Saturday, January 18, 2014

Seorang Anak yang Membebaskan



Pesta Anak-Anak Yesus
19 Januari 2014
Matius 18:1-5,10

“Sesungguhnya jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga (Mat 18:3).”



Hari ini, Gereja Katolik Filipina merayakan hari raya Santo Niño (pesta Kanak-kanak Yesus). Bersama dengan Black Nazarene (Kristus yang menderita), Sto. Niño telah menjadi dua pilar devosi bangsa Filipina. Sembilan Januari lalu, diperkirakan 12 juta orang menghadiri hari raya Black Nazarene di Gereja Quiapo, Manila. Jika jumlah ini benar, maka lebih dari 10 % populasi Filipina berbondong-bondong menuju patung Yesus yang dihormati ini! Hari ini, kita akan menyaksikan sekali lagi jutaan umat Katolik Filipina berjalan menuju Basilika Sto. Niño di kota Cebu.
Merenungkan lebih dalam tentang devosi yang sangat populer ini, kita dapat melihat bahwa kedua devosi ini mencerminkan dasar-dasar iman kita. Sto. Niño menunjuk kepada misteri Inkarnasi, sedangkan Black Nazarene mencerminkan sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan kita yang adalah puncak penebusan umat manusia. Jelas, teman-teman Katolik dari Filipina tidak datang ke gereja-gereja ini karena mereka menyadari fondasi teologis yang luhur ini, tetapi karena mereka sungguh menaruh kepercayaan pada Penyelenggaraan Ilahi. Saya sendiri sering mengunjungi gereja Quiapo untuk berdoa kepada Black Nazarene, dan saya harus mengakui ada semacam magnet spiritual yang menarik saya lebih dekat kepada-Nya. Saya menemukan juga suasana ziarah dan pengorbanan saat saya harus mengantre panjang hanya untuk menyentuh kaki Black Nazarene (secara tradisional ini disebut 'Pahalik'). Sesuatu yang terkadang tidak saya temukan di Indonesia.
Ada sesuatu yang mendalam dan indah dengan dua devosi ini yang membawa kita ke inti iman kita. Bahwa kita diselamatkan oleh Allah melalui dua momen di mana Yesus adalah sungguh lemah. Raja segala raja lahir sebagai bayi yang lemah lembut di tempat yang sangat miskin, dan Juruselamat kita menyelesaikan misi-Nya sebagai korban ketidakadilan di salib yang paling keji. Namun, mengapa Tuhan menggunakan realitas ini untuk menunjukkan kuasa-Nya yang menakjubkan? Saya percaya karena Allah seorang pembebas, tetapi bukan sebagai komandan militer yang membebaskan dari penjajah atau politikus lihat yang membawa perubahan politik, tetapi bahwa Ia membebaskan kita dari konsep manusia sangat terbatas mengenai dirinya sendiri, secara harfiah Ia membebaskan kita dari diri kita sendiri!
Dalam Injil hari ini, murid-murid bertanya kepada Yesus, “Siapakah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga ?” Mungkin, orang yang memiliki kekayaan sangat berlimpah, atau orang yang memiliki koleksi mobil mewah, atau orang yang memperoleh gelar pendidikan dari Universitas terkenal. Tapi, Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya sebagai model. Yesus menantang konsep keberhasilan dan kebesaran manusia yang sebenarnya bermasalah. Sungguh bermasalah karena ini adalah prestasi yang diperoleh dengan mengorbankan orang lain. Kita perlu menginjak kepala orang lain hanya untuk berada di atas dan mereka yang di bawah tidak melihat apa-apa kecuali pantat kita! Sebuah gambaran yang menyedihkan, tapi dunia modern mempromosikan hal ini!
Mengapa kita harus naik ke puncak dan akhirnya tidak menemukan apa-apa selain diri kita sendiri? Tuhan memang datang tidak sebagai jendral-penakluk atau seorang politikus cerdas, tetapi Dia adalah seorang bayi kecil dan seorang hamba yang menderita. Yesus ada di sini untuk menghancurkan dosa, dan salah satu dosa terbesar adalah bahwa kita begitu penuh dengan diri kita sendiri. Dan, ketika Tuhan telah membebaskan kita dari diri kita sendiri, penebusan dan kepenuhan hidup dapat mengalir di dalam hidup kita dan komunitas kita.
Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment