Saturday, November 23, 2013

Sang Raja di Kayu Salib



Hari Raya Kristus Raja
24 November 2013
Lukas 23:35-43

sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus.” (Luk 23:35)

from
http://newsinfo.inquirer.net/529181/faith-stronger-than-storm
Salib adalah sebuah tanda pertentangan dan ironi bagi dunia kita. Di kayu salib, manusia berhadapan dengan sisi kemanusianya yang terburuk. Di kayu salib, manusia disiksa sampai mati seperti halnya seekor binatang. Di kayu salib, para korban yang tidak bersalah dihukum menjadi penjahat yang harus mati. Di kayu salib, Allah, sumber segala kehidupan, menghadapi kematian-Nya yang keji.
Salib menjadikan semua yang terbaik pada manusia dan segala pencapaian manusia sekedar bayangan belaka. Mari kita lihat kehidupan Yesus beberapa bulan sebelum penyaliban-Nya. Pada masa ini, Yesus adalah seorang superstar, seorang Mesias yang diharapkan untuk menyelamatkan orang-orang Yahudi dari belenggu kekaisaran Romawi. Khotbah-khotbahnya yang merakyat berhasil menarik orang-orang sederhana. Musijizat-mujizat-Nya mengangkat popularitas-Nya.  Pengusiran terhadapat roh-roh jahat menunjukkan betapa besar kuasa-Nya. Yesus adalah phenoma dan penggemar berbondong-bondong untuk mengikuti-Nya, berharap menjadai bagian dari kemenangan-Nya. Namun, salib merubah semua ini menjadi kehampaan. Di kaki salib, mimpi-mimpi semua pengikut-Nya hancur berkeping-keping dan mereka lari meninggalkan Yesus sendirian. Di salib, hidup Yesus sepertinya hanya sebuah kegagalan.
Topan Yolanda (nama internasional: Haiyan) baru-baru ini menghantam bagian tengah Filipina. Diperkirakan lebih dari 5 ribu orang kehilangan nyawa dan jutaan melihat rumah-rumah mereka sendiri terbang tertiup angin topan ini. Di sini, segala hal yang terbaik dari kemanusiaan menyusut menjadi eksistensi minimal belaka. Kekuasaan, kekayaan, pencapaian pendidikan dan kecantikan tidak bisa lagi membeli bahkan sebotol air bersih. Pada salib kehidupan ini apa pun yang kita bisa banggakan, sekarang tidak berarti apa-apa.
Namun, itu bukanlah akhir dari segalanya. Salib dapat menjadi tanda pertentangan, tetapi tidak pernah menjadi tanda hilangnya harapan. Salib mungkin dapat menghancurkan segala sesuatu yang manusia memiliki, namun tidak pernah mampu menghancurkan sebuah harapan. Hanya beberapa saat sebelum Yesus wafat, semua orang mengejek Yesus, Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkan diri-Mu!” Tapi, ada satu orang yang melawan arus. Sebagai penjahat yang ikut disalib bersama Yesus, sang pencuri ini telah kehilangan segalanya, tapi ia tidak pernah kehilangan harapan dalam Yesus, dan sungguh, harapannya adalah satu-satunya hal yang menyelamatkannya.
Hanya melalui harapan, manusia dapat menemukan Firdaus, sebuah kepenuhan hidup, di tengah-tengah penderitaan tak terperi. Yesus adalah seorang raja bukan dengan kekuatan politik atau kudeta militer, tetapi karena Dia mengungkapkan makna dari kehidupan kita yang sebenarnya kepada mereka yang tidak pernah kehilangan harapan kepada-Nya. Hanya Raja yang sejati dapat memberikan kehidupan berlimpah meskipun keberadaan kita tampaknya yang absurd.
Mari kita kembali melihat Filipina yang tertimpa bencana. Topan menghancurkan hampir segala sesuatu di kota Tacloban, Leyte, dan sejauh mata memandang, hanya reruntuhanlah yang dapat terlihat. Di saat makanan dan air bersih tidak tersedia, sebagian dari mereka yang selamat kemudian melakukan penjarahan, sementara beberapa yang lain melakukan kekerasan. Tapi, apakah kita berpikir bahwa korban-korban ini kehilangan harapan mereka? Tidak! Seminggu setelah kehancuran kota mereka, orang-orang dari Tacloban membangun kembali rumah mereka dari puing-puing dan kembali menghadiri Misa Minggu di Gereja Paroki Sto. Niño yang tak lagi beratap. Dalam air mata, mereka berdoa kepada Tuhan di kayu salib dan sekali lagi meminta-Nya untuk menunjukkan arti dari semua hal. Anita Carillo, seorang warga yang selamat berkata, “Iman saya adalah lebih kuat dari Yolanda. Aku tidak takut Yolanda. Topan ini yang harus takut kepada Tuhan saya.

Bagi mereka yang selamat dari topan Yolanda dan tidak pernah kehilangan harapan
Br. Valentinus Bayuhadi Ruseno , OP

No comments:

Post a Comment