Friday, November 20, 2015

Penghakiman



Hari Raya Kristus Raja
22 November 2015
Yohanes 18:33b-37

“Setiap orang yang berasal dari kebenaran mendengarkan suara-Ku (Yoh 18:37).”

Tahun liturgi ini berakhir dengan sebuah drama penghakiman. Namun, tidak seperti prosedur pengadilan yang biasa, dimana satu hakim cukup untuk menentukan nasib terdakwa, pengadilan ini membawa dua orang hakim, saling berhadapan, Pilatus dan Yesus. Pilatus adalah penguasa Yerusalem dan Yudea selama penjajahan Romawi di Palestina. Catatan-catatan sejarah di luar Alkitab mengungkapkan bahwa dia terkenal sebagai pemimpin yang brutal. Dia memimpin dengan tangan besi dan menghancur setiap pemberontakan Yahudi dengan kekerasan

Ketika Yesus dibawa kehadapannya untuk diadili, Pilatus melihat Yesus sebagai sebuah kegagalan total, aib dari bangsa Yahudi dan seorang Galilea gila yang mengaku-ngaku sebagai Mesias. Yesus mungkin adalah seorang pengkhotbah karismatik dan calon pemimpin nasionalis, namun akhirnya semua pengikutnya meninggalkan-Nya, dan bahkan imam kepala bangsa Yahudi menuntut bahwa Dia harus dihabisi. Mungkin Pilatus berpikir, “Akan aku habisi saja dia, biar tidak membuat kepalaku sakit.”

Namun, ketika Pilatus mulai berbicara kepada-Nya, sesuatu yang lain terungkap. Meskipun penyiksaan dan kematian yang begitu dekat, Yesus tak gentar dan sangat tenang. Bahkan Pilatus yang kejam sekalipun tahu bahwa ada sesuatu yang luar biasa di dalam orang ini. Hatinya terguncang ketika Yesus berbicara tentang Kebenaran. Dan ketika Pilatus bertanya kepada Yesus, Apakah kebenaran itu? Yesus hanya diam, tapi diam-Nya mengetarkan jiwa Pilatus. Dia secara perlahan menyadari bahwa ia sedang berdiri di hadapan Kebenaran itu sendiri. Mungkin, semua perbuatan buruk yang Pilatus lakukan di masa lalu, tiba-tiba yang muncul kembali di depan matanya. Iapun menyadari bahwa ia telah menghabiskan hidupnya dengan sangat salah. Dia bukan lagi hakim, tapi seseorang yang menerima penghakiman dihadapan Kebenaran.

Kehidupan kita berakhir dengan penghakiman: surga, api pemurnian, atau neraka. Namun, drama penghakiman tidak hanya datang pada akhir hidup kita. Setiap hari kita menghadapi penghakiman. Sebelum kita tidur, kita bisa merenungkan, “Apakah hari ini adalah hari yang baik untukku?” Dalam setiap tindakan yang kita lakukan, apakah hati nurani kita berkata, “Kamu telah melakukan hal yang benar”? Dan, di suatu saat, kitapun perlu menghadapi pertanyaan mendasar, “Apakah aku telah menjalani hidup ini dengan penuh makna?”

Namun, Apakah kita selalu mendengarkan hati nurani kita? Apakah kita mampu untuk berhenti sejenak dan merenungkan kehidupan kita sejauh ini? Atau, kita sebenarnya bersembunyi dari penghakiman ini? Mungkin seperti Pilatus, kita tidak mau menerima Kebenaran dengan hati yang terbuka, dan kita memaksakan vonis kita pribadi. Kita membenarkan tindakan kita yang sejatinya tidak sesuai dengan kebenaran, dan mengatakan kepada diri sendiri, Ini adalah kebebasan saya, tubuh saya, hidup saya! Tidak apa-apa untuk bermalas-malasan, kita bisa menyelesaikan pekerjaan ini nanti. Boleh-boleh saja untuk terlibat free sex, toh semua orang melakukannya. Sah-sah saja untuk aborsi karena bagaimanapun ini adalah tubuhmu. Perlahan-lahan, suara Kebenaran pun tidak akan lagi terdengar.

Walaupun masih diperdebatkan, beberapa ilmuwan menjelaskan ‘Midlife Crisis’ atau Krisis setengah baya sebagai mekanisme psikologis kita yang  membawa kita untuk berhadapan dengan sang Kebenaran. Jika kita telah menyia-nyiakan hidup kita, membuat pilihan yang buruk, hidup dalam kebohongan, secara tidak sadar, kita ingin menjadi muda lagi dan menjalaninya dengan lebih baik. Sayangnya, kita tidak dapat membalikkan waktu dan penyesalan pun datang sebagai gantinya.

Yesus datang kepada Pilatus pada saat yang tidak terduga. Seorang Yahudi yang akan dihukum mati berdiri sebagai hakim yang mengadili Pilatus. Kita juga perlu menyambut Yesus yang datang di saat yang tak terduga. Ketika kita berbaring di tempat tidur kita, mungkin hasrat untuk merefleksikan kehidupan hari ini tiba-tiba muncul dan ini mungkin adalah suara-Nya. Ketika kita membaca refleksi ini, kita mungkin berdiri di hadapan sang Kebenaran. Ketika kita merasa sesuatu yang tidak benar dalam hidup kita, kita diundang untuk berhenti sejenak karena Yesus mungkin sedang mengetuk hati kita. Sebelum terlambat, mari kita menghadapi sang Kebenaran karena Dia adalah hakim yang baik.  

Frater Valentinus Bayuhadi Ruseno, OP

No comments:

Post a Comment