Sunday, June 30, 2013

Yerusalem


Minggu dalam Pekan Biasa ke-13
30 Juni 2013
Lukas 9:51-62

Ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem (Luk 9:51)”

Setiap perjalanan memiliki sebuah tujuan akhir. Bahkan perjalanan hanya bisa dimulai jika memiliki tujuan akhir. Kita tidak akan mengunjungi Paris, kecuali kita memiliki rencana berlibur di sana. Saya tidak akan berada di Manila, jika saya tidak pernah bercita-cita menjadi iman. ‘Tujuan akhir’ ini sangat penting sampai-sampai Aristoteles, filsuf ternama Yunani, menciptakan sistem filosofi berdasarkan ‘tujuan akhir’. Oleh karena ini, pertanyaan pertama dan utama yang perlu kita ajukan bagi diri kita sendiri adalah ‘apa tujuan akhir saya dalam hidup ini’. Jawabannya sangat mendasar dan menentukan segala tindakan kita di kehidupan ini.
Apakah kekayaan? Apakah kenikmatan seksual? Apakah itu kekuasaan? Jika kekayaan adalah tujuan tertinggi kita, maka korupsi bisa dibenarkan. Jika kenikmatan seksual adalah motif terakhir kita, maka seks bebas dan prostitusi adalah wajar. Jika kekuasaan adalah tujuan akhir, maka kekerasan dan intimidasi adalah aturan permainan yang lazim.
Baru-baru ini, Agence Frence-Presse (AFP) merilis berita yang menyedihkan: ‘School exam cheating rampant in graft-ridden Indonesia (Kecurangan saat ujian sekolah merajalela di Indone. sia yang penuh korupsi).’ Badan ini tidak hanya mengumumkan temuannya pada kecurangan yang merajalela di Indonesia tetapi juga menghubungkan korupsi dengan kebiasaan buruk ini. Sederhananya, kita, orang-orang Indonesia, belajar korupsi di sekolah! Berita itu mungkin benar ataupun tidak, tetapi intinya dapat merujuk pada pertanyaan yang sama: apakah tujuan akhir kita. Bagi siswa yang bertujuan mendapat nilai tinggi tanpa bekerja keras, maka kecurangan merupakan sarana yang menguntungkan. Namun, bagi siswa yang memahami tujuan pendidikan, kecurangan adalah kecurangan.
Mari kita kembali ke Injil hari ini. Yesus memutuskan untuk pergi ke Yerusalem di mana Dia akan memenuhi misi-Nya. Namun, berada di Yerusalem berarti dia harus menerima fitnah, mengalami penderitaan dan mati sebagai seorang kriminal. Para murid juga tercerai berai dalam seketika. Petrus menyangkal Dia, Yudas mengkhianati Dia, dan sisanya melarikan diri. Yerusalem adalah tempat kegagalan total. Namun, meskipun semua ini, Yesus tidak pernah goyah dan tetap bertekad bulat. Kenapa? Karena Dia tahu ke mana ia pergi. Dia yakin dengan tujuan-Nya dan bahkan ia bersedia mengorbankan nyawa-Nya sendiri. Ini adalah Yerusalem yang sama  di mana Yesus dibangkitkan. Ini adalah kota di mana para murid berkumpul lagi dan menerima Roh Kudus di hari Pentakosta. Gereja lahir di sana. Yerusalem memang tempat akhir yang mulia.
Apa dan dimanakah Yerusalem kita? Apakah kita sungguh menyadari Yerusalem kita? Apakah kita siap untuk mengubah haluan jika kita bergerak ke arah yang salah? Apakah kita bersedia untuk membuat pengorbanan untuk mencapai Yerusalem kita? Apakah kita akan menyerahkan nyawa kita untuk Yerusalem kita?

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment