Saturday, June 20, 2015

Ketika Tuhan Tertidur



Minggu di Biasa ke-12
21 Juni 2015
Markus 4: 35-41

Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya? (Mrk 4:40)”

Apakah Tuhan pernah tertidur? Injil hari ini secara eksplisit menceritakan bahwa Yesus, sungguh Tuhan sungguh Manusia, tertidur di perahu. Dia pasti sangat lelah setelah pelayanan dan pewartaan sepanjang hari, sampai badai pun tidak bisa mengganggu-Nya. Namun, situasi cukup berbeda bagi para murid. Mereka sungguh ketakutan. Kita perlu ingat bahwa beberapa murid sejatinya adalah nelayan berpengalaman yang melakukan pekerjaan sehari-hari mereka di Danau Galilea, dan menghadapi badai pasti menjadi rutinitas pekerjaan mereka. Namun, kali ini, mereka sangat ketakutan. Badai yang mereka hadapi pasti luar biasa dasyat.
Pengalaman para murid tidak jauh berbeda dari kita. Kadang, kita menghadapi badai yang sungguh besar dalam hidup kita, dan lebih buruk lagi, kita merasa bahwa Tuhan tengah tertidur. Kita diguncang oleh masalah dan konflik yang bahkan mengancam keutuhan keluarga kita. Kita dikhianati oleh orang yang paling kita percaya. Kita kehilangan uang, pekerjaan dan rumah kita, dan kita didiagnosa dengan penyakit yang mematikan. Kemudian, kita banyak berdoa, kita pergi ke Gereja, dan kita mencoba segala cara. Namun, Ia tetap tertidur. Kita kemudian bertanya, “Dimanakah Dia saat saya sangat membutuhkan Dia? Apakah Dia benar-benar peduli?”
Beberapa tidak bisa lagi menahan diri dan berubah menjadi pahit. Beberapa dari kita mungkin tidak aktif lagi dalam kegiatan dan organisasi di Gereja. Beberapa bahkan pergi meninggalkan Gereja. Bahkan ada yang melawan Gereja dan Tuhan. Namun, ini bukan pilihan semua orang. Meskipun menghadapi masa tergelap di kehidupan kita, sebagian dari kita tetap teguh dalam iman kecil kita. Di seminari, saya saat ini ditugaskan di kelompok apostolik yang mengurusi orang miskin. Banyak orang miskin datang kepada kami dan meminta bantuan, tapi karena sumber daya yang terbatas, kami tidak bisa benar-benar meringankan mereka dari kondisi kemiskianan yang mereka derita. Beberapa orang mengeluh dan bahkan menghujat kita ketika kami tidak bisa memberikan apa yang mereka butuhkan, tetapi beberapa tetap bersyukur dengan sedikit bantuan yang kami berikan. Ada seorang wanita yang datang meminta bantuan. Dia tinggal di jalanan, yang ditinggalkan oleh suaminya, dan memiliki penyakit di paru-parunya. Dia memiliki semua alasan untuk membenci Tuhan, tetapi dia tidak melakukannya. Meskipun sangat sedikit bantuan yang saya bisa berikan, dia tetap bersyukur dan bahkan berdoa. Ini mengerakan hati saya dan sungguh meneguhkan.
Memang, ada saatnya, Allah tampaknya tertidur, tetapi kita harus ingat bahwa Dia tidak pernah meninggalkan perahu. Kita yang melompat keluar karena kita tidak memiliki iman kepada-Nya. Dan melompat ke laut adalah yang membunuh kita. Beberapa filsuf dan pemikir berpendapat bahwa iman kita adalah hanya seperti heroin yang memberi rasa nikmat di tengah penderitaan. Namun, iman kita sejatinya bukanlah obat yang akan mengakhiri penderitaan kita secara instan, dan pada kenyataannya, iman kita bahkan membawa kita pada pengalaman Allah yang ‘tertidur’. Namun, ketika kita berpegang pada iman kita, kita tahu bahwa kita tidak akan tenggelam. Kita tidak akan menjadi pahit, tidak mengeluh, dan tidak menyalahkan. Sebaliknya melalui cobaan dan penderitaan, Yesus membuat kita lebih murah hati, lebih memahami dan bahkan mampu bersyukur untuk hal-hal kecil yang kita miliki. Mari kita dengarkan pesan St. Yakobus, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun (Yak 1: 2-4).”

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment