Friday, June 26, 2015

The Miracle of a Touch



13th Sunday in the Ordinary Time
June 28, 2015
Mark 5:21-43

“Please, come lay your hands on her that she may get well and live (Mrk 5:23).”

Optimus Prime, the leader of Autobots from the movie Transformers, once said that human are beings capable of great destruction and also of great compassion. We become this being of great compassion/destruction through our bodily touch. Our body is powerful language. The science of communication has proved that while the words we utter may be critical, they only occupy less than 10% of human relationship. A lion share of it is actually our bodily expressions or language. We do not have to say any word when we are angry, the mere fact that we refuse to talk and distance ourselves can signal the message. A little yet gentle smile can communicate a warm approval and happiness.
Unfortunately, our body can be a source of unimaginable destructions and sufferings. Domestic violence and sexual harassment may simply begin with a gentle touch induced with malice. While the perpetrators might go unpunished, the victims will definitely bring this extremely traumatic experiences with them for the rest of their lives. Wrathful words of parents, coupled with matching physical gesture like finger-pointing may inflict a deep psychological damage to their children. Following some psychological schools, these emotional wounds can manifest in various undesirable attitudes even as the kids grow old. Many relationships do not work just because we fail to recognize the other’s needs expressed through their bodily gestures. We are insensitive to our friends’ desire to be alone or our spouses’ longing to be listened to.
However, the opposite also works. Our human touch can turn to be the source of great goodness. Jesus knew this very well. He allowed the woman with hemorrhage to make a bodily encounter with Him so she may get well. Jairus, the synagogue official, believed that Jesus’ touch on his dying daughter could save her. His faith indeed was justified when Jesus took the girl by hands and raised her from the dead. In fact, many of His miracles were performed through bodily contacts. This corporeal engagement, eventually, prepares us for Jesus’ supreme final act that He radically shared His own Body and Blood to the disciples.
This is actually the basis of the seven sacraments of the Catholic Church: Jesus’ touch. Through His own body that encounters our own, God’s grace flows and is made efficacious. That is why the sacraments use tangible realities like water, oil, consecrated bread and wine, and human body to signify the fruitfulness of divine grace. We do not create sacraments for our own convenience, but we are faithfully following Christ.
We may not have the power to heal or to raise the dead, but we have a marvelous gift of touch. This is enough to create a better world. We give a big hug to our children. We come and listen to the stories of our troubled friends. We tap brothers’ shoulders and encourage them to move forward. John Maxwell, the leadership guru, says “All of the certificates of recognition we receive in life will fade. The monuments we build will crumble. The trophies will corrode. But what we do for others will make a lasting impact on our world.” And our greatest and lasting contribution for this world is our powerful yet compassionate touch for others.

Br. Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

Mujizat dari Sebuah Sentuhan


Minggu Biasa ke-13
28 Juni 2015
Markus 5: 21-43

Datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup." (Mrk 5:23)."

Optimus Prime, pemimpin Autobots dari film Transformers, pernah berkata bahwa manusia adalah makhluk yang berkemampuan menghancurkan sangat besar tetapi juga berkamampuan untuk mengasihi secara mendalam. Dan salah satu cara untuk mewujubkan kemampuan ini adalah dengan tubuh kita. Tubuh kita adalah bahasa yang sangat kuat. Ilmu komunikasi telah membuktikan bahwa kata-kata yang kita ucapkan sebenarnya hanya menempati kurang dari 10% dari ‘bahasa’ yang menjalin hubungan manusia. Sebagain besar dari sacara komunikasi manusia sebenarnya dibangun oleh ekspresi tubuh kita. Kita tidak perlu mengucapkan apa-apa ketika kita marah, orang bisa melihat dari gerak tubuh dan raut wajah yang mulai berubah secara signifikan. Demikian pula, sebuah senyum kecil namun lembut dapat mengkomunikasikan sebuah kebahagiaan dan keakraban.
Sayangnya, tubuh kita dapat menjadi sumber bencana dan penderitaan yang tak terbayangkan. Kekerasan dalam rumah tangga dan pelecehan seksual mungkin hanya dimulai dengan sebuah sentuhan lembut. Sementara para pelaku mungkin luput dari hukuman, para korban pasti akan membawa pengalaman sangat traumatis ini selama hidup mereka. Kemarahan orang tua, yang ditambah dengan gerakan fisik seperti mengangkat jari telunjuk akan menimbulkan dampak psikologis yang mendalam bagi anak-anak mereka. Luka emosional ini dapat memanifestasi diri dalam berbagai bentuk sikap yang tidak diinginkan bahkan sebagai anak-anak tumbuh dewasa. Banyak hubungan tidak berjalan dengan baik hanya karena kita gagal untuk mengenali kebutuhan pihak lain yang diungkapkan melalui gerakan tubuh mereka. Kita tidak sensitif dan peka terhadap keinginan sahabat kita untuk menyendiri dan atau pasangan kita yang rindu untuk dengarkan.
Namun, sentuhan kita yang sama dapat berubah menjadi sumber kebaikan yang besar. Yesus mengetahui hal ini dengan sangat baik. Dia mengizinkan wanita dengan pendarahan untuk menyentuh-Nya sehingga dia bisa sembuh. Yairus, kepala rumah ibadat, percaya bahwa sentuhan Yesus pada putri yang sekarat bisa menyelamatkannya. Imannya memang dibenarkan ketika Yesus mengangkat gadis itu dengan tangan-Nya dan membangkitkan dia dari kematian. Dan, banyak dari mukjizat-Nya dilakukan melalui kontak jasmani. Keterlibatan jasmani ini, akhirnya, mempersiapkan kita untuk tindakan terakhir-Nya yang tertinggi yakni Dia memberikan Tubuh dan Darah-Nya sendiri untuk para murid.
Ini sebenarnya dasar dari tujuh sakramen Gereja Katolik: sentuhan Yesus. Melalui tubuh-Nya sendiri yang bertemu dengan tubuh kita, kasih dan rahmat Allah mengalir dan menjadi nyata. Itulah sebabnya sakramen menggunakan realitas yang badani seperti air, minyak, roti dan anggur suci, dan tubuh manusia untuk menandakan kenyataan rahmat ilahi. Gereja tidak menciptakan sakramen-sakramen ini untuk kenyamanan kita, tapi kita sebenarnya mau setia mengikuti Kristus.
Kita mungkin tidak memiliki kekuatan untuk menyembuhkan atau untuk membangkitkan orang mati, tapi kita memiliki karunia yang luar biasa yakni sentuhan tubuh kita. Hal ini cukup untuk menciptakan dunia yang lebih baik. Kita dapat memberikan pelukan untuk anak-anak kita. Kita datang, memberikan waktu dan mendengarkan cerita-cerita dari teman kita yang sedang bermasalah. Kita menepuk bahu saudara dan saudari kita dan mendorong mereka untuk bergerak maju. John Maxwell, seorang ahli kepemimpinan, mengatakan "Semua sertifikat dan pengakuan yang kita terima dalam hidup akan memudar. Monumen kita membangun akan runtuh. Piala yang kita terima terkorosi. Tapi apa yang kita lakukan untuk orang lain akan membuat dampak yang langgeng di dunia ini.Dan kontribusi terbesar kita dan abadi bagi dunia ini adalah sebuah sentuhan kuat namun penuh kasih bagi sesama.

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP