Minggu Paskah kelima
28 April 2013
Yohanes 13:31-33; 34-35
“…semua
orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling
mengasihi (Yoh 13:15).”
Beberapa waktu lalu, saya
terlibat dalam sebuah diskusi di Facebook. Topik-topik yang kita berbincangkan antara lain tentang beberapa skandal yang mengguncang Gereja. Sebagai wakil Gereja, tentunya saya tergoda untuk membela Gereja sehabis-habisnya
dan menyerang balik. Namun,
saya sadar bahwa diskusi yang menarik tersebut dapat berubah menjadi perang kata-kata. Bukannya
menjembatani perbedaan, saya justru membangun sebuah dinding pemisah yang
lebih tinggi. Dengan demikian, saya mencoba
mendengarkan dan menggali
beberapa point kebenaran. Akhirnya, saya dapat
mengambil sebuah kesimpulan: ‘Memang benar
bahwa ada realitas yang baik dan juga kurang begitu baik di dalam Gereja dan dunia ini. Sekarang,
terserah kepada kita untuk melihat ini melalui perspectif
yang lebih optimis atau
melihat mereka dalam mata yang pesimis; untuk tetap berharap dan memperbaiki keadaan, atau
kehilangan harapan dan melemparkan semuanya ke tong sampah.
Beberapa tahun ini, saya bertemu beberapa orang yang meninggalkan Gereja
dan bahkan berbalik menyerangnya. Mereka tidak bisa melihat masa depan mereka dalam
Gereja karena Gereja sendiri tidak memiliki masa depan. Kita tidak bisa
hanya menyalahkan mereka karena memiliki perspektif suram
terhadap Gereja. Bagian dari
penyebabnya terletak pada diri kita, orang-orang yang
menyebut diri murid-murid
Kristus! Beberapa dari kita gagal untuk menjadi orang Kristiani sejati, dan
sayangnya, beberapa orang lain memilih untuk focus pada kegagalan tersebut. Benar, ada
orang-orang munafik, koruptor, pelaku pelecehan seksual dan
skandal lainnya di dalam Gereja.
Mahatma Gandhi pernah mengatakan bahwa ia memilih Kristus, tetapi bukan orang
Kristiani! Kata-katanya menunjukkan kenyataan bahwa Yesus mengajarkan kasih, tetapi
beberapa orang Inggris, yang mengaku sebagai
pengikut Yesus, mengeksploitasi
India.
Injil hari ini akrab dikenal sebagai ‘amanat perpisahan’. Yesus membuat jelas kehendaknya kepada murid-murid-Nya sebelum Ia
meninggalkan kehidupan duniawi-Nya. Ketika Yesus mengingatkan kita bahwa kita
perlu untuk dikenal sebagai murid-murid-Nya dengan
mengasihi sesama, Yesus
mengesahkan sebuah ‘undang-undang dasar’. Orang lain melihat kita, sikap kita, dan
dari kita, mereka sampai pada kesimpulan Tuhan macam apa yang kita percaya. Kita
memproyeksikan citra Allah kita karena kita
diciptakan menurut citra-Nya. Terutama bagi kami, kaum rohaniawan, orang-orang lebih ingin mengenal Allah
melalui refleksi perbuatan kami. Sayangnya, beberapa dari
kita gagal, dan bahkan sejumlah
imam jatuh ke dalam skandal seksual. Di dalam situasi
yang menyedihkan ini,
beberapa orang tidak menemukan Kristus dalam para
murid-Nya.
Saya percaya,
bagaimanapun, ini bukanlah akhir dari segalanya. Injil hari ini memberi
semagat baru dalam mengikuti
Kristus. Kita semua pernah gagal dalam berbagai aspek kehidupan, tetapi
kita dipanggil untuk tidak kehilangan harapan dan bangkit lagi. Gereja memang jemaat yang terdiri dari orang-orang berdosa, tapi ingat bahwa orang kudus
juga dulunya adalah pendosa.
Satu-satunya hal yang para kudus miliki adalah tidak kehilangan harapan pada rahmat
Tuhan. Paus Franciskus memulai masa kepausannya dengan pesan bahwa Gereja
bukan hanya organisasi sosial, tetapi itu adalah umat
Allah yang berpusat pada
Kristus. Dalam era baru evangelisasi, saya pikir, meskipun sangat penting,
untuk memahami ajaran dasar iman kita tidaklah cukup. Kita tertantang untuk membuat ‘Dia’ yang kita yakini, sebuah realitas yang bersinar di tengah-tengah dunia
yang terkadang pesimistik.
Kita harus mengasihi satu sama lain dalam cara yang sangat konkret dan radikal;
termasuk untuk mengasihi orang-orang Kristiani yang kehilangan harapan dan bahkan
orang-orang yang sekarang berdiri melawan kita.
Fr.
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment