Minggu Pra-Paskah Kelima
17 Maret 2013
Yohanes 8:1-11
“Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan
berbuat dosa lagi (Yoh 8:11).”
Membagikan Kepingan Hati Kita
Banyak orang yang pribadinya terluka dan hatinya
terpecah. Beberapa dari kita tidak diinginkan.
Beberapa tidak dicintai. Sedangkan yang lain dikhianati oleh orang-orang yang mereka paling percaya. Seorang remaja laki-laki menipu pacarnya. Seorang pria berlaku tidak jujur kepada teman baiknya sendiri. Beberapa orang bahkan
mengalami kekerasan psikologis dan fisik datang dari orang-orang terdekat di dalam hidup
mereka. Seorang suami lari dengan wanita lain dan meninggalkan istrinya
dengan tiga anak yang masih kecil. Seorang ibu melihat putri tunggalnya hamil
di luar pernikahan. Dunia ini begitu hancur dan bertabur kebohongan dan kekerasan.
Beberapa dari
kita, terbakar oleh kemarahan dan kebencian, hanya bisa
berharap satu hal: pembalasan dendam. Kita terus menunggu waktu terbaik untuk melihat orang-orang yang menyebabkan
rasa sakit di hati kita untuk menderita melebihi
penderitaan kita. Beberapa
dari kita akhirnya meledak dan melukai lebih banyak orang,
bahkan mereka yang tidak terlibat. Hal ini hanya memperdalam dan memperburuk lingkaran setan kebencian di dunia. Semakin
banyak orang yang terluka dan patah.
Mari kita masuk ke dalam Injil hari ini. Beberapa orang Yahudi membawa wanita pezina kepada Yesus dan
menginginkan Yesus untuk
menyetujui tindakan mereka untuk menghukum mati wanita
tersebut. Namun, jika Yesus
tidak menyetujui, mereka akan menemukan alasan untuk membunuh Yesus karena Ia telah melanggar hukum Taurat (Im 20:10). Yesus dipaksa untuk meneruskan budaya
pembalasan dendam di dalam bangsa Yahudi. Namun, Yesus tahu dengan baik bahwa kekerasan
tidak pernah menjadi solusi. Dengan demikian, dalam kebijaksanaan
ilahi-Nya, Yesus berkata, “Biarkan mereka yang tanpa dosa melemparkan batu
pertama.” Yesus tahu persis bahwa semua orang berdosa dan layak untuk dirajam. Mereka, para penegak hukum, tidaklah lebih baik daripada sang pezina. Yesus tahu bahwa semua orang
disekitarnya adalah pribadi-pribadi yang terluka.
Yesus menghadapkan orang-orang
Yahudi dengan motivasi jahat yang ada di jauh dalam
benak hati mereka. Motivasi ini
adalah penyakit psikologis yang membenarkan dosa seseorang dengan mengutuk dosa orang lain.
Dalam novel "Kite Runner", Assef, seorang pemimpin pasukan Taliban di Afghanistan, memimpin perajaman pasangan zinah
di depan umum, namun diam-diam di dalam kediamannya, dia memperkosa anak-anak,
kadang-kadang anak perempuan tetapi seringkali anak laki-laki. Kekerasan muncul
sebagai solusi satu-satunya, yang sebenarnya hanya memperdalam dan
memperburuk lingkaran setan kebencian ini di dunia.
Yesus menghentikan budaya kebencian ini. Dia mengungkapkan kepada para penuduh bahwa mereka tidak
punya hak untuk menyentuh wanita tersebut, karena
merekapun berdosa. Akhirnya
merekapun pergi meninggalkan Yesus.
Namun, yang lebih
mengejutkan adalah cara Yesus menghadapi sang wanita. Yesus ‘mengampuni’ wanita itu dan memintanya untuk ‘pergi’ dan ‘tidak berdosa lagi’. Yesus mengajarkan kita bahwa hanya
dengan bersikap jujur dengan diri kita sendiri, kerapuhan dan kerentanan
kita, kita dapat mematahkan lingkaran setan kebencian. Yesus merangkul
hati wanita yang hancur tersebut bahkan kepingan hati para penuduhnya. Yesus meminta mereka untuk ‘pergi’ dan ‘membagikan’ kepingan-kepingan diri mereka kepada orang lain sehingga hal yang terburuk di dunia ini dapat menjadi
berkat. Yesus tahu bahwa banyak orang terluka dan
hancur hatinya, tapi
kehancuran hati kita bukanlah kutukan, tetapi dapat menjadi berkat yang luar
biasa bagi orang lain saat kita berani memerangkul dan
membagikannya.
Seorang gadis yang patah hati akhirnya mampu berharap bahwa mantan pacarnya hidup bahagia. Seorang ibu memeluk putrinya yang hamil di luar nikah
meski berat hati. Saya sendiri adalah seorang yang terluka dan remuk
hatinya, tapi saya menolak untuk
menjadi canel kekerasan, namun memilih untuk lebih mempromosikan pengampunan dan kedamaian hati melalui refleksi saya. Orang-orang mungkin hancur,
tapi itu bukanlah akhir dari segalanya.
Frater
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment