Saturday, April 26, 2014

Luka Yesus sebagai Tanda Kemanangan



Minggu Paskah ke-2
27 April 2014
Yohanes 20:19-31

"Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah (Yoh 20:27)."

Yesus telah bangkit dan Injil hari ini menunjukkan bahwa Dia bangkit dengan tubuh-Nya. Dalam teologi, kita belajar bahwa tubuh Yesus ini disebut sebagai tubuh yang mulia. Ini adalah tubuh yang nyata tetapi juga tubuh ini bukanlah sekedar tubuh biasa seperti yang kita miliki. Uskup Theodoro Bacani, profesor Kristologi di University of Santo Tomas, mengajarkan saya bahwa tubuh yang mulia ini tidak lagi tunduk pada hukum-hukum alam, dan dengan demikian, Yesus mampu menembus dinding dan memasuki ruang terkunci tempat para murid berkumpul. Jelas, tubuh ini tidak akan lagi mengalami penderitaan dan kematian. Yesus hidup selamanya dengan tubuh-Nya yang mulia.
Namun, jika kita melihat secara seksama Injil hari ini, ada fitur unik dari tubuh Yesus bangkit: tubuh-Nya masih menyandang tanda-tanda luka dari penyaliban-Nya. Jika Thomas mampu meletakkan tangannya di luka Yesus, maka tubuh ini tidaklah sempurna karena ada ‘cacat’ bawaan. Tapi, mengapa Yesus mengambil tubuh yang penuh bekas luka ini dan bukannya tubuh yang lebih mulus? Yesus bisa memilih badan yang lebih perkasa dengan segala otot yang menonjol dan bahkan membuat wajah-Nya lebih tampan dari actor Brad Pitt. Lalu, mengapa Yesus tetap memilih untuk membawa tanda-tanda penderitaan-Nya ini dengan kebangkitan-Nya?
Fr. Enrico Gonzales, OP, profesor dan mentor saya, berpendapat bahwa tubuh mulia Yesus mencerminkan tubuh-Nya di bumi, yakni Gereja. Gereja kita penuh dengan luka karena dosa-dosa yang dilakukan oleh kita, tapi Gereja tidak pernah kehilangan harapan untuk kekudusan karena Yesus adalah sang kepala. Selama sang kepala sepenuhnya hidup dan ilahi, tubuh, meskipun sangat terluka, tetap dapat berharap untuk masa depan yang lebih baik. Penderitaan akan sirna dan tubuh kita akan menjadi seperti Dia.
Selain dari perspektif eklesiologis, kita juga bisa merenungkan tanda-tanda ini sebagai tanda kemenangan sejati dan sebagai kenangan akan ketekunan dan ketahanan kita pada masa-masa pencobaan. Ya, Yesus telah bangkit dan memenangkan bagi kita keselamatan, tetapi karunia penebusan ini, meskipun cuma-cuma, tidak berarti murahan. Yesus harus menjalani penderitaan dan kematian-Nya sebelum kebangkitan. Ia dikhianati oleh murid-Nya sendiri, ditinggalkan oleh teman-teman dekat-Nya, dan dihukum secara tidak adil. Dia mengalami penyiksaan keji dan akhirnya mati sebagai seorang kriminal. Semua ini, ia tanggung dengan kesabaran dan ia peluk dalam pengampunan. Luka-luka di tubuh-Nya adalah tanda dan kenangan tentang kemenangan sebuah perdamaian atas kekerasan,  sebuah pengampunan atas dendam dan sebuah kehidupan atas kematian.
Mari kita melihat kembali kehidupan kita dan merenungkan luka-luka di dalam hati kita. Apakah kita masih merasakan sakit? Apakah kenangan masa lalu masih membawa kemarahan dan kebencian? Apakah kita mampu memaafkan dan mengobati luka lama? Sekarang, di masa Paskah ini, marilah kita memohon kekuatan Tuhan untuk membaharui hidup kita. Dan melalui kuasa Tuhan yang bangkit, mari kita mengubah luka-luka kita dari sebuah tanda-tanda kekalahan menjadi tanda-tanda kemenangan.

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment