Saturday, February 15, 2014

Hukum: Sebuah Permasalahan Hati



Minggu Biasa ke-6
16 Februari 2014
Matius 5:17-37

“Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya. (Mat 529).

Hukum adalah hal yang mendasar bagi kehidupan manusia. Bahkan, tanpa hukum atau peraturan, komunitas manusia akan lenyap seketika. Hukum membangun hubungan, menjaga harmoni, dan mencegah anarki. Oleh karena itu, hukum dan peraturan diperlukan bagi setiap komunitas manusia, dari yang paling sederhana seperti keluarga sampai yang paling kompleks seperti negara. Pada tahun 1945, Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan mereka tidak lupa untuk memasukkan dalam pernyataan proklamasi tersebut sebuah kalimat pendek: Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan, dll, diselenggarakan dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.” Para proklamator cukup sadar bahwa tanpa adanya hukum dasar yang mengatur ‘kekuasaan’, Indonesia yang baru lahir akan segera jatuh ke dalam keadaan kacau. Hal ini tidak jauh dalam kehidupan berkeluarga. Salah satu kunci untuk pernikahan yang langgeng adalah pasangan mampu bersama-sama membentuk aturan-aturan dasar yang akan mengarahkan hidup mereka bersama.
Namun, ada masalah kecil. Kita diciptakan dengan kebebasan, dan dengan kebebasan ini, kita tidak hanya memiliki kemampuan untuk mentaati hukum, tetapi juga melanggarnya  dan mengunakannya sesuai dengan kepentingan kita pribadi. Peraturanpun kadang dirasakan sebagai pembatasan dari kebebasan dan ekspresi kita. Dengan demikian, pelanggaran dan penyelewengan berlangsung hampir di mana-mana.
Untuk mengatasi masalah ini, penegak hukum dibentuk. Namun, masalah terus berlanjut karena elemen penegak hukum bukanlah manusia super dan mereka juga mengalami godaan yang sama seperti orang biasa lainya. Para bapak pendiri Amerika Serikat membayangkan Negara mereka akan menjadi Negara yang besar dan Kristiani, tetapi kita bisa melihat sekarang bagaimana melalui struktur hukum yang diciptakan bapak pendiri mereka, wakil-wakil rakyat AS telah melegalkan aborsi.
Yesus sepenuhnya menyadari tujuan sejati dari hukum serta kecenderungan manusia untuk memanipulasinya. Dengan demikian, Yesus tidak mengusulkan sebuah hukum yang lebih ketat ataupun juga menetapkan sebuah badan penegak hukum lebih tegas, tetapi Dia datang ke inti permasalahan. Dan sungguh, inti permasalahannya ada di hati kita. Lokus semua keinginan untuk melanggar hukum sejatinya ada di dalam hati kita. Yesus, oleh karena itu, menginstruksikan kita untuk menyadari berbagai gerakan di dalam hati kita dan mengajak untuk mendidik hati kita. Tanpa pembentukan hati nurani, undang-undang yang tertulis menjadi sarana kejahatan bagi mereka yang berhati jahat. Namun, bagi mereka yang berhati murni, hukum menjadi panduan yang baik dan pengingat ramah.
Saya selalu ingat kata-kata profesor saya, Rm. Enrico Gonzales, OP, “Hati dari pendidikan adalah pendidikan dari hati kita. Sebuah hukum ada untuk mengatur harmoni hidup dan menjaga kebebasan manusia, dan hanya yang murni hati dapat melihat ini. Apakah kita memahami esensi dari hukum? Apakah kita menolak godaan untuk menghancurkan hukum? Apakah kita memiliki kemauan dan waktu untuk mendidik hati kita?

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment