Saturday, July 19, 2014

Belajar Melalui Perumpamaan



16 Minggu Biasa Waktu
20 Juli 2014
Matius 13:24 - 30

“Aku mau membuka mulut-Ku mengatakan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan. (Mat 13:35).”

Injil hari ini memperlihatkan keahlian Yesus dalam mengajar melalui perumpamaan. Jika kita melihat lebih lanjut, di dalam Injil sinoptik (Matius, Markus dan Lukas), perumpamaan sangatlah berlimpah. Pertanyaan sekarang, mengapa Yesus menyampaikan pesan-Nya dalam perumpamaan? Bukankah lebih baik untuk berbicara secara gamblang untuk menghindari kebingungan dan salah tafsir?
Salah satu alasan mengapa Yesus menggunakan perumpamaan adalah perumpamaan merupakan sesuatu cara yang sangat Timur. Seperti Konfusius, Buddha, dan beberapa guru besar lainnya dari Timur, Yesus memiliki kecenderungan untuk mengajar melalui cerita dan perumpamaan. Ini adalah cara yang indah untuk mengungkapkan kebenaran justru karena mengena pada pengalaman harian murid-murid-Nya. Ketika Yesus bertemu dengan orang-orang dari daerah pertanian, Ia mengatakan perumpamaan tentang penabur. Dan, ketika Dia bertemu orang yang tinggal di kota-kota perdagangan, Dia mengajarkan perumpamaan investasi talenta’. 
Namun, bagi sebagian dari kita, membaca perumpamaan terkadang memberi kita kesulitan. Seringkali, kebenaran tampaknya tidak bisa dimengerti dengan mudah. Apa yang sesungguhnya ingin disampaikan Yesus? Kita tidak bisa menyalahkan Yesus mengajar melalui perumpamaan, tapi kita bisa melacak kecenderungan kita untuk mencari solusi cepat, terukur dan tepat dari sistem pendidikan yang sangat Barat. Gerhard Lohfink, seorang penulis “Jesus of Nazareth”, menunjuk pada obsesi Barat untuk fakta dan data. Kebenaran harus terukur, diamati dan diverifikasi. Dengan demikian, hal-hal yang tidak masuk dalam kategori ini, tidak memiliki klaim sebagai kebenaran​​. Saya tidak mengatakan bahwa gaya Barat tidak baik, tapi saya katakan itu sangat berbeda dengan Timur. Bahkan, tanpa ilmu yang eksakta dan disiplin dari Barat, adalah mustahil bagi kita untuk memiliki koneksi internet sekarang ini dan membaca refleksi ini!
Namun, ketika kita menghadapi Yesus dan perumpamaan-Nya, kita diajak untuk menyisihkan pemikiran barat sejenak dan melihat keindahan di dalam perumpamaan. Di dunia kita yang bergerak sangat cepat, membaca sebuah perumpamaan terkesan lambat dan membosankan. Kita perlu mengunyahnya perlahan-lahan dan membiarkan kebenaran meresap ke dalam budi pekerti kita. Sebagai seorang frater, perumpamaan yang sangat membantu bagi saya. Ketika saya menulis refleksi tentang salah satu perumpamaan Yesus, sayapun harus meluangkan waktu hening setiap hari selama seminggu, hanya untuk melakukan dialog dengan perumpamaan tersebut. Bagaimana saya bisa menghubungkan perumpamaan tentang tanah yang baik dengan hidup saya sebagai seorang pelajar? Bagaimana perumpamaan tentang ragi berbicara bagi mereka yang hidup berkeluarga? Hebatnya, perumpamaan-perumpamaan ini selalu memberi saya jawaban-jawaban yang selalu baru.
Saudara-saudari terkasih, sering, kita seperti para murid. Kita tidak sabar dan terburu-buru dalam melihat kunci di balik berbagai kejadian dalam hidup kita. Mengapa saya gagal dalam ujian? Mengapa saya tidak memiliki keluarga biasa dan normal? Mengapa teman dekat saya harus menderita HIV? Tolong, Tuhan, jawab aku sekarang! Namun, tidak ada solusi yang mudah dan cepat untuk pertanyaan-pertanyaan ini. Semakin kita menuntut, semakin kita frustasi. Oleh karena itu, Yesus mengajar kita dengan perumpamaan. Dia memberi kita sebuah metode untuk mengatasi saat-saat yang paling sulit dalam hidup, berjalan lurus dengan dalam jalan berliku dan bangkit kembali setiap kali kita jatuh. Father Timothy Radcliffe, OP, pengarang favorit saya, pernah berkata bahwa harapan bukanlah tentang mencapai impian-impian kita, tapi di saat hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, kita masih dapat menemukan makna di dalamnya. Mari kita menikmati setiap perumpamaan yang kita hadapi, biarkan mereka tenggelam jauh ke dalam sistem budi pekerti kita dan membawa kita ke kebijaksanaan Allah.

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment