Saturday, March 16, 2013

Membagikan Kepingan Hati Kita


Minggu Pra-Paskah Kelima
17 Maret 2013
Yohanes 8:1-11

“Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi (Yoh 8:11).”

Membagikan Kepingan Hati Kita

Banyak orang yang pribadinya terluka dan hatinya terpecah. Beberapa dari kita tidak  diinginkan. Beberapa tidak dicintai. Sedangkan yang lain dikhianati oleh orang-orang yang mereka paling percaya. Seorang remaja laki-laki menipu pacarnya. Seorang pria berlaku tidak jujur kepada teman baiknya sendiri. Beberapa orang bahkan mengalami kekerasan psikologis dan fisik datang dari orang-orang terdekat di dalam hidup mereka. Seorang suami lari dengan wanita lain dan meninggalkan istrinya dengan tiga anak yang masih kecil. Seorang ibu melihat putri tunggalnya hamil di luar pernikahan. Dunia ini begitu hancur dan bertabur kebohongan dan kekerasan.
Beberapa dari kita, terbakar oleh kemarahan dan kebencian, hanya bisa berharap satu hal: pembalasan dendam. Kita terus menunggu waktu terbaik untuk melihat orang-orang yang menyebabkan rasa sakit di hati kita untuk menderita melebihi penderitaan kita. Beberapa dari kita akhirnya meledak dan melukai lebih banyak orang, bahkan mereka yang tidak terlibat. Hal ini hanya memperdalam dan memperburuk lingkaran setan kebencian di dunia. Semakin banyak orang yang terluka dan patah.
Mari kita masuk ke dalam Injil hari ini. Beberapa orang Yahudi membawa  wanita pezina kepada Yesus dan menginginkan Yesus untuk menyetujui tindakan mereka untuk menghukum mati wanita tersebut. Namun, jika Yesus tidak menyetujui, mereka akan menemukan alasan untuk membunuh Yesus karena Ia telah melanggar hukum Taurat (Im 20:10). Yesus dipaksa untuk meneruskan budaya pembalasan dendam di dalam bangsa Yahudi. Namun, Yesus tahu dengan baik bahwa kekerasan tidak pernah menjadi solusi. Dengan demikian, dalam kebijaksanaan ilahi-Nya, Yesus berkata, “Biarkan mereka yang tanpa dosa melemparkan batu pertama. Yesus tahu persis bahwa semua orang berdosa dan layak untuk dirajam. Mereka, para penegak hukum, tidaklah lebih baik daripada sang pezina. Yesus tahu bahwa semua orang disekitarnya adalah pribadi-pribadi yang terluka.
Yesus menghadapkan orang-orang Yahudi dengan motivasi jahat yang ada di jauh dalam benak hati mereka. Motivasi ini adalah penyakit psikologis yang membenarkan dosa seseorang dengan mengutuk dosa orang lain. Dalam novel "Kite Runner", Assef, seorang pemimpin pasukan Taliban di Afghanistan, memimpin perajaman pasangan zinah di depan umum, namun diam-diam di dalam kediamannya, dia memperkosa anak-anak, kadang-kadang anak perempuan tetapi seringkali anak laki-laki. Kekerasan muncul sebagai solusi satu-satunya, yang sebenarnya hanya memperdalam dan memperburuk lingkaran setan kebencian ini di dunia.
Yesus menghentikan budaya kebencian ini. Dia mengungkapkan kepada para penuduh bahwa mereka tidak punya hak untuk menyentuh wanita tersebut, karena merekapun berdosa. Akhirnya merekapun pergi meninggalkan Yesus.
Namun, yang lebih mengejutkan adalah cara Yesus menghadapi sang wanita. Yesus mengampuniwanita itu dan memintanya untuk pergi dan ‘tidak berdosa lagi. Yesus mengajarkan kita bahwa hanya dengan bersikap jujur ​​dengan diri kita sendiri, kerapuhan dan kerentanan kita, kita dapat mematahkan lingkaran setan kebencian. Yesus merangkul hati wanita yang hancur tersebut bahkan kepingan hati para penuduhnya. Yesus meminta mereka untuk pergi dan ‘membagikan’ kepingan-kepingan diri mereka kepada orang lain sehingga hal yang terburuk di dunia ini dapat menjadi berkat. Yesus tahu bahwa banyak orang terluka dan hancur hatinya, tapi kehancuran hati kita bukanlah kutukan, tetapi dapat menjadi berkat yang luar biasa bagi orang lain saat kita berani memerangkul dan membagikannya.
Seorang gadis yang patah hati akhirnya mampu berharap bahwa mantan pacarnya hidup bahagia. Seorang ibu memeluk putrinya yang hamil di luar nikah meski berat hati. Saya sendiri adalah seorang yang terluka dan remuk hatinya, tapi saya menolak untuk menjadi canel kekerasan, namun memilih untuk lebih mempromosikan pengampunan dan kedamaian hati melalui refleksi saya. Orang-orang mungkin hancur, tapi itu bukanlah akhir dari segalanya.

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment