Friday, November 27, 2015

Jangan Lewatkan Yesus



Minggu pertama Adven
29 November 2015
Lukas 21: 25-28, 34-36

Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. (Luk 21:34).”

Kita memasuki Minggu pertama dalam masa Adven. Liturgi masa Adven selalu memancarkan nuansa harapan. Kita mengantisipasi kedatangan Juruselamat kita, dan Gereja mengajarkan kita bahwa setidaknya ada tiga kedatangan Kristus. Kedatangan pertama adalah kelahiran Yesus dua ribu tahun silam di Betlehem. Kedatangan kedua adalah Yesus  datang sebagai Raja dan Hakim pada akhir zaman. Yang ketiga adalah kehadiran-Nya di antara kita sekarang dan saat ini. Ketiga kedatangan ini saling terkait dan jika kita melewatkan yang satu, kita juga akan kehilangan yang lain.

Dalam Injil hari ini, Yesus sendiri mengajarkan kita untuk berdiri tegak dihadapan Anak Manusia. Sama seperti Malam Natal pertama yang datang di saat yang tak terduga, penghakiman terakhir pasti akan hadir seperti ‘jerat’. Bahayanya adalah bahwa kita mengharapkan kedatangan-Nya dengan cara yang salah seperti Herodes yang mengantisipasi kelahiran Raja baru dengan membunuh semua bayi di Betlehem, atau seperti para penatua Yahudi dan Pilatus yang menyalibkan ‘Raja orang Yahudi’. Berniat menyambut sang Mesias, kita malah ‘membunuh’ Dia karena ekspetasi kita yang salah.

Kunci untuk mengantisipasi kedatangan Yesus adalah kemampuan kita untuk menyambut-Nya sekarang dan di sini. Namun, kita tampaknya memiliki masalah dalam melihat kehadiran-Nya sekarang dan disini. Pada tahun 1990, psikolog dari Harvard Daniel Simons dan Christopher Chabris memfilmkan sebuah percobaan, terkenal berjudul ‘Monkey Business Illusion’ (tersedia di YouTube). Sekelompok orang diminta untuk mengamati siswa bermain basket. Mereka bertugas untuk menghitung berapa kali pemain dengan T-shirt putih mengoper bola. Para pemain pindah dalam gerakan yang teratur dan melempar bola beberapa kali. Tiba-tiba, di tengah-tengah video, sesuatu yang aneh terjadi: Seorang pria berkostum sebagai gorila berjalan ke tengah ruangan, memukul dadanya, dan segera pergi. Pada akhirnya, penonton diminta jika mereka melihat sesuatu yang tidak biasa. Anehnya, setengah dari mereka menggelengkan kepala. Gorila? Mana Gorilanya?

‘Monkey business illusion’ membuktikan bahwa di satu sisi, kita memiliki kemampuan besar untuk memfokuskan energi mental kita pada satu kegiatan, ide atau harapan, sementara di sisi lain, bisa mengabaikan hal-hal lain, sebearapapun jelas keberadaan mereka. Ini memberi ilusi bahwa kita yakin bahwa kita menyadari segala sesuatu yang terjadi di depan mata kita, namun pada kenyataannya, kita hanya melihat apa yang ingin kita lihat saja. Saya kira ini adalah apa yang terjadi dengan orang-orang baik di zaman Yesus maupun di generasi kita. Kita memiliki gagasan tertentu tentang Yesus, siapa Dia seharusnya, apa yang harus Ia lakukan, dan kedatangan Kristus pun luput dari mata kita.

Ini mungkin mengapa Paus Fransiskus melakukan aksi-aksi yang tidak biasa karena dia tidak ingin Kristus luput dari perhatian kita. Pada Kamis Putih, ia membasuh kaki para narapidana remaja, beberapa dari mereka bahkan bukan Katolik. Dia membaptis bayi dari pasangan yang belum menikah. Dia memeluk dan mencium pria yang parasnya tidak berbentuk. Dia adalah Paus pertama yang menyerukan agar kita merawat bumi ini dalam Laudato Si. Saat ini, ia bertemu orang-orang yang tinggal di daerah kumuh di Kenya.

Jika Yesus Kristus dapat hadir sebagai bayi yang lemah lembut di palungan dan sebagai manusia yang dipaku di kayu salib, Ia pun bisa datang kepada kita dengan cara-cara tak terbayangkan. Jangan lewatkan Advent, jangan lewatkan Yesus!

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment