Saturday, December 27, 2014

Keluarga: Sebuah Paradox yang Indah



Pesta Keluarga Kudus
28 Desember 2014
Lukas 2: 22-40

“Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan pertentangan... (Lukas 2:34)”

Injil hari ini bercerita tentang kisah sebuah keluarga miskin dari Nazaret: Yusuf, sang kepala keluarga, Maria, sang istri dan ibu, dan bayi Yesus. Seperti keluarga Yahudi lainnya, mereka pergi ke Bait Allah di Yerusalem untuk mempersembahkan Yesus, anak sulung mereka, kepada Allah. Semuanya berjalan seperti biasa sampai mereka bertemu Simeon dan Hana. Dua orang suci inipun bernubuat bahwa Yesus akan menjadi tanda pertentangan, sebuah paradoks. Kemudian, nubuat mereka berubah menjadi kenyataan. Keluarga Yusuf dan Maria menjadi paradoks. Hal ini dikarenakan Yesus ada di antara mereka. Sungguh, setiap keluarga yang membawa Yesus telah menjadi sebuah paradoks. Namun, hal ini bukanlah sembarang paradoks, tetapi merupakan paradoks yang indah. Mari kita lihat lebih dalam tentang paradoks  indah ini di dalam keluarga.
Sebuah keluarga pada dasarnya adalah sebuah paradoks karena merupakan kesatuan dari  keanekaragaman. Seorang pria memiliki tatanan fisik dan psikologis yang pada dasarnya berbeda dari sang perempuan. Namun, Allah menghendaki mereka bersatu. Kemudian, pria dan wanita, meskipun berlainan, melengkapi satu sama lain, dan melalui persatuan ini, terlahirlah sebuah kehidupan baru. Pria dan wanita pun menjadi rekan kerja Allah Bapa dalam karya penciptaan. Hal ini membuat keluarga sebagai paradoks yang indah.
Paradoks tidak berhenti di situ. Pria dan wanita tidak hanya berusaha menyatukan diri dengan berbagai perbedaan mereka, tapi sekarang mereka juga bekerja keras bagi pihak ketiga dalam hidup mereka, anak-anak mereka. Dari anak laki-laki dan seorang gadis yang dulunya sangat egois dan tidak peduli orang lain, kini berubah menjadi sebaliknya. Mereka sekarang bahu membahu untuk merawat anak-anak mereka, untuk membiayai sekolah dan membayar biaya kesehatan. Mereka sekarang lupa akan diri mereka sendiri dan memberikan waktu dan usaha mereka bagi anak-anak mereka. Di dalam sebuah keluarga, baik sang pria maupun sang perempuan terus-menerus diminta untuk membuat pengorbanan yang besar dan komitmen yang penuh. Namun, merekapun bersedia melakukan hal yang sulit ini karena mereka bergembira melihat anak-anak mereka tumbuh dan bahagia. Sang pria dan wanitapun berpartisipasi dalam karya penebusan sang Allah Putra. Hal ini membuat keluarga sebagai paradoks yang indah.
Paradoks mencapai puncaknya di sini. Setelah pria dan wanita susah payah membangun keluarga mereka sendiri dan menyatukan semuanya dalam kasih. Mereka harus melihat bahwa anak-anak mereka memisahkan diri dari mereka. Sungguh, sukacita yang besar bagi orang tua untuk melihat anak-anak mereka yang lucu tumbuh dewasa, mengatakan I love you Mam”, dan lulus dari sekolah, tetapi akhirnya, mereka menyadari bahwa anak-anak mereka harus menentukan hidup mereka sendiri. Anak-anak mereka sekarang telah menjadi seorang pria dan perempuan dewasa, dan orang tua harus membiarkan mereka pergi sehingga mereka dapat membangun keluarga mereka sendiri. Di sini, sang Pria dan wanita bergabung dengan Roh Kudus untuk mengutus dan memberdayakan Gereja. Hal ini membuat keluarga paradoks yang indah.
Jika kita menghadirkan Yesus di tengah-tengah keluarga kita, Dia akan menuntut banyak hal. Dia ingin suami-istri setia. Dia menuntut orang tua untuk membuat pengorbanan besar bagi anak-anak. Dia mengingitkan anak-anak untuk mencintai dan menghormati orang tua mereka. Dia memang memberikan banyak tuntutan, tapi semakin kita menempatkan Yesus dalam keluarga kita, semakin kita menemukan makna dan kebahagiaan dalam keluarga. Ini adalah paradoks yang indah dan membahagiakan.
Namun, dunia kita tidaklah sempurna dan banyak keluarga menghadapi cobaan besar. Beberapa keluarga terpecah belah dan anak-anak yang terpisah dari orang tua mereka. Beberapa bahkan tidak tahu arti dari sebuah keluarga. Di Filipina, banyak orang tua harus bekerja di luar negeri dan akibatnya, terpisah dari anak-anak mereka. Merekapun tidak hadir di saat-saat yang paling penting dari anak-anak mereka. Kardinal Antonio Tagle dari Manila mengatakan bahwa anggota keluarga Filipina dipisahkan bukan karena alasan lain, tapi karena kasih. Ini hanya sebagian kecil dari realitas pahit yang keluarga harus hadapi di dunia kontemporer. Kita berdoa bahwa Yesus juga dapat menguatkan mereka dan selalu meraja dalam hidup mereka.

Didedikasikan bagi semua orang tua yang memberikan diri seutuhnya untuk anak-anak mereka.

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment