Saturday, October 5, 2013

Iman dan Kepenuhan Hidup



Minggu Biasa ke-27
6 Oktober 2013
Lukas 17: 5-10

“Tuhan, Tambahkanlah iman kami! (Luk 17:5)”

Iman berbicara tentang hasrat kita yang terdalam sebagai manusia, kerinduan jiwa kita untuk Tuhan yang akan mengisi kekurangan mendasar di dalam jiwa kita. Melalui iman, kita menemukan Dia yang memberi Makna dalam hidup kita, karena Dia adalah Sang Firman yang mengukir kekosongan jiwa kita. Berbahagialah mereka yang memiliki iman! Sebagai pemazmur bernyanyi, “Jiwaku merindukan Tuhan, lebih dari penjaga untuk fajar. Biarkan penjaga menunggu fajar dan Israel pada Tuhan. Karena pada Tuhan ada rahmat kasih setia dan kepenuhan penebusan (Mazmur 130:6-7).”
Kita lapar akan Tuhan, karena hanya Dia yang dapat melengkapi kita. Dengan demikian, seperti para murid dalam Injil hari ini, kita meminta kepada Tuhan, “Tambahkanlah Iman kami!  Untuk memuaskan dahaga kita akan Tuhan, kita melibatkan diri dalam berbagai kegiatan keagamaan. Orang berduyun-duyun ke gereja dimana ada pengkhotbah yang bagus dan perayaan liturgi yang penuh semangat. Lainnya mencari Misa penyembuhan. Lainnya memilih untuk menghadiri kelompok studi Kitab Suci. Yang lain lebih memilih untuk menjadi bagian dari kelompok Doa Karismatik yang energetik. Yang lain cinta akan kesunyian rumah retret dan meditasi Taize. Sementara beberapa lainnya mendukung kekhidmatan dari Misa Latin tradisional. Kita memiliki banyak pilihan dan dapat menentukan mana yang cocok dengan selera kita. Jika kita tidak dapat menemukan yang cocok, maka kita bebas untuk menciptakan kegiatan spiritualitas kita sendiri: sedikit doa, beberapa ayat Alkitab, dan selebihnya tidur!
Namun, Tuhan mengingatkan kita bahwa iman bukan hanya tentang kepuasan spiritual pribadi. Jika tidak, kita hanya memperlakukan iman dan agama seperti hiburan duniawi lainnya yang berguna setiap kali kita merasa kering dan bosan. Lebih buruk lagi, iman hanya berfungsi sebagai obat penenang ketika hidup kita berantakan. Inilah mengapa Karl Marx pernah mengatakan bahwa agama adalah candu bagi massa. Iman dan berbagai kegiatan spiritual menjadi cara mudah untuk memenuhi kepentingan egois kita. Tanpa iman yang sejati, kita tidak lagi bisa menerima kepenuhan hidup, tetapi sebaliknya kita terjun ke jurang keputusasaan dan delusi.
Yesus berkata, “Kalau sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini: Terbantunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut, dan ia akan taat kepadamu.” Iman harus mendorong kita untuk bertindak nyata dalam hidup kita sehari-hari dan untuk mengasihi orang lain lebih dalam. Sungguh menyedihkan jika kita menghadiri studi Kitab Suci dengan semangat hanya untuk menghindari permasalahan di rumah atau kantor, dan bahkan tetap menjalani kebiasaan-kebisaan buruk kita, atau kita menikmati persekutuan doa tetapi kita tidak terlibat dalam perjuangan Gereja melawan ketidakadilan dan kemiskinan dalam masyarakat. Iman harus menjadi sumber kesuburan kehidupan.
"Ite missa est!" Adalah kalimat Latin terakhir yang diucapkan imam di dalam perayaan Ekaristi. Ini kira-kira berarti Pergi, kita diutus!”. Ekaristi, puncak dan sumber kehidupan rohani kita, memerintahkan kita untuk tidak sekedar tinggal di dalam ibadah dan gedung gereja, tetapi untuk pergi ke dunia dan membawa buah dari doa kita kepada orang lain. Dalam World Youth Day baru-baru ini di Brazil, Paus Fransiskus mengatakan kepada para pemuda katolik untuk tidak hanya untuk membuat hiruk pikuk selama perayaan WYD, melainkan untuk membuat hiruk-pikuk mereka terdengar di paroki-paroki, keuskupan-keuskupan dan masyarakat mereka sendiri. Pertemuan dengan Allah seharusnya membawa kita menjadi agen perubahan dalam hidup. Iman adalah sumber kekuatan dari transformasi di dalam hidup, keluarga dan masyarakat. Hidupilah iman kita secara penuh dan nikmatilah kepenuhan hidup!

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment