Saturday, August 3, 2013

Kekayaan sebagai Sebuah Berkat



Minggu ke-18 dalam Masa Biasa
4 Agustus 2013
Lukas 12:13-21

Menjadi kaya adalah sebuah berkat. Orang-orang Yahudi percaya bahwa kekayaan adalah pahala Allah kepada hamba-hamba-Nya yang setia. Beberapa tokoh di Alkitab membuktikan kebenaran ini: Abraham yang setia akhirnya menerima tanah yang terjanji, Yusuf yang murah hati menjadi pejabat tinggi di tanah Mesir dan Ayub menerima kembali kekayaannya setelah ia terbukti setia di dalam pencobaan.
Lalu, bagaimana sikap Yesus? Meskipun Dia miskin, Yesus menerima dengan baik orang-orang kaya sebagai murid-murid-Nya. Yakobus dan Yohanes sejatinya adalah ahli waris dari nelayan sukses di danau Galilea (Mat 4:21). Yusuf dari Arimatea pastinya salah satu murid Jesus yang cukup kaya karena memiliki pemakaman baru di luar Yerusalem (Mat 27:60).
Namun, Yesus dengan tegas mengingatkan para pengikutnya bahwa kekayaan bisa berubah menjadi kutukan yang menghancurkan jika kita tidak bisa melihatnya sebagai karunia Allah. Kegagalan untuk melihat penyelenggaraan Ilahi di balik harta benda yang kita miliki membawa kita hanya pada keegoisan semata, ketamakan dan keserakahan. St. Paulus menuduh cinta akan uang sebagai akar dari semua kejahatan (1 Timotius 6:10). Uang itu sendiri bukan penyebab dari kejahatan, namun keterikatan kita yang berlebihan kepada uang. Kita lupa bahwa cinta kita harus berorientasi pada Dia yang adalah sumber dari semua kekayaan, bukan pada kekayaan itu sendiri. Keterikatan yang berlebihan untuk uang hanya melahirkan persaingan tidak jujur, pencurian, dan korupsi.
Sadar bahwa kekayaan berasal dari Allah, mengapa banyak orang masih mendambakannya? Jawabannya Sederhana! Uang memberikan kita kesenangan dan kenyamanan yang instan di hidup ini. Dengan uang kita bisa memiliki gadget terbaru, mobil merek baru, rumah mewah, kekuasaan politik, kenikmatan seksual dan tentu saja, lebih banyak uang. Uang hampir bisa membeli segalanya, seolah-olah segala sesuatu, termasuk manusia, memiliki tanda harga yang tergantung di leher mereka. Namun, untungnya, tidak semuanya bisa dirubah menjadi komoditas bisnis. Hal terpenting dalam hidup tidak bisa dibeli dengan uang.
Dalam Injil hari ini, Yesus menjungkirbalikan perspektif para pengikut-Nya tentang kekayaan. Kita mungkin berkerja keras untuk mencari nafkah dan tergoda untuk berpikir, Ini adalah milikku. Aku layak mendapatkannya.” Namun, kita bisa kehilangan makna terdalam dari ini semua, ketika kita terlalu sibuk mencari nafkah dan gagal untuk menghargai kehidupan. Setiap harta yang jatuh ke telapak tangan kita adalah anugerah dan kemurahan Tuhan. Dengan demikian, setiap kali kita melihat apa yang kita pegang di tangan kita, kita harus menatapnya sebagai kemurahan hati Allah. Tentunya, rasa syukur akan tumbuh dari hati kita dan rasa syukur ini akan berbuah kemurahan hati di dalam diri kita. Rasa takut untuk berbagi berada di luar penglihatan kita karena apa yang kita lihat dalam harta kekayaan ini adalah Tuhan yang telah bermurah hati. Setiap kali kita berbagi apa yang kita miliki, kita membuka tangan kita lebih luas dan menerima Allah dengan segala kepenuhan-Nya.
Jangan serakah! Bermurah hatilah seperti Bapamu yang di surga adalah murah hati.

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment