Saturday, March 14, 2015

Lebih dari Berpikir Positif

Minggu ke-4 Prapaskah
15 Maret 2015
Yohanes 3: 14-21

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yoh 3:16).

“Berpikir Positif!” Atau “Jadilah Positif!” Ini biasanya menjadi seruan  para motivator di berbagai belahan dunia. Secara sederhana, berpikir positif berarti bahwa kehidupan yang baik dan bahagia dimulai dengan memiliki pikiran yang tepat. Berpikir positif adalah pilihan kita sehari-hari untuk fokus pada sisi terang kehidupan dan meninggal hal-hal buruk. Kita pun menjadi semakin ceria karena hal-hal positif mendekat dan hal-hal negatif pun menjauh. Tampaknya, motivasi yang sederhana ini efektif. Bahkan, Paus Fransiskus dalam pesannya kepada para pemuda di University of Santo Tomas, Manila, Januari lalu, mengatakan kepada kami, “Berpikirlah yang baik, merasalah  yang baik dan bertindaklah yang baik.”
Prinsip di balik ‘berpikir positif’ ini telah lama ditemukan oleh para psikolog dan mereka menyebutnya sebagai efek ideomotor. Secara sederhana, efek ideomotor bekerja sebagai berikut: ide atau konsep tertentu jika diterima baik secara sadar atau tidak sadar, akan membuat kita berperilaku sesuai dengan gagasan itu. Dalam sebuah penelitian, sekelompok mahasiswa yang membaca berkali-kali kata-kata yang berhubungan dengan usia tua, dan setelah beberapa waktu, orang-orang muda ini secara tidak sadar mulai berjalan lebih lambat dari biasanya. Mereka ‘menjadi’ tua dalam sekejap! Menerapkan efek ideomotor untuk membantu, kita menempatkan 'ide-ide positif' dalam pikiran kita sehingga dapat mengerakkan perasaan dan tindakan kita ke hasil yang positif juga.
Pemikiran positif memang mengubah kehidupan begitu banyak orang, tetapi Yesus ingin kita berjalan lebih dalam dengan-Nya. Dalam Injil hari ini, Yesus mengatakan bahwa Bapa-Nya sedemikian mengasihi kita, dan sebagai bukti cinta-Nya, Dia mengutus Putra-Nya untuk kita. Yesus mengajak kita untuk percaya kepada-Nya dan kepercayaan di dalam Dia berarti untuk membiarkan Dia memerintah dalam pikiran dan hati kita.
Jadi, apa yang berbeda dengan berpikir positif dan percaya kepada Yesus? Berpikir positif membantu kita untuk merasa bahagia, untuk berbuat baik dan akhirnya untuk meningkatkan kehidupan kita. Namun, tampaknya berpikir positif masih berfokus pada diri kita sendiri. Kita dapat mempengaruhi orang-orang di sekitar kita, tapi tetap efek berpikir positif berputar di sekitar diri kita. Ini adalah bagaimana untuk mencapai kebahagiaan pribadi, kedamaian batin atau bahkan stabilitas keuangan. Tapi, hal ini berbeda dengan percaya kepada Yesus. Untuk menjadikan-Nya sebagai pusat kehidupan, kita harus mengikuti Yesus, bahkan sampai ke salib-Nya. Dalam kata-kata Santo Paulus, “Aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus (Gal 2:19).”
Yesus diangkat di kayu salib sehingga Ia bisa menyelamatkan kita dan menarik kita pada diri-Nya. Kemudian, jika Yesus telah berada dalam inti kehidupan, hal ini membawa transformasi radikal dalam diri kita. Hidup kita tidak lagi berorientasi pada diri kita sendiri. Kita tidak hanya mencari kebahagiaan dan pemenuhan individual. Seperti Yesus, kita sekarang mengulurkan tangan kita kepada orang lain, bahkan sampai mengorbankan diri untuk mereka. Kebahagiaan sejati ada saat kita berbagi diri kita sehingga orang yang kita cintai dapat tumbuh, mencapai kebahagiaan mereka dan belajar juga untuk mencintai.
Hal ini menjelaskan mengapa hidup dalam Kristus tidaklah mudah. Pernikahan Katolik menuntut istri dan suami untuk menyerahkan diri secara total sampai maut memisahkan mereka. Orang tua dituntut membuat banyak pengorbanan untuk anak-anak mereka. Para imam serta pria dan wanita rohaniawan diharapkan untuk melayani Tuhan dan umat Allah seumur hidup mereka. Seringkali, pekerjaan kita tidak diakui, dihargai dan dilupakan, tapi kita tidak menyerah dan terus berbagi. Ya, percaya pada Yesus adalah jalan sempit dan berliku, tetapi hanya melalui itu, kita, bersama dengan orang yang kita kasihi, dapat menemukan kebahagiaan sejati dan mendalam.

Br. Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment