Minggu Paskah Ketiga
Yohanes 21:1-19
April 14, 2013
Kata Yesus kepada mereka: “Marilah dan
sarapanlah.” … mereka tahu, bahwa Ia adalah Tuhan
(Yoh 21:12).
Hal-hal terbaik
dalam hidup sejatinya gratis dan hampir ditemukan dimana-mana. Kehidupan, cinta-kasih, perdamaian, persahabatan, dan kesehatan
adalah beberapa hal terbaik dalam hidup yang banyak orang inginkan. Sungguh, hal-hal ini tidak
membutuhkan biaya apapun,
tetapi jangan salah, bukan berarti hal-hal in murahan. Seringkali, nilai sejati dari
hal-hal ini baru kita sadari
ketika hal-hal sederhana ini diambil dari kita. Saat
kita kehilangan kemampuan untuk ‘tidur’, kita mulai merasakan betapa tidak enaknya membuka mata lebih dari 24 jam. Kita
mungkin bisa pergi berbelanja ke berbagai mal, dan membeli tempat tidur besar yang nyaman, tapi tidak ada
toko yang mampu menjual ‘tidur’ yang nyenyak dan alami.
Sayangnya, karena hal-hal terbaik ini gratis dan seringkali berada dalam genggaman kita, kita cenderung untuk tidak memperdulikan hal-hal ini. Seringkali, kita melupakan hal-hal ini sangatlah berharga. Lebih buruk lagi, kita menyebut
hal-hal ini sebagai hal yang ‘biasa’, ‘monoton’ dan bahkan ‘membosankan’. Siapa di antara
kita yang benar-benar menghargai ibu kita yang bangun setiap pagi buta untuk
mempersiapkan sarapan yang bergizi untuk seluruh keluarga?
Siapa yang menghargai detak jantung kita yang sangat monoton dan hampir tak
terdengar? Kita gagal untuk menjaga hal-hal terbaik dalam hidup kita dan akhirnya hal-hal ini terlepas dari tangan kita. Yang
terburuk adalah kita mulai melupakan
realitas yang paling penting dalam kehidupan kita yakni
Tuhan sendiri, hanya karena
Dia begitu ‘biasa’.
Rm. Roberto Reyes, seorang imam diosesan dan aktifis
dari Manila, baru-baru ini berkomentar bahwa penurunan jumlah umat yang pergi ke gereja di Filipina adalah karena homili para romo cenderung ‘membosankan’ dan liturgi kita ‘kering’. Rm. Reyes menyimpulkan bahwa jika umat Katolik
menjauh dari Gereja, ini karena liturgi Gereja ‘membosankan’, dan umat lalu berkesimpulan
bahwa ‘Allah’ yang Gereja coba tawarkan pasti juga ‘membosankan’. Kita adalah generasi yang begitu terhanyut dalam
media massa yang setiap detik menyuap kita dengan hiburan-hiburan instan
dan sangat sensual. Generasi ini menjadi selalu haus akan sesuatu yang
menghibur dan menyenangkan,
dan kita menjadi begitu tidak sabar dengan hal-hal yang ‘biasa’ dan ‘sederhana’. Kita bahkan tidak
bisa lagi menghargai ‘kesederhanaan
hidup’ dan bahkan melihat Allah di balik
‘kesahajaan hidup’.
Para murid dalam
Injil hari ini membawa kita ke tingkat yang lebih dalam
untuk memahami Tuhan. Mereka
mengajak kita untuk melihat Allah bahkan dalam kesederhanaan dan rutinitas hidup.
Mereka menemukan Tuhan dalam sarapan pagi yang sederhana (Yoh 21:12)! Gerakan memecahkan roti dan
membagikan ikan adalah sangat ‘biasa’, tetapi gerakan yang sama mengungkapkan Tuhan yang
telah Bangkit. Hal-hal
terbaik dalam hidup tidak menampilkan sesuatu yang luar
biasa, tetapi dalam kesahajaan, hal-hal ini
mengungkap kehidupan dan sumber kehidupan itu sendiri,
yakni Tuhan.
Bersabarlah jika liturgi Gereja cenderung ‘berulang-ulang’ dan homili berubah menjadi obat tidur, karena hal ini tidak
berarti Tuhan kita juga ‘boring’. Rahmat-Nya sungguh bekerja dan
membentuk kita dengan cara
yang paling sederhana, bahkan di luar kesadaran kita. Saya juga tidak berasumsi bahwa anda akan berubah secara instan
setalah membaca refleksi ini, tapi saya berharap untuk berpartisipasi dalam
rahmat Tuhan yang membentuk kita secara perlahan-lahan. Cobalah kita berhenti sejenak dan menghitung berkat yang luar biasa yang kita terima dalam
hidup: sahabat-sahabat
kita, keluarga, rekan kerja, para pendidik dan bahkan petani yang kita tidak kenal tapi menanam padi, sumber makanan kita.
Allah mengungkapkan diri-Nya dan membentuk kita melalui hal-hal ‘biasa’ dan ‘sederhana’, yang sejatinya adalah hal-hal terbaik dalam hidup.
Fr.
Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP
No comments:
Post a Comment