Saturday, June 6, 2015

Inilah Tubuh Kita, Inilah Darah Kita



Hari Raya Tubuh dan Darah Yesus Kristus (Corpus Christi)
7 Juni 2015
Markus 14: 12-16, 22-26

“Inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang. (Mrk 14:24).”

Tubuh dan darah adalah dua simbol penting dalam banyak budaya dan masyarakat. Dalam masyarakat modern, darah dianggap sebagai elemen penting dari kehidupan. Dari pelajaran biologi, kita mengetahui bahwa sel-sel darah memiliki beberapa fungsi, dan dua yang paling signifikan adalah untuk membawa oksigen dan juga nutrisi ke seluruh tubuh, dan untuk melawan bakteri jahat di dalam tubuh. Dengan demikian, kehilangan banyak darah bisa berarti kematian. Melihat pentingnya darah untuk menyelamatkan kehidupan, saya sendiri mendonorkan darah saya sebagai bentuk kerasulan pribadi.
Bagi masyarakat Yahudi kuno, darah juga berhubungan erat dengan kehidupan, tetapi mereka tidak melihatnya dari aspek biologis semata-mata, tetapi juga perspektif agama. Darah adalah 'sumber kehidupan', dan karena kehidupan datang hanya dari Allah, maka darah adalah kudus dan milik Allah saja. Inilah sebabnya mengapa orang-orang Yahudi tidak makan darah hewan. Darah terutama digunakan untuk ritual pengorbanan seperti saat hewan korban disembelih dan darahnya ‘dipersembahkan kembali kepada Tuhan dan juga dipercikan pada orang-orang sebagai berkat.
Tidak seperti halnya darah, tubuh dilihat dalam sudut-sudut pandang heterogen dan sering bertentangan. Bagi beberapa orang, tubuh adalah penjara jiwa dan dianggap sebagai tidak baik. Bagi yang lain, tubuh adalah komoditas komersial semata, baik untuk dimanfaatkan dalam seks atau kerja. Bagi orang-orang yang terbelenggu paham materialisme, tubuh adalah satu-satunya hal yang nyata. Namun, bagi umat Yahudi dan Kristiani, tubuh adalah karunia Allah dan karena ini, adalah suci. Kita berbuat baik, kita bekerja dan kita menyembah Allah pastinya melalui tubuh kita. Tubuh kita bukanlah bejana jiwa kita, tetapi ekspresi intim dari kehidupan. Itulah mengapa ketika kita mencuri dan tertangkap, kita tidak bisa mengatakan bahwa hanya tangan kita melakukan kejahatan atau hanya tubuh kita yang melakukan dosa tetapi jiwa kami bersih. Tentunya, para penegak hukum akan menganggap alasan kita sebagai konyol! Kita melakukannya dengan totalitas kita sebagai seorang manusia.
Bentuk pengorbanan dasar di Bait Allah Yerusalem adalah dengan memisahkan darah dari tubuh hewan kurban, dan keduanya dipersembahkan kepada Tuhan. Dalam Perjamuan Terakhir, Yesus juga melakukan hal yang sebenarnya sama. Dia memisahkan ‘Darah’ dan ‘Tubuh-Nya’, dan mempersembahkannya kepada Tuhan dalam ujud syukur. Yesus mengubah Perjamuan Terakhir menjadi peristiwa pengorbanan diri-Nya sendiri. Tapi, Yesus tidak berhenti di situ. Ia menyelesaikan tindakan radikal pengorbanan-Nya dengan membagikan darah dan tubuh-Nya yang paling berharga kepada murid-murid-Nya. Maka Yesus memberi definisi baru sebuah pengorbanan. Pengorbanan tidak hanya tentang penyembelihan hewan, tetapi pada dasarnya adalah ketika kita menyerahkan diri secara total  bagi Allah dan sesama.
Setiap kali kita merayakan Ekaristi kudus, kita diingatkan dan diajarkan oleh Yesus bahwa kehidupan Kristiani pada dasarnya adalah kehidupan pengorbanan dan persembahan. Dalam pernikahan, suami dan istri saling memberi dan menerima tubuh dan darah satu sama lain dalam untung dan malang, dalam sehat dan sakit, dalam kaya dan miskin sampai maut memisahkan mereka. Dalam keluarga, menjadi orang tua berarti berbagi tubuh dan darah dengan anak-anak mereka, bekerja super keras untuk mereka dan kadang tidak dihargai. Dalam kehidupan sebagai rohaniawan, kita mempersembahkan tubuh dan darah kita kepada komunitas dan umat Allah, dalam ketaatan, doa yang konstan dan pelayanan tak kenal lelah.
Memang, untuk menyerahkan tubuh kita dan menumpahkan darah kita adalah menyakitkan dan tidak pernah mudah, tetapi ketika kita setia dalam panggilan kita, kita yakin bahwa kita telah menyenangkan hati Tuhan. Seperti pengorbanan yang terbakar sepenuhnya di Bait Allah adalah yang paling menyenangkan Allah, maka pengorbanan kita yang total  bagi sesama adalah yang paling indah di mata Allah.

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment