tidak pernah tahu
arti kasih, pengorbanan
dan komitmen yang sesungguhnya. Ini bukan kasih sejati. Yesus memanggil murid-murid bukan untuk menjadi murid selamanya, tetapi mereka akan menjadi rasul, seseorang yang diutus dengan misi. Dengan demikian, Yesus mengatakan
kepada Petrus bahwa ia akan menjadi penjala manusia.
Yesus mengundang para murid-Nya untuk menjalani masa ‘formasi’, dan sering menjadi bagian dari pelatihan
ini adalah pengalaman
rasa sakit, kehilangan dan kegagalan.
Puncak dari pengalaman ini adalah
penderitaan dan kematian Yesus di Kalvari. Murid-murid
percaya bahwa Yesus akan menjadi raja politik baru dari
orang-orang Yahudi, dan harapan mereka semakin menuncak ketika Yesus memasuki Yerusalem
dengan penuh kemenangan. Tapi, semua impian mereka tiba-tiba
hancur ketika Yesus ditangkap, disiksa dan
disalibkan seperti penjahat hina
lainnya. Namun, ini
juga bagian dari pembentukan
mereka. Sang
Guru yang baik mengizinkan itu terjadi sehingga Dia sekali lagi akan bisa ditemukan, sepenuhnya hidup dan segar. Dalam kebangkitan-Nya, Dia
menyembuhkan dan membuat kembali
utuh hati murid-murid-Nya. Petrus dan sepuluh lainnya
telah dibebaskan ketidakdewasaan
mereka dan siap untuk mengemban
misi Guru mereka
dan menjadikan sebagai milik mereka.
Saat
ini saya ditugaskan di
MUKHA AD, sebuah
kelompok yang melayani formasi
kaum muda. Salah satu sesi yang paling tak
terlupakan adalah ketika para
peserta diminta untuk membangun
sebuah model rumah. Tapi, untuk setiap bahan yang
mereka akan gunakan, mereka harus mengorbankan sesuatu yang mereka miliki. Setelah semua pengorbanan dan
usaha, mereka akhirnya
menyelesaikan miniature rumah mereka yang indah. Jelas itu
memberi rasa kepuasan dan
kebanggaan. Namun, ini bukan bagian yang paling menarik. Tiba-tiba
sebagian dari pengurus kami datang dan menghancurkan rumah-rumah mereka berkeping-keping. Ini sungguh sangat menyakitkan bagi para peserta, tapi hal ini juga merupakan bagian penting dari formasi
mereka. Salah seorang
teman mengatakan, “Rumahmu harus dihancurkan sehingga
bersama-sama, kita dapat membangun sebuah rumah yang jauh lebih baik. Kami melakukan ini bukan
karena kita membenci kamu, tetapi karena kami mengasihimu.”
Yesus mengasihi kita. Itulah sebabnya Dia memanggil kita, menjadikan
kita murid-Nya melalui proses yang tidak mudah dan mengubah kita menjadi serupa dengan-Nya.
Sekarang, giliran kita
untuk mengasihi dan memberdayakan sesame kita seperti halnya yang Yesus
telah
lakukan.
Frater Valentinus Bayuhadi
Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment