Saudara dan saudariku
yang terkasih,
Pergilah dan wartakanlah!
Sejak hari perayaan pendirian
dari biarawati-kontemplatif pertama dari Ordo Pengkhotbah
di Prouilhe, Perancis, novena tahunan
yang diusulkan oleh Romo Carlos Aspiros, OP
[Master Ordo Pengkhotbah sebelum saya] telah
mempersiapkan kita untuk mendengar perutusan ini. Tradisi Dominikan kita menceritakan bahwa Dominikus suatu hari mendengar Santo Petrus dan Santo Paulus berkata, “Pergilah dan wartakanlah, karena Allah telah memilih kamu untuk pelayanan ini.” Pada
pintu Basilika Santa Sabina rumus yang sama ini digunakan oleh orang yang
menulis ikon yang indah di mana Santo Dominikus, pada gilirannya, menyatakan
kepada kita semua, saudara dan saudari dalam keluarga Dominikan: Pergilah dan wartakanlah! Vade
Praedica!
Jawaban terhadap panggilan ini akan
menjadi cara kita untuk membawa konfirmasi Ordo ke masa kini,
tepat di saat kita merayakan delapan ratus tahun Ordo. Kita
tidak menjawab hal ini secara individu tetapi kita semua bersama-sama, sebagai
persekutuan persaudaraan, solidaritas kerasulan dengan komunitas kita, dan dengan membaktikan diri kita sendiri dengan
cara-cara
yang paling bersemangat dalam dinamika pewartaan suci yang adalah
merupakan keluarga Dominikan. Atas permintaan Dominikus
dari Osma, Paus Honorius III mengkonfirmasi Ordo sebagai Ordo Pengkhotbah di tahun 1216. Hari ini, atas permintaan kebutuhan dunia dan
dengan tekad yang sama seperti Dominikus untuk melayani Gereja dan misteri
persekutuan Gereja
dengan Kristus,
kesempatan datang kembali kepada kita untuk mengkonfirmasi Ordo
Pengkhotbah
ini pada zaman ini. Kepada Ordo, Honorius III
menulis bahwa, dengan mengabdikan semua kekuatan mereka untuk mengerti Firman Allah dan penginjilan nama Tuhan kita Yesus
Kristus di seluruh dunia, Dominikus dan saudara-saudaranya menanggapi
kehendak-Nya, “siapapun
membuat gereja-Nya berbuah dengan keturunan yang baru, ingin membuat zaman ini lebih baik dari
zaman lalu, dan untuk menyebarkan iman Katolik.” (18 Januari 1221).
“Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak
mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku.
Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil!” Tentunya kita berada jauh dari waktu ketika Paulus menulis kalimat ini, tetapi melalui
perwartaan dari begitu banyak saudara-saudari kita, Gereja telah memperbesar
Kemah persahabatan dengan Allah! Tahun-tahun persiapan untuk Yubelium ada
bagi kita semua, baik awam maupun religius, sebuah kesempatan untuk mengevaluasi cara-cara kita berkontribusi, menurut teladan Dominikus, untuk mendirikan Kemah persahabatan dengan Allah. Hal ini
mungkin juga kesempatan untuk menyadari hambatan-hambatan yang mampu secara perlahan-lahan mengendorkan antusiasme hari-hari pertama kita di Ordo, berbagai
beban institusi, ketakutan dan kebutuhan akan
kenyamanan pribadi, kebutuhan untuk diakui, ketidakpedulian atau kekecewaan menghadapi kondisi-kondisi
buruk yang menjelekan dunia. Tentu saja, kita perlu mengambil
langkah-langkah untuk mengevaluasi apa yang telah kita lakukan dan dapat lakukan, untuk membangun rencana, di satu sisi, dengan mengembangkan pewartaan kita untuk memberikan
cakupan penuh pada kreativitas yang dibawa oleh panggilan-panggilan baru, di sisi lain untuk menghadapi masa transisi, bahkan resesi. Namun, masa depan akan pewartaan Injil perdamaian, masa depan akan pewartaan bahwa dunia adalah tempat di mana Tuhan ingin menaburkan benih Kerajaan, mungkin bukan yang pertama dan terutama dari hasil dari rencana strategis, walaupun perencanaan adalah penting
adanya. Sebagai Dominikus ingin membuat jelas kepada Paus ketika
ia meminta dia untuk mengkonfirmasi intuisinya, api Injil pertama-tama harus membakar dan menerangi kehidupan
dan keberadaan para Pengkhotbah: mereka ada
untuk “menjadi” pengkhotbah. Ini
adalah ‘inner
fire’ yang suatu hari akan memberi kita keberanian untuk meminta rahmat untuk mengabdikan seluruh
hidup kita kepada Sang
Firman. Ini adalah api yang sama yang dapat membangun
dalam diri kita sebuah
ketidaksabaran, insomnia, dengan harapan bahwa kita pergi dari kota ke
desa, nama Yesus Kristus menjadi nama saudara dan teman yang datang untuk hidup
akrab dengan
manusia, menjadi
inspirasi dalam semua kepercayaan diri untuk berjalan kepada-Nya (Summa Theologiae III q. 40 resp3).
Ketika Paulus mengungkapkan ‘keharusan
batinnya yang mendalam’, dia memenuhinya dengan mengatakan bagaimana ia sendiri ingin mencoba
untuk menjadi akrab dengan semua, bebas dalam semua hal, membuat dirinya budak untuk semua: “Sungguhpun
aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang,
supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.” (lih 1 Kor 9:19). Ini adalah api yang sama yang hidup di dalam Dominikus: semangat pewartaan. Tugas pertama dari
seorang pengkhotbah tampaknya adalah ia perlu bergabung dengan mereka kepada siapa ia dikirim. Karena dia menginginkan agar Injil menjadi tempat
tinggal bagi
semua, pengkhotbah menghubungkan nasibnya dengan mereka yang adalah lawan bicaranya, sampai ia menerima bahwa kebebasannya tergantung pada
persahabatan baru
ini, sampai
ia menerima kebebasan dan kreativitas dari ketergantungan
ini ( bukankah
ini berarti mengemis?). Bagi seorang rasul, api di dalam hati kita tidak hanya berarti
kita memiliki sesuatu untuk dikatakan atau untuk dikontribusikan, tetapi api membuat kita tida sabar untuk berbagi dengan semua di dunia
ini, dunia yang akan, pada hari dikehendaki oleh Allah, menerima transfigurasinya
dari kebenaran Injil. Bagi Paulus, kita tahu, transfigurasi ini adalah sebuah bentuk misteri kesatuan kasih dalam Kristus (Ef 3-4). Janganlah kita
lupa mosaik kenabian di Santa Sabina (Gal 3, 28; Kol 3: 11): kamu
semua adalah satu hal dalam Yesus Kristus, karena Ia adalah semua, Ia dalam
semua! Misi kita adalah untuk menyatakan janji persekutuan: bintang di dahi
Dominikus mengingatkan kita pada bintang Betlehem yang muncul ketika sang Firman masuk ke dalam aliansi dan dalam persekutuan dengan umat manusia. Ini adalah cahaya yang sama dari Firman yang datang untuk hidup
di hati komunitas
manusia. Cahaya-Nya ‘datang’ seperti api, dan ini adalah api ini yang kita bakar untuk kita sebarkan kepada orang lain. Api
Pewartaan: simbol Yubelium dan misi kita.
Tergerak oleh api ini, di dunia yang kadang-kadang tampaknya ditakdirkan untuk terpecah dan berkonflik, ketika identitarianisms dan polarisasi bersekongkol untuk
menciptakan hambatan untuk persekutuan dalam keragaman, pada saat agama-agama
tidak selalu tahu bagaimana untuk menghindar dari godaan ini, tergerak
oleh api yang merindukan persekutuan yang telah
dijanjikan, pergilah dan wartakanlah!
Dan sekarang
citra visi Dominikus
datang kembali: Tongkat milik
Petrus dan Kitab milik Paulus. Pertama,
tongkat Petrus berarti kita tidak pernah lupa bahwa hanya ada satu Gembala, di antara para
pelayan Gembala, Petrus adalah yang pertama. Dengan
demikian, pengkhotbah dikirim tanpa lelah untuk memberitakan anugerah
keselamatan melalui Gereja, yang dalam kesatuan persekutuan, adalah sakramen.
Tapi tongkat juga adalah
simbol dari perjalanan
keluar, keluar dari tempat-tempat yang kita bangun, untuk keluar dari batas-batas
kenyamanan kita, melompati jurang yang memisahkan
kebudayaan-kebudayaan dan kelompok-kelompok manusia, untuk menemani langkah umat manusia ketika berjalan menuju jalan
yang tidak pasti. Ketika kita menyadari
kelemahan dan dosa-dosa kita, kita meminta rahmat belas kasih, dan
Tongkat kita dapat andalkan untuk mengajarkan kita untuk menjadi pengkhotbah. Tongkat dari seorang pengkhotbah pengembara dari rahmat belas
kasih. Mobilitas pengembaraan ini, baik internal
maupun external, berarti bahwa tongkat harus selalu disertai dengan Kitab yang dibawa oleh Paulus. Tentu
saja, karena dalam Kitab ini
menulis apa yang Tuhan ingin mengungkapkan bagi semua. Dan juga karena ini ada di dalam sang Firman yang harus berbaur di dalam pengalaman iman, percakapan evangelisasi, dan karya theologi untuk
menjelaskan sang Firman. Tapi Kitab dengan tongkat, karena pertemuan ini, dialog, studi tentang budaya lain, penghargaan untuk bentuk-bentuk
lain dari pencaharian kebenaran, semua ini merupakan
pintu
masuk untuk pengetahuan lebih dalam dan pemahaman tentang sang Firman, yang secara bertahap mengungkapkan dirinya melalui
penelitian dan pembelajaraan akan Alkitab. Pergilah dan wartakanlah juga bisa
terjemahkan sebagai “pergilah dan belajarlah”,
tetapi ini bukan berarti menjadi ‘ahli’, atau juga tidak berpura-pura untuk ‘mengajar orang lain’, tetapi belajar untuk meneliti tanda-tanda zaman, untuk
membedakan jejak kasih karunia yang bekerja di hati dunia, untuk belajar bagaimana untuk bersukacita dan bersyukur dan
memahami sedikit lebih baik setiap hari kedalaman misteri kehadiran-Nya yang
adalah Firman dan Kebenaran. Pergilah, karena kasih karunia yang membuatmu memiliki hasrat menjadi pengkhotbah telah mendahului kamu ke Galilea, dan kamu harus belajar untuk mengenalinya, untuk mempelajarinya, untuk merenungkannya, sehingga kemudian memiliki sukacita untuk mewartakan Kabar Baik!
Kita
berangkat, dibawa kepada kerumunan orang-orang yang telah mendahuli kita ke
sekolah Dominikus. Banyak sekolah kekudusan yang ditawarkan kepada kita! Karena, seperti yang kita ketahui, ‘Pergilah dan
Wartakanlah’, dengan mengutus kita ke jalan-jalan dari pewartaan, mengajak kita untuk menemukan bagaimana jalan
ini akan menjadi
penyelarasan kita terhadap Tuhan. Pada awal
dari tahun Yubelium
ini, saya seperti melihat memori akan komunitas pertama para murid dan teman-teman yang menemani Yesus di jalan Galilea tidak boleh meninggalkan kita. Saat mengikuti Dia, komunitas ini secara bertahap ‘dibentuk untuk mewartakan’. Dengan kembali pada masa-masa apostolik pertama inilah Diego dan Dominikus memiliki intuisi, kebutuhan untuk
pembaharuan metode, semangat, dan pesan dari evangelisasi. Hari ini dan besok,
pada gilirannya, kita diundang pada misi pembaharuan yang sama, dan
memberikan kontribusi kita “membuat zaman ini
lebih baik dari zaman lalu, dan untuk
menyebarkan iman Katolik.”. Dan kita memiliki kesempatan untuk melakukannya dengan menerima di semua benua panggilan-panggilan baru yang juga merupakan panggilan untuk pembaharuan yang tak henti-hentinya dari dinamika pewartaan Ordo. Jadi apakah jalan-jalan ini yang kita dipanggil hari ini untuk hidup akrab dengan umat
manusia? “Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah ke kota-kota lain juga,
karena inilah mengapa saya diutus” (Luk 4, 43-44). Ordo Santo Dominikus, secara keseluruhan, harus dijiwai
oleh rasa urgensi serupa
akan ‘Visitasi Injili’ (Luk 1:39)! Tentu saja, kita semua
memiliki alasan yang baik untuk mengatakan bahwa kita harus, di atas semua,
menjamin apa yang kita sudah lakukan. Tentu saja, kita kadang-kadang bisa
menjadi ‘lumpuh’ ketika kita memikirkan betapa besarnya tugas dan betapa
sedikitnya kita. Tentu saja, kita benar saat kita menekankan bahwa, di mana kita sudah berada, tugas
pewartaan sangat penting. Namun ‘Visitasi Injili’ mendesak kita untuk bergabung dengan sesame
dan kelompok dan pergi ke tempat-tempat di mana pewartaan Kabar Baik
Kerajaan harus, sekali lagi, juga diperdengarkan. Objek dari pewartaan ini adalah pendekatan penuh penghormatan kepada Dia yang datang dengan akrab menawarkan persahabatan dan
Kerahiman Allah. Kita juga tahu bahwa Dominikus bukanlah ‘pencipta’ dari Rosario. Tapi itu bukan suatu kebetulan bahwa Ordonya
dipercayakan dengan meditasi dan pewartaan misteri Kristus dengan kontemplasi misteri Rosario. Dengan memapankan di jantung kehidupan Pengkhotbah, misteri kehidupan
Yesus, hidup di antara manusia, mendirikan tempatnya di antara manusia,
menghadapi pengkhianatan dan kematian, namun tidak berhenti untuk menawarkan pengampunan, memandu jalan bagi pengkhotbah, dengan
kata-kata manusia kita,
akan melayani kedatangan kerahiman yang akrab agar dunia bisa memiliki hidup.
Ordo, kemarin, hari ini, dan besok, menetapkan tema perayaan Yubelium tahun
ini. Apa jadinya Ordo di hari esok? Ini tidak diragukan lagi kita akan menjadi
pengkhotbah, bebas dan penuh kegembiraan. Seperti kemarin dan hari ini, tak
diragukan lagi kita
akan termotivasi oleh keinginan untuk hidup dan
mewartakan persekutuan sebagaimana komunitas
apostolik pertama tinggal bersama Yesus untuk membuat janji Kerajaan didengar
sebagai Kabar Baik bagi semua. Tentu saja saya tidak ingin berpura-pura untuk menggambar bentuk konkret dari ‘pewartaan
suci’ di hari esok: ini akan menjadi buah dari kreativitas apostolik
para religius dan awam di semua level, didorong oleh kreativitas sang Roh
sendiri . Tapi, apa pun bentuknya, tampaknya bagi saya bahwa Ordo akan, untuk masa depan, harus membuat
sendiri beberapa pertanyaan penting yang saya ingin merumuskan berdasarkan kunjungan saya lakukan terhadap saudara-saudari di berbagai
belahan dunia.
Bagaimana
kita bisa mendengar dan memahami apa yang Tuhan katakan kepada kita melalui
panggilan-panggilan baru yang Dia mempercayakan kepada kita? Melihat sejarah
awal Ordo, saya dikejutkan oleh cara bagaimana saudara-saudari baru dibawa ke dalam pewartaan, melalui pengalaman iman mereka, formasi mereka, sejarah mereka, budaya mereka. Perubahan hati dari beberapa, studi ekstensif yang dilakukan oleh beberapa yang
lain,
dan pengalaman hidup ... semua ini secara bertahap membentuk
keragaman dan kreativitas dari Ordo Dominikus.
Bagaimana hari ini? Banyak saudara-saudari baru
bergabung dengan Ordo setelah mereka terlibat dalam berbagai bentuk
penelitian kontemporer pengetahuan yang baru, banyak datang dari latar belakang budaya dan keluarga yang Gereja tidak selalu mudah untuk terlibat. Banyak justru karena sebuah fakta bahwa mereka telah ‘tergerak’ oleh urgensi sang Firman di tengah-tengah kehidupan di mana mereka meninggalkan kenyamanan atau rencana untuk masa
depan: bagaimana Ordo akan memungkinkan mereka untuk tetap setia kepada
kemurahan hati ini dan memberikan sepenuhnya kreativitas mereka untuk kepentingan
kreativitas apostolik seluruh Ordor? Kekayaan pada panggilan baru ini adalah tanggung jawab kita semua: terus memperdalam dan mendiversifikasi ‘pelayanan akan percakapan Allah dengan manusia’.
Pelayanan ini, jika ini adalah tanggung jawab kita bersama, diwujudkan dalam
berbagai budaya dan Ordo pernah berhenti untuk menjadi lebih internasional dan
antarbudaya. Pada saat yang sama, di Ordo seperti halnya di dunia, bahkan jika
kita terus bicara tentang globalisasi (atau mungkin karena kita berbicara
tentang hal ini) godaannya adalah untuk jatuh
kembali kepada
identitas yang lebih ‘terkendali’ dan tertutup untuk diri kita sendiri, dengan risiko selalu menjadi sedikit
defensif ketika datang untuk bertukar, berkolaborasi, menghadapi
pilihan untuk kebaikan bersama namun membuat kita
mengambil risiko
akan kerapuhan pribadi dan, terutama, karena tidak mampu mencapai proyek jangka pendek yang
masing-masing entitas telah uraikan dan rencanakan untuk dirinya sendiri. Bagaimana kita, di masa depan, terbuka lebar kepada
pertukarana budaya, pertukaran antara provinsi
dan umat: bagaimana menempatkan realitas internasional Ordo lebih
lengkap di pelayanan Gereja? Apakah kita berani mengambil risiko
internasionalisasi komunitas kita, menyaksikan dengan simfoni yang mungkin antara
budaya, antara modalitas kedekatan dengan dunia, antara sekolah-sekolah teologi,
antara bentuk pengetahuan dan pemahaman akan Gereja? ... Bagaimana, pada kenyataannya, Ordo sendiri bisa menjadi, di jantung Gereja, sebuah ‘peracakapan’ yang Beato Paus Paulus VI
telah memanggil kita?
Untuk
mencapai hal ini, tampaknya bagi saya bahwa Ordo di masa depan harus semakin menjadi Ordo pewarta yang kontemplatif. Sebuah Paradoks tentunya, sementara kita tidak berhenti untuk mengatakan, dengan sebuah alasan, bahwa Gereja selalu membutuhkan lebih banyak
pekerja untuk panenan, Ordo harus tanpa keraguan menawarkan pelayanan yang tidak hanya termakan oleh karya pastoral, tetapi
juga menawarkan sebuah tempat kontemplasi, tempat pencarian
akan kebijaksaan dan kebenaran. Artinya menjadi tempat yang peduli menjadi saksi dari persekutuan persaudaraan yang harus
kita memiliki di masa depan, prioritas utama harus diberikan kepada meditasi Firman, untuk liturgi ibadat harian dan doa syafaat, untuk sabar menanti di hadapan Tuhan. Tetapi juga untuk berbicara tentang keyakinan yang
menjadi dasar bagi kita untuk mengkonsolidasikan dan memperdalam intensitas studi, sebuah jalan
istimewa kontemplasi tetapi juga pelayanan untuk Gereja yang, atas nama tradisi yang telah diwariskan kepada
kita , kita tidak bisa tolak.
Ordo hari
esok harus semakin teranimasi oleh hasrat untuk
semakin menjadi ‘keluarga Dominikus’ yang dari awal, adalah sebuah inovasi bagi Gereja. Ini
harus membawa kita jauh melampaui hubungan persaudaraan yang baik antara semua
anggota Keluarga
Dominikan. Pertanyaan
tidak diragukan kita
perlu hadapi adalah sebagai berikut: bagaimana
menjadi ‘keluarga’ memungkinkan kita bersama-sama untuk mengidentifikasi lebih
baik kebutuhan Gereja dan dunia, dan untuk merespon dan mengemban bersama-sama
tanggung jawab kerasulan dan injili?
Sebagian
besar melalui realisasi keluarga inilah Ordo
akan mencari,
di hari besok, untuk terus menjadi hamba akan persahabatan Allah dengan dunia. Untuk melakukan hal ini, baik para imam, bruder, suster dan juga
kaum awam, akan perlu untuk menumbuhkan kesediaan mereka untuk
mobilitas, untuk pengembaraan. Kebutuhan Gereja, kebutuhan dunia, berubah dengan cepat. Pada saat yang sama, kita telah mengemban tugas
di lembaga dan proyek yang cukup berat, kehadiran biara yang sulit untuk mempertahankan, proyek pribadi yang
berjuang untuk diintegrasikan dalam proyek bersama. Tantangannya adalah
bagaimana kita memberi cara untuk selalu memperhatikan lebih untuk
kebutuhan orang lain daripada kehendak kita sendiri untuk ‘mempertahankan’ apa yang ingin kita lakukan, atau ingin terus lakukan.
Jangan lupa bahwa karakteristik dari Ordo, kemarin, hari ini dan esok, selalu
melampaui situasi saat
ia didirikan, untuk pergi keluar untuk menemui mereka yang
belum memiliki sukacita perjumpaan pribadi dengan Yesus Kristus, mengambil
risiko meninggalkan kenyamanan
dan keamanan untuk menyaksikan kerahiman dan persahabatan Allah untuk mereka yang jauh dan asing dengan Tuhan.
Bagaimana kita bisa membiarkan diri dibawa oleh api kerinduan untuk pergi, sekali lagi, ke tempat-tempat lain, ke
kebudayaan-kebudayaan yang berbeda? ...
Di Basilika
Santa Sabina, di mana kita merayakan pembukaan tahun Yubelium, Dominikus suka berdoa untuk mengungkapkan kepada Tuhan
perhatiannya terhadap orang miskin, untuk orang-orang berdosa dan orang-orang
yang jauh
dari Tuhan. Dia juga menyukai untuk mempercayakan kepada kerahiman
Tuhan saudara-saudaranya
yang ia utus keluar, menghadapi ketakutan
dan ketidakpastian ... dia melakukannya dengan keyakinan bahwa hanya kerahiman Allah yang tanpa lelah ia renungkan dan nyatakan, akan menjadi
kekuatan pewartaan. Pada
Tahun Yubelium Ordo
ini, dengan keyakinan santo Dominikus yang sama ini, kita pada gilirannya akan diutus untuk mewartakan Injil perdamaian.
Pergilah, dan wartakanlah!
Brother
Bruno Cadore, OP
Master Ordo
Pengkhotbah
Roma, 1
Januari 2016
Hari Raya Maria, Bunda Allah
[diterjemahkan oleh Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP]