Saturday, February 28, 2015

Belajar Turun dari Gunung



Kedua Minggu Prapaskah
1 Maret 2015
Markus 9: 2-10

“Betapa bahagianya kita berada di tempat ini!” Ini adalah kata-kata yang secara alami keluar dari mulut Petrus. Sungguh, melihat Tuhan dalam kemegahan-Nya adalah sesuatu yang luar biasa. Sungguh membahagiakan bertemu dengan dua tokoh besar Israel, Elia dan Musa. Sebuah pengalaman surgawi untuk mendengar suara Allah Bapa. Bagi Petrus, Yohanes dan Yakobus, pengalaman ini adalah sebuah citarasa surgawi. Ini adalah pengalaman mereka saat berada di puncak gunung bersama Yesus.
Pengalaman Petrus ini sebenarnya tidak asing bagi kita. Ketika kita mencapai sukses dalam pekerjaan, ketika kita menang sebuah kompetisi, atau ketika kita mendapatkan gelar dan penghargaan, ini adalah saat-saat mahkota kehidupan kita. Bagi kita yang bekerja di Gereja, kita merasa melihat Tuhan ketika pelayanan kita berhasil, ketika kita mengumpulkan cukup uang untuk mendanai proyek besar untuk orang-orang miskin, atau ketika orang menghargai bantuan kita untuk mereka. Beberapa minggu lalu, para frater OP mengadakan bakti sosial di Guagau, Pampanga, sekitar dua jam dari kota Manila. Kami memimpin lebih dari 100 relawan, mengumpulkan banyak obat-obatan dan kami mampu membantu hampir seribu pasien miskin. Itu adalah prestasi besar dan pasti memberi kami perasaan yang luar biasa.
Kita mendaki pegunungan hidup kita, gunung keluarga, karir, dan pelayanan. Tanyakan setiap pencinta alam dan pendaki gunung, mereka akan menceritakan bahwa mendaki gunung bukanlah sesuatu yang mudah dan kadang-kadang sangat berbahaya. Namun, setelah semua jalan yang sulit dan berbahaya dilalui, tiba di puncak adalah pengalaman yang sangat luar biasa. Pada puncak dari kehidupan kita, seperti Petrus, kita juga berseru, Betapa bahagianya kami berada di tempat ini!”. Dengan demikian, Petrus pun berkata, Mari kita membuat tiga kemah.” Kita, seperti tiga murid ini, ingin berlama-lama tinggal di puncak gunung.
Namun, ini bukanlah yang Yesus inginkan dari mereka. Dia tidak meminta mereka untuk tinggal berlama-lama tapi turun dari gunung. Siapa di antara kita ingin turun dari keberhasilan hidup kita? Tentunya, wajar bagi kita untuk mempertahankan posisi kita atau bahkan naik ke prestasi yang lebih tinggi. Tetapi kita diingatkan bahwa momen transfigurasi berumur pendek. Setelah beberapa saat bercahaya dalam kemuliaan, Yesus kembali ke penampilan manusia-Nya yang sederhana. Dia mengajak kita semua untuk melihat semua prestasi kita dalam kerendahan hati. Keberhasilan kita dalam hidup, pekerjaan dan pelayanan memang berkat dan usaha kita, tapi kita tidak boleh melekat kepada mereka.
Keberhasilan dan kesuksesan bisa sangat memuaskan, dan kita mungkin akan terpaku pada cahaya keberhasilan yang mempesona ini dan kitapun gagal untuk melihat hal yang paling penting dalam hidup kita. Injil hari ini mengingatkan kita bahwa hal yang paling penting adalah untuk mendengarkan dan mengikuti Yesus. Kita diingatkan bahwa semua prestasi dalam hidup adalah baik namun juga tidak abadi. Mereka bisa datang dan pergi kapan saja. Dengan demikian, kita tidak boleh melupakan apa yang benar-benar penting dalam hidup kita, karena ketika semua hal ini hilang, hanya Yesus yang akan tetap setia pada kita.

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment